tirto.id - Nilai impor barang dan jasa ke Sulawesi Tengah (Sulteng) meningkat hingga 125,41 persen selama kurun waktu 2018 dibanding tahun sebelumnya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) nilai tersebut sangat besar jika dibandingkan angka ekspor barang dan jasa yang berkisar 70,42 persen.
Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Sulteng Rukhedy KH mengatakan, penyebab utama melambungnya impor barang dan jasa ke Sulteng disebabkan pembangunan hunian sementara (huntara) dan relawan dari berbagai lembaga dan yayasan kemanusiaan.
"Bahan-bahan baku huntara seperti baja ringan banyak diimpor karena di Sulteng tidak ada. Begitu juga dengan relawan yang banyak datang ke Palu, Sigi dan Donggala pascabencana untuk menolong dan melayani korban," kata Rukhedy usai memaparkan pertumbuhan ekonomi Sulteng 2018 di Palu, Kamis (7/2/2019)
Peningkatan angka tersebut, kata dia, cukup berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sulteng 2018 yang mencapai 6,30 persen.
"Karena banyak lapangan pekerjaan terbuka untuk membangun huntara sebab yang dipekerjakan buruh lokal terutama yang kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal," jelasnya.
Sementara jasa relawan dari berbagai lembaga dan yayasan kemanusiaan dari dalam dan luar negeri juga cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sulteng terutama di tiga daerah terdampak bencana.
"Makan, akomodasi dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhannya selama di sini pasti dicari di sini sehingga warga memanfaatkan itu untuk memperoleh uang," ucapnya.
Sementara itu, Rukhedy menerangkan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Sulteng pada triwulan IV 2018 tercatat 98,44 persen.
Artinya masyarakat menilai kondisi ekonomi mereka pada triwulan IV 2018 lebih buruk dibandingkan triwulan III 2018.
"Itu ditunjukkan dengan angka ITK di bawah 100. Akan tetapi angka optimisme masyarakat pada triwulan IV 2018 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat indeks sebesat 96,38," kata Rukhedy.
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Maya Saputri