Menuju konten utama

Jadi Plt Ketua DPR, Fadli Zon Tak Punya Kewenangan Khusus

Kewenangan yang diemban Fadli Zon sebagai Plt ketua DPR tidak jauh berbeda dengan pimpinan DPR lainnya.

Jadi Plt Ketua DPR, Fadli Zon Tak Punya Kewenangan Khusus
Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (kanan) sebelum rapat pemilihan Ketua Pansus Angket KPK di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Rapat pimpinan DPR RI pada Senin malam (11/12/2017) menetapkan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR setelah Setya Novanto mengundurkan diri untuk yang kedua kalinya sebagai pimpinan DPR.

Terpilihnya Fadli Zon sebagai Plt merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya, politikus Partai Gerindra ini juga pernah ditunjuk sebagai Plt Ketua DPR, menggantikan Setya Novanto yang mengundurkan diri karena terseret kasus “papa minta saham” pada 16 Desember 2015.

Saat itu, Novanto melayangkan surat pengunduran dirinya menjelang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memutus perkara pelanggaran kode etik yang menjeratnya. Novanto diduga telah mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk mendapatkan sejumlah saham dari Freeport.

“Kenalkan, Pak Fadli Zon, Wakil Ketua DPR bidang Polkam sekaligus sebagai koordinator pimpinan dan Plt Ketua DPR,” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pada Desember 2015.

Hal yang sama juga terjadi saat Fadli Zon ditunjuk sebagai Plt Ketua DPR untuk kedua kalinya menggantikan Setya Novanto yang tersandung kasus dugaan korupsi e-KTP. Fahri Hamzah lagi-lagi yang berperan mengenalkan pada publik.

“Kami sudah mengirimkan surat ke presiden sebagai pemberitahuan protokoler bahwa Ketua DPR telah mengundurkan diri dan telah ditunjuk pelaksana tugas Pak Fadli Zon,” kata Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2017).

Pernyataan Fahri Hamzah tersebut merujuk pada ketentuan dalam Tata Tertib DPR yang mengatur tentang mekanisme pemberhentian pimpinan DPR yang mengundurkan diri dari jabatannya.

“Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pimpinan DPR memberitahukan pemberhentian pimpinan DPR yang mengundurkan diri tersebut kepada presiden,” demikian bunyi Pasal 39 huruf e Tata Tertib DPR.

Penunjukan Fadli Zon ini, kata Fahri, sesuai dengan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menyatakan Plt Ketua DPR diserahkan kepada wakil ketua DPR yang berasal dari partai dengan suara tertinggi setelah partai Setya Novanto.

Dari hasil Pemilu 2014 lalu, suara Partai Gerindra berada di posisi tiga setelah Golkar yang berada di posisi dua. Sehingga, secara otomatis Fadli Zon sebagai wakil pimpinan dari Gerindra menjadi Plt Ketua DPR.

“Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif,” demikian bunyi Pasal 87 ayat (3) UU MD3.

Namun, kewenangan yang dimiliki Fadli Zon sebagai Plt Ketua DPR tidak beda jauh dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR. Hal ini dikarenakan pimpinan legislatif itu bersifat kolektif dan kolegial sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib.

“Pimpinan DPR merupakan alat kelengkapan DPR dan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial,” demikian bunyi Pasal 27 ayat (3) Tata Tertib DPR.

Artinya, kewenangan yang diemban Fadli Zon tidak jauh berbeda dengan pimpinan DPR lainnya, seperti yang tertuang dalam Pasal 31 ayat (1). Salah satunya adalah memimpin sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan, menjadi juru bicara DPR, mewakili DPR dalam berhubungan dengan lembaga negara lainnya, serta mengadakan konsultasi dengan presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR.

Selain itu, menyusun rencana kerja dan anggaran DPR bersama Badan Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna DPR, menindaklanjuti usulan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk membentuk panel sidang dalam hal pelanggaran kode etik yang bersifat berat dan berdampak pada sanksi pemberhentian, serta menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh anggota dewan dalam rapat paripurna DPR.

Sementara dalam melaksanakan berbagai tugas tersebut, pimpinan DPR harus bertanggung jawab terhadap rapat paripurna DPR.

Baca juga artikel terkait PLT KETUA DPR atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz