tirto.id - Ahli hukum pidana Prof Mudzakir beranggapan jaksa kurang cermat dalam mendakwa Ratna Sarumpaet dalam kasus keonaran.
Mudzakir beranggapan, dakwaan pertama yakni pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tentang keonaran tidak memenuhi unsur. Ia beralasan, tidak ada unsur keonaran dalam kasus Ratna.
"Ini keonaran tidak terjadi dan tidak menimbulkan keonaran," ujar Mudzakir di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Mudzakir pun memandang, unsur kebohongan hilang jika ada informasi yang beredar kemudian informasi tersebut diklarifikasi. Menurut Mudzakir, begitu ada aksi minta maaf dari pemberi klarifikasi, maka permasalahan dianggap selesai.
"Kan sudah minta maaf, sebagai bangsa Indonesia yang berperikemanusiaan adil dan beradab. Adab manusia kalau sudah salah minta maaf tidak menimbulkan kerugian yang lain, kalau begini ya clear," ujar dia.
Ia pun menilai tidak perlu lagi dibawa ke meja hijau. Ia pun memandang tidak ada kaitan keonaran sehingga unsur keonaran dalam pasal tidak terpenuhi.
"Tidak ada lagi masuk ke hukum pidana karena tidak ada hubungannya dengan tujuannya untuk menimbulkan keonaran. Menurut ahli demikian sehingga unsur dengan sengaja menimbulkan keonaran pada masyarakat tidak terpenuhi dalam konteks ini," terang dia.
Aktivis Ratna Sarumpaet terseret ke meja hijau akibat menyatakan menjadi korban pemukulan beberapa waktu yang lalu. Padahal, Ratna menjalani operasi plastik di RS Bina Estetika, Jakarta.
Ratna pun ngotot menceritakan kepada tokoh-tokoh nasional demi mendapat perhatian, termasuk Capres 02 Prabowo Subianto.
Jaksa pun mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno