Menuju konten utama

Janji Sandiaga Soal Revisi UU ITE Hanya "Gimik" Jelang Pilpres?

Direktur Populi Center Usep Achyar menilai janji Sandiaga Uno untuk merevisi UU ITE tak lepas dari kepentingan politik.

Janji Sandiaga Soal Revisi UU ITE Hanya
Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno (tengah) memberikan motivasi kepada peserta Dialog Sandiaga Uno dengan Pengusaha, Pedagang, Pelaku UMKM, dan Mahasiswa di Jambi, Jumat (25/1/2019). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

tirto.id - Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno kembali menebar janji jelang Pilpres 2019. Salah satunya akan merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memuat sejumlah pasal “karet”.

Janji itu ia ungkapkan usai menjenguk Ahmad Dhani, di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Kamis, 31 Januari 2019. Pentolan Dewa 19 ini divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 28 Februari karena melanggar UU ITE.

“Kita ambil hikmah dari kasus @ahmaddhaniprast ini, kedepan Prabowo-Sandi akan lakukan revisi terhadap Undang-Undang ITE yang banyak mengandung pasal-pasal karet. Pasal-pasal karet itu akhirnya masuk ranah abu-abu dan sangat rentan diinterpretasikan,” kata Sandiaga di akun Instagram miliknya.

Janji ini kembali ia tegaskan saat ditemui reporter Tirto, di SMA Pangudi Luhur, Jakarta, Sabtu (2/2/2019) pagi. “Jangan sampai reformasi yang berjalan 20 tahun lebih bisa tiba-tiba dikungkung oleh ketakutan masyarakat untuk mengemukakan pendapat,” kata Sandiaga.

Namun, Direktur Populi Center Usep Achyar menilai rencana Sandiaga itu tak lepas dari kepentingan politik. Usep justru mempertanyakan kapasitas Sandiaga yang mengupayakan agar UU ITE bisa dikaji ulang.

“Dalam konteks politik, pasti tidak lepas dari kepentingan. Sebagai usulan ini memang boleh. Hanya saja, kan, yang buat [rencana] tidak hanya Sandiaga. Lagi pula wewenangnya [Sandiaga] apa?” kata Usep saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (2/2/2019).

Apalagi, kata Usep, janji Sandiaga untuk merevisi UU ITE ini, beberapa kali telah diajukan oleh masyarakat sipil. Hanya saja, permintaan untuk merevisi aturan tersebut tidak pernah ditanggapi oleh DPR, termasuk partai koalisi yang mengusung Prabowo-Sandiaga ini.

Pernyataan Usep tentu beralasan. Sebab, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang punya wewenang untuk melakukan revisi justru tidak melihat ada yang salah dengan UU ITE. Politikus Gerindra ini mengatakan yang keliru adalah praktiknya.

“Kalau UU [ITE] bisa saja UU-nya benar, tapi penerapannya salah. Menurut saya [kasus Dhani] masih pada wilayah kebebasan berpendapat,” kata Fadli, sebelum menjenguk Dhani di Lapas Cipinang, Rabu, 30 Januari 2019.

Wakil Ketua Umum DPP Gerindra itu pun kemudian berkelit lebih jauh.

“Kita harus mengawasi [UU ITE] itu. ITE tuh maksudnya transaksi elektronik, itu lebih kepada perdagangan juga dan ini tidak ada hoaksnya. Orang bicara enggak ada subjeknya [ditujukan pada siapa]," kata Fadli.

Infografik Ci Terjebak UU ITE WASALAM

undefined

Jangan Hanya “Gimmick”

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD juga menanggapi upaya Sandiaga merevisi UU ITE ini. Mahfud mengaku sedikit heran dengan janji Sandiaga karena kewenangan merevisi UU ITE berada di ranah legislatif, bukan eksekutif.

“Silakan saja, kalau di revisi itu, kan, haknya DPR. Jadi kalau DPR mau merevisi, ya revisi saja. Memang itu hak legislasi ada di DPR sekarang,” kata Mahfud, di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Jumat (2/1/2019).

Mahfud menjelaskan, berdasarkan Pasal 20 UUD, DPR lah yang mempunyai hak legislasi, seperti pengawasan dan budgeting. Jadi, kata Mahfud, wewenang untuk merevisi UU ITE bukan menjadi ranah presiden, tetapi DPR.

“DPR membuat undang-undang atas persetujuan presiden, sekarang gitu. Kalau dulu presiden membuat undang-undang atas persetujuan DPR. Sekarang sudah dibalik,” kata Mahfud.

Namun, Direktur Populi Center Usep Achyar masih berharap agar Sandiaga betul-betul berniat mendorong revisi sejumlah pasal “karet” yang terdapat di UU ITE itu. Ia mengatakan janji Sandiaga harus didukung oleh partai pengusungnya.

“Untuk Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera yang setuju dengan UU ITE tersebut juga harus dikritik,” kata Usep.

Dengan demikian, kata Usep, perlu adanya peran serta yang berkesinambungan antara DPR RI dan pemerintah dalam merevisi UU ITE. Sebab, UU yang memuat pasal “karet” ini bisa disahkan pada 21 April 2008, lantaran ada kesepakatan antara pemerintah dengan DPR.

Usep mengimbau apabila rencana merevisi UU ITE benar-benar serius, maka poin apa saja yang harus diperbaiki perlu diperinci dan melibatkan sejumlah lembaga yang selama ini fokus mengkaji soal dampak negatif dari pasal-pasal “karet” ini.

“Mudah-mudahan bukan gimmick. Kita harap dia [Sandiaga] punya pemikiran yang bagus, yang dapat mengkompromikan kebebasan berpendapat dengan orang lain yang dilindungi. Kebebasan warga negara juga harus dilindungi negara,” kata Usep.

Sandiaga: Bukan karena Ahmad Dhani

Sandiaga membantah apabila keinginan untuk mengkaji UU ITE lantaran Ahmad Dhani baru saja terjerat beleid tersebut. Ia mengatakan, desakan untuk merevisi UU ITE itu datang dari masyarakat awam dan para pengguna internet.

“Justru ini banyak tuntutan dari teman-teman civil society kepada kami. Ahmad Dhani mungkin pemicu, tapi buat kami, yang dikhawatirkan adalah begitu kami yang memerintah, kami akan gunakan ini,” kata Sandiaga, saat ditemui di SMA Pangudi Luhur, Jakarta.

Lebih lanjut, Sandiaga menilai kasus Ahmad Dhani bisa menjadi momen yang tepat untuk mengkaji UU ITE. Sandiaga mengklaim dirinya tidak ingin UU ITE lantas digunakan untuk menentang kebebasan orang dalam mengeluarkan pendapat.

“Kami mengkhawatirkan kekuasaan menggunakan perangkat hukum untuk memukul lawan dan melindungi kawan,” kata Sandiaga.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Abdul Aziz