tirto.id - Jaksa penuntut umum (JPU) perkara Ratna Sarumpaet meragukan keterangan saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum. Hal itu disimpulkan setelah tim kuasa hukum mendengarkan tiga orang saksi fakta dan empat ahli, termasuk keterangan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebagai saksi meringankan.
"Bila kita lihat secara sungguh-sungguh, semua saksi yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa yang sedari awal sudah dinyatakan bahwa kasus yang terjadi pada diri terdakwa dianggap kasus tersebut sudah selesai," ujar Jaksa Daroe Tri Sadono saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Sebagai informasi, tim kuasa hukum Ratna menghadirkan tiga saksi fakta dan empat ahli. Dari ketiga saksi fakta, salah satu saksi adalah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Saat bersaksi di persidangan, Fahri dan sejumlah ahli menyebut kalau perkara keonaran Ratna selesai begitu Ratna meminta maaf kepada publik.
JPU pun melihat keterangan para saksi dan ahli seolah sudah mengarah kepada niatan tertentu. Jaksa menilai para saksi sengaja memberikan keterangan seakan Ratna dalam keadaan tidak sadar ketika melakukan kebohongan.
"Ditambah lagi dengan pernyataan seolah-olah terdakwa melakukan tersebut di luar kesadaran. Seakan-akan terdakwa mengalami depresi dengan harapan melepaskan terdakwa dari tanggung jawab pidana," ujar dia.
Dengan pernyataan tersebut, JPU sangat meragukan keterangan saksi yang dihadirkan pihak Ratna Sarumpaet selama persidangan.
"Untuk itu, kita semua harus tetap waspada dikarenakan potensi keberpihakan dan bisa saja pernyataan mereka jauh dari kebenaran," kata dia.
Aktivis Ratna Sarumpaet terseret ke meja hijau akibat menyatakan menjadi korban pemukulan beberapa waktu yang lalu. Padahal, Ratna menjalani operasi plastik di RS Bina Estetika, Jakarta. Ratna pun bersikukuh menceritakan kepada tokoh-tokoh nasional demi mendapat perhatian, termasuk capres 02 Prabowo Subianto, tetapi tidak terbuka hingga dalam sebuah konferensi pers mengaku berbohong.
Jaksa pun mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri