Menuju konten utama

KLH Tak Toleransi Praktik Open Burning, Janji Bakal Proses Hukum

Hanif mengakui ada tantangan dalam menindak pelaku aksi open burning karena membutuhkan hasil laboratorium dan keterangan ahli.

KLH Tak Toleransi Praktik Open Burning, Janji Bakal Proses Hukum
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan arahan kepada pelaku usaha kawasan industri Sejabodetabek dan Karawang di Jakarta, Kamis (10/4/2025).ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/Spt.

tirto.id - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) tak akan memberikan toleransi terhadap praktik open burning atau pembakaran terbuka. KLH beralasan, kegiatan tersebut merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas udara.

Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan, saat ini pihaknya akan melakukan penutupan kembali kegiatan open burning yang bersifat tungku bakar seperti pengolahan besi. Dia mencatat terdapat belasan titik yang harus dilakukan penutupan.

“Jadi saya kira kita musim ini sekitar 14-an (open burning) yang berbahaya loh. Maksudnya langsung ke kita ya (dampaknya). Masih ada 14-an, kami coba diskusi nanti bagaimana itu menyelesaikannya,” ujar Hanif saat ditemui wartawan usai memberi arahan kepada para pelaku usaha kawasan industri se-Jabodetabek dan Karawang di Hotel Bidakara, pada Kamis (10/4/2025).

Meskipun demikian, Hanif mengakui, proses hukum terhadap pelaku open burning cukup kompleks karena membutuhkan bukti laboratorium dan keterangan ahli. Namun, Hanif mengatakan pihaknya berkomitmen untuk memastikan pendekatan hukum untuk menindak pelaku.

“Kita wajib melakukan penegakan hukum. Ini yang kemudian kita skenariokan. Kita akan mencoba melakukan pendekatan penegakan hukum pada kegiatan open burning yang terutama ilegal, illegal open burning,” katanya.

Sementara itu, Hanif juga meminta kepada kawasan industri untuk segera membangun Sistem Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) atau Air Quality Monitoring System (AQMS). Langkah ini, kata Hanif, juga untuk mengantisipasi penurunan kualitas udara dalam menghadapi musim kemarau.

"Peraturan menterinya belum ada, kami akan memandatkan lebih awal (pembangunan SPKU) dengan keputusan menteri sampai peraturan menterinya akan dibangun juga sifatnya semi-semi mandatory," ujarnya.

Menurut Hanif, kebijakan ini menjadi penting sebab kawasan industri harus bertanggung jawab dalam polusi udara yang ditimbulkan dan nantinya tak saling menuding. Ditambah, pada musim kemarau, kualitas udara di Jabodetabek pengalami penuruan karena aerosol atau partikel kecil yang melayang di udara tak dibawa turun oleh air hujan.

“Jadi mengawali itu kami diskusi dengan teman-teman dari kawasan industri. Jadi seluruh kawasan industri. Tadi seluruh kawasan industri di Jabodetabek sedang kita ajak diskusi,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait PEMBAKARAN atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher