tirto.id - Presiden Joko Widodo menghadiri Kongres ke-22 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), di daerah Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Jokowi menyinggung toleransi pada anak didik sejak dini. Ia pun mengaitkan dengan kedewasaan berpolitik. Para guru diminta untuk membangun toleransi antarsuku dan etnis di sekolah.
Ia mencontohkan kondisi Indonesia dengan Afganistan. Menurut dia, Presiden Afganistan, Ashraf Gani dan istrinya sempat bercerita tentang konflik di Afganistan. Di sana ada 7 suku tetapi terus bersengketa.
Ia meminta Indonesia bisa belajar dari Afganistan. Jokowi pun menyinggung potensi masalah dalam setiap pemilu yang berpotensi memicu perpecahan.
"Tadi yang disampaikan Presiden Afganistan dan ibu negaranya sering diingatkan juga ke lingkungan kita. Karena sedih kadang-kadang urusan pemilihan bupati, pemilihan wali kota pemilihan gubernur pemilihan presiden jadi nggak saling sapa, antartetangga, gak saling omong antarteman," kata Jokowi.
Jokowi menilai, permasalahan di masyarakat selalu muncul dalam setiap lima tahun dalam pemilu.
Namun, potensi perpecahan tidak pernah berhenti. Ia tidak ingin masyarakat terpecah setiap 5 tahun sekali dalam setiap kontestasi politik.
"Masa setiap lima tahun kita nggak saling sapa. Lima tahun gak saling omong lagi. Nanti ada pilpres lagi kapan kedewasaan berpolitik kita? Kapan kematangan berpolitik kita," kata Jokowi.
Dalam karir politiknya, ia mengalami 6 kali monemtum pemilu yakni 2 kali saat Pilkada Solo, 2 putaran Pilkada DKI, dan 2 kali Pilpres. Semuanya, berpotensi ada konflik.
Menurut Jokowi, politik dari regional hingga nasional akan selalu penuh dinamika. Namun, ia meminta masyarakat tidak larut dalam euforia mendukung seorang kandidat secara berlebihan.
"Politik seperti itu jangan kebawa terlalu dalam. Jangan sampai," kata Jokowi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali