tirto.id - Jakarta merupakan panggung politik yang megah dan selalu menjadi arena panas dalam kancah politik nasional. Tidak mengherankan Pilkada Jakarta selalu disebut-sebut sebagai pintu masuk seorang politikus masuk ke pentas politik arus utama.
Maka tak berlebihan jika Pilkada Jakarta disambut euforia dan menjadi sorotan, karena atmosfer persaingannya tak kalah ketat dari Pilpres 2024.
Namun, dengan keberadaan UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), status hukum Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta juga akan berakhir.
Hal ini mengikuti rencana Presiden Joko Widodo yang ingin memindahkan pusat pemerintahan ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Setelah tak berstatus ibu kota, Jakarta akan berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Meski belum sepenuhnya berpindah, Jokowi sendiri memastikan bahwa pemerintahan segera pindah ke IKN.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memastikan proyek ambisius kabinetnya itu akan terus berjalan. Jokowi bahkan optimistis sudah mulai bisa berkantor di IKN pada bulan depan.
“Sangat optimistis untuk kantornya. Ini masih menunggu satu saja [untuk] airnya [siap] bulan Juli [2024]," kata Jokowi di IKN, Rabu (5/6/2024).
Jakarta Tak Lagi Jadi Panggung Politik Nasional?
Adanya IKN sekaligus memunculkan pertanyaan soal pamor Jakarta sebagai episentrum dan barometer politik nasional. Terlebih setelah tak lagi menyandang status ibu kota, nasib panggung politik di Jakarta menjadi menarik untuk ditilik lebih jauh. Bahkan selama ini sudah menjadi persepsi khalayak umum, bahwa menang Pilkada Jakarta maka memuluskan jalan meniti panggung politik nasional.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, memandang Jakarta tetap akan menjadi episentrum politik nasional meskipun pemerintahan pindah ke IKN.
Pasalnya, orang kadung melekatkan Jakarta sebagai pusat politik, kebudayaan, serta perekonomian nasional.
“IKN memang jangka panjang dan tidak bisa simsalabim jadi. Wajar jika Jakarta per hari ini saja tetap menjadi magnet dan pusat segalanya,” kata Adi kepada reporter Tirto, Rabu (5/6/2024).
Hal itu terbukti dari panasnya persaingan nama-nama yang akan bertarung pada Pilkada Jakarta 2024.
Adanya pembangunan dan transisi pemerintahan pusat ke IKN tak membuat palagan memperebutkan kursi nomor satu Jakarta sepi. Pilkada Jakarta akan tetap panas dan menjadi perhatian publik.
Hal ini setidaknya tercermin dari nama-nama beken yang digadang-gadang bakal meramaikan Pilkada Jakarta 2024. Mulai dari Ridwan Kamil, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Anies Baswedan, Budisatrio Djiwandono, hingga Kaesang Pangarep dan Raffi Ahmad.
“Untuk 10 sampai 15, atau bahkan 20 tahun ke depan, Jakarta tetap akan menjadi pusat politik nasional. Wajar jika mereka yang bertanding pada Pilkada tahun ini berisi nama-nama politisi yang sudah beken di kancah nasional,” jelas Adi.
Adi menilai butuh puluhan tahun bagi IKN menyaingi pamor Jakarta sebagai pusat politik nasional. Itu, kata dia, dengan catatan jika proyek IKN diteruskan dan dilakukan secara serius. Kalau tidak begitu, bukan mustahil pekerja, pebisnis, bahkan pejabat yang pindah ke IKN akan kembali ke Jakarta.
“Bahkan [Pilkada Jakarta] 2029 persaingan akan luar biasa dan Jakarta tetap menjadi primadona. Kemungkinan ada muncul politisi dari kepala daerah dan Menteri untuk kembali bertarung,” ujar Adi.
Direktur Eksekutif Trias Politika, Agung Baskoro, menilai Jakarta akan selalu menjadi arena perhelatan politik yang menarik. Hal tersebut didukung dengan keadaan Jakarta yang masih akan menjadi pusat perekonomian nasional.
Meski tak lagi berstatus ibu kota, sirkulasi ekonomi di Jakarta diprediksi tetap akan moncer dan menarik perhatian para politisi.
“Jakarta merupakan sebuah miniatur panggung politik yang sangat seksi. Bagi siapapun ini sebuah batu lompatan yang strategis untuk menapaki tangga kepemimpinan nasional,” kata Agung kepada reporter Tirto, Rabu (6/6/2024).
Persepsi memimpin Jakarta merupakan tiket masuk bertarung di kancah Pilpres memang terbukti adanya. Lihat saja karir politik Presiden Jokowi yang mentereng setelah menjadi Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, ada Anies Baswedan yang bertarung dalam Pilpres 2024 dan juga eks Gubernur DKI.
“Sudah didukung secara empirik bahwa siapapun calon gubernur, bahkan gubernur Jakarta, dia berpeluang mengantongi tiket capres,” kata Agung.
Kilau Jakarta Tetap Bercahaya untuk Bisnis & Politik
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, memandang Jakarta makin mengukuhkan pamornya sebagai kota bisnis dengan perputaran uang yang sangat besar, meski bukan lagi ibu kota negara.
“Dengan kata lain, Jakarta masih menjadi magnet politik walaupun bukan lagi sebagai ibu kota negara,” ujar Lucius kepada reporter Tirto, Rabu (6/6/2024).
Tak mengherankan, kata dia, jika masih banyak figur beken yang bermimpi dapat memimpin Jakarta.
Bahkan bagi partai politik, Jakarta akan tetap menjadi prioritas karena alasan ekonomi-bisnis serta posisi sebagai etalase yang daerah lain masih belum tergantikan oleh kota lain, bahkan oleh IKN.
“Sampai IKN benar-benar bercahaya dan cahaya itu mengundang kehadiran investor yang signifikan, Jakarta tetap masih akan menjadi magnet utama di Indonesia,” tegas Lucius.
Alhasil, Jakarta tetap menjadi panggung yang strategis bagi pemimpinnya untuk mencari pusat perhatian sekaligus unjuk kebolehan. Ini yang membuat Pilkada Jakarta juga akan tetap panas meskipun tanpa status ibu kota.
Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, mengamini bahwa Jakarta akan selalu menjadi panggung panas karena bisa menjadi tempat pemimpinnya mengerek perhatian dan elektabilitas.
Apalagi, dengan postur APBD paling tinggi dari daerah lain, Jakarta merupakan lahan basah agar pemimpinnya dapat melakukan terobosan pembangunan.
“Bisa dijadikan sebagai bahan jualan rekam jejak untuk naik di panggung nasional,” kata Kunto kepada reporter Tirto, Rabu (6/6/2024).
Menurutnya, ada dua faktor utama mengapa Jakarta masih menjadi episentrum politik nasional.
Pertama, karena media arus utama di Indonesia – baik media cetak hingga daring – semua berada di Jakarta. Media sendiri merupakan faktor penting agar politisi bahkan institusi pemerintah mendapatkan sorotan.
Kedua, Jakarta masih menjadi acuan daerah lain, baik dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Tak ayal, banyak daerah lain yang membangun komunikasi dengan Jakarta. Ini membuat pemimpin Jakarta memiliki koneksi yang mumpuni dan menjadi sorotan bagi para kepala daerah lain.
“Pasti orang akan mencari perhatian lebih, politisi akan berusaha mencari perhatian dengan ada di Jakarta. Dan tidak hanya tokohnya, parpolnya pun juga ikut gitu,” lanjut Kunto.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, melihat para pejabat hingga politisi parpol yang mendukung IKN terlihat dilematis. Mereka seakan terus menggaungkan pembangunan IKN, seraya tetap menunjukkan sikap bahwa Jakarta merupakan pusat politik yang penting dikuasai.
“Seperti putusan MA soal batas umur pada Pilkada mendatang, itu saja masih dikaitkan dengan pimpinan Jakarta mendatang,” kata Kaka, Rabu (6/6/2024).
Sebagai pemantau pemilu, kata dia, ada harapan jika Jakarta tak lagi menjadi ibu kota maka akan jauh dari intervensi pemerintah pusat. Dengan begitu, dia berharap pilkada dan jalannya pemerintah Jakarta ke depan bakal lebih maju dan penuh dengan gagasan serta terobosan.
Menurutnya, siapapun yang maju ke Jakarta sebagai calon pemimpin, harus siap dengan gagasan dan ide-ide segar. Hal ini dikarenakan pemilih Jakarta yang sangat terinformasi dan berpendidikan.
“Ada harapan warga Jakarta akhirnya untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa cawe-cawe [pemerintah] pusat," terang Kaka.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto