tirto.id - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi Demokrasi (TAUD) mencatat terdapat 161 massa aksi yang ditangkap dan 83 orang mengalami luka-luka selama rangkaian aksi demonstrasi tolak RUU TNI pada 15-28 Maret 2025.
Total korban luka-luka dan ditangkap tersebut merupakan jumlah gabungan dari beberapa titik aksi di Indonesia.
Staf Divisi Hukum KontraS, Muhammad Yahya, mengatakan bahwa dari total korban tersebut, 15 orang luka-luka dan 8 ditangkap terjadi pada aksi sebelum RUU TNI disahkan, yaitu di periode 15-20 Maret 2025. Sedangkan, 68 korban luka dan 153 ditangkap dalam demonstrasi setelah UU TNI disahkan, yaitu pada 21-28 Maret 2025.
Muhammad menyebut bahwa aktor utama dari tindakan represif tersebut adalah aparat kepolisian dan TNI yang bertugas di titik aksi. Dia juga menyebut bahwa TAUD mengumpulkan data-data tersebut melalui pemantauan media yang valid dan dari jaringan yang tersebar di berbagai daerah.
"Kalau yang berhasil kami dapati di sini, aktor utamanya itu dua, yaitu TNI dan juga Polri," kata Muhammad dalam konferensi pers di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2025).
Muhammad juga menyebut bahwa dua aktivis yang melakukan protes di Hotel Fairmont juga mendapatkan teror. Bahkan, Kantor KontraS juga mengalami teror saat eskalasi aksi tengah memuncak di beberapa daerah di Indonesia.
Muhammad mengatakan bahwa berdasarkan pemantauan CCTV, sejumlah mobil taktis milik TNI terlihat melewati kantor KontraS sambil memotret suasana.
"Selain kantor KontraS, teror juga dialami oleh salah seorang demonstran di Temanggung, Jawa Tengah. Pada tanggal 26 Maret 2025, sehari sebelum terjadinya demonstrasi di Temanggung, salah satu kediaman demonstran didatangi oleh sekelompok intel yang diduga merupakan anggota TNI," tutur Yahya.
Selain itu, data dari SAFEnet menunjukkan bahwa pihak-pihak yang kontra UU TNI mendapat teror digital. Selama 19-27 Maret 2025, terdapat sekitar 25 insiden serangan digital.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Zainal Arifin, mengatakan bahwa banyak korban luka yang menjalani pengobatan dengan biaya sendiri. Kemudian, ada juga korban yang dibantu oleh organisasi masyarakat sipil untuk mendapat dana darurat.
Kemudian, anggota Divisi Advokasi AJI, Adil Alhasan, menyebut bahwa 18 orang jurnalis turut menjadi korban kekerasan aparat di sepanjang aksi menolak RUU TNI.
Oleh karena itu, TAUD yang mencakup YLBHI, LBH Jakarta, KontraS, SAFEnet, PBHI, LBH Pers, dan Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah untuk menghentikan manuver politik yang menghasilkan regulasi atau kebijakan yang merugikan kepentingan publik, serta bertentangan dengan konstitusi, demokrasi, dan aturan negara hukum.
TAUD juga meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan pengesahan UU TNI untuk menyehatkan kembali iklim demokrasi di Republik Indonesia.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi