Menuju konten utama

Ironi TP4D: Wadah Pengawasan Proyek yang Jadi Celah Jaksa Korupsi

Ketua Pukat UGM Oce Madril mengatakan keberadaan TP4D yang melakukan fungsi pengawasan terhadap proyek pembangunan perlu dievaluasi secara menyeluruh.

Ironi TP4D: Wadah Pengawasan Proyek yang Jadi Celah Jaksa Korupsi
Jaksa Kejaksaan Negeri Yogyakarta Eka Safitra berada di mobil tahanan usai diperiksa terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan suap di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/8/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/pras.

tirto.id - Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Yogyakarta, Senin malam, 19 Agustus meringkus lima orang, dua di antaranya jaksa. Ironisnya, Eka Safitra, jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Yogya yang ditetapkan sebagai tersangka merupakan anggota Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D).

Salah satu tugas dan fungsi TP4D adalah mengawal, mengamankan, dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya preventif dan persuasif.

Tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1 Oktober 2015 ini sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 yang antara lain dimaksudkan meningkatkan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di instansi pemerintahan.

Namun, TP4D pada praktiknya justru terlibat dalam kasus suap proyek, seperti yang dilakukan Eka Safitri ini. Ia diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk mendapatkan imbalan dari proyek yang ia awasi.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka dan dua di antaranya adalah jaksa, yaitu: Eka Safitra (Jaksa Kejari Yogya) dan Satriawan Sulaksono (Jaksa Kejari Surakarta). Sementara pihak swasta yang diduga sebagai pemberi suap adalah Direktur Utama PT Manira Arta Rama Mandiri (MARM), Gabriella Yuan Ana.

Konstruksi Kasus

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kasus suap ini berkaitan dengan kegiatan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta melelang proyek rehabilitasi saluran air hujan.

Pemkot Yogyakarta merencanakan proyek tersebut dengan PAGU Anggaran senilai Rp10,8 miliar. Setelah melalui proses lelang, nilai proyek itu disepakati menjadi Rp8,3 miliar.

“Proyek infrastruktur tersebut dikawal oleh tim TP4D dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta,” kata Alex di Gedung KPK, Jakarta pada Selasa (20/8/2019).

Menurut Alex, ada pengusaha berupaya memenangkan lelang proyek itu dengan memengaruhi jaksa TP4D dari Kejari Kota Yogya Eka Safitra. Mulanya jaksa Kejari Surakarta, Satriawan memperkenalkan Gabriella kepada Eka.

Dalam pembahasan itu, Eka Safitra diduga meminta komitmen fee 5 persen dari nilai proyek atau setara Rp415 juta. Sejauh ini, KPK mengidentifikasi ada tiga kali pemberian kepada Eka. Lebih lengkap soal konstruksi kasus dapat dibaca di link ini.

TP4D Perlu Dievaluasi

Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril mengatakan keberadaan TP4D yang berfungsi mengawasi proyek pembangunan perlu dievaluasi secara menyeluruh.

“Karena memang di beberapa kasus, kami melihat ada beberapa personel TP4D berurusan dengan penegak hukum. Di-OTT oleh KPK, tidak hanya kali ini sebenarnya,” kata Oce saat dihubungi reporter Tirto.

Menurut Oce, yang perlu dievaluasi adalah sejauh mana TP4D mampu memberikan pengawalan, pencegahan terhadap kasus-kasus di daerah. Selain itu, sejauh mana TP4D itu memberikan kontribusi terhadap pembangunan.

“Dengan adanya TP4D itu jaksa juga terlibat benturan kepentingan. Konflik kepentingan antara melakukan penegakan hukum dengan mengawal proyek sehingga posisinya jadi tidak nyaman,” kata dia.

Oleh karena itu, kata Oce, perlu dirumuskan model kerja yang menghindarkan benturan kepentingan antara pelaksanaan proyek dengan sisi penegakan hukum.

“Pada akhirnya karena mereka memiliki akses pada proyek yang ada di daerah tentu bisa disalahgunakan. Makanya untuk meminimalisir penyalahgunaan harus diperkuat pengawasan terhadap mereka yang terlibat di TP4D,” kata Oce menambahkan.

Terkait ini, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menyatakan prihatin karena fungsi TP4D yang seharusnya dapat mengantisipasi tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) justru tersangkut kasus dugaan suap.

"Maksud dari TP4D ini sebetulnya agar pemerintah bisa mengantisipasi terhadap terjadinya KKN,” kata Hariyadi saat ditemui di Balai Kota Yogya, Selasa (20/8/2019).

Pengawasan yang dilakukan kejaksaan, kata Hariyadi, tidak hanya pada pemerintah, tetapi rekanan pemerintahan atau pihak swasta yang mengerjakan proyek tersebut.

Dengan adanya kasus dugaan suap di TP4D ini, Haryadi mengaku akan lebih ketat mengawasi. Ia bakal memaksimalkan fungsi Pengendalian Pembangunan yang ada di Pemkot Yogya.

"Jangan karena sudah [ada] TP4D lalu dibiarkan," ujar Haryadi.

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Yogyakarta, Ninik Rahma Dwi Hastuti menampik ulah Jaksa Eka disebut berkaitan dengan tugasnya di TP4D. Menurut Ninik, perbuatan Eka hanya tindakan personal.

"Tidak [ada hubungannya dengan TP4D]," kata Ninik.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP KEJATI YOGYA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz