tirto.id - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI akan membuat sebuah pusat data lagu dan/atau musik, sebagai upaya untuk mengoptimalkan penarikan dan pendistribusian royalti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kemenkumham Freddy Harris menyampaikan bahwa sebelumnya pemerintah melalui kementeriannya berencana untuk membuat pusat data bertajuk Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) ini pada 2020 lalu. Namun, karena adanya pandemi COVID-19, rencana tersebut harus ditunda.
"Kami ingin membangun data center komprehensif, tapi karena COVID, tidak jadi dibangun di 2020. Rencananya, data center dibangun pada 2020, sehingga nanti di 2021 sistem data lagu hingga sistem royaltinya ada," ujar Freddy dalam jumpa pers daring yang digelar pada Jumat (9/4/2021) dilansir dari Antara.
Lebih lanjut, Freddy menjelaskan bahwa Pusat Data Lagu Dan/Atau Musik ini nantinya berasal dari e-Hak Cipta yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.
Pusat data tersebut dapat diakses oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Pencipta, Pemegang Hak Cipta, Pemilik Hak Terkait, dan Pengguna Secara Komersial.
Kemudian LMKN akan mengelola royalti berdasarkan data yang telah terintegrasi antara pusat data musik dan/lagu milik DJKI dengan Sistem Informasi Lagu/Musik (SILM) yang dikelola LMKN.
"Artinya, pusat data ini untuk menyajikan data mengenai siapa penciptanya, penyanyinya siapa, produser rekamannya siapa," kata Freddy.
Freddy menambahkan bahwa pusat data ini juga dapat dimanfaatkan oleh pengguna lagu/musik komersial untuk mengetahui kebenaran dari kepemilikan hak cipta lagu dan/atau musik yang digunakannya.
Sementara itu, sebelumnya pada 30 Maret 2021 Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
PP ini hadir untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti hak cipta atas pemanfaatan ciptaan dan produk hak terkait di bidang lagu dan/atau musik, serta mempertegas Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/Atau Musik tentang bentuk penggunaan layanan publik bersifat komersial dalam bentuk analog dan digital.
Menurut Freddy aturan ini hanya menyasar mereka yang menggunakan lagu dan musik untuk kebutuhan komersial.
"Kebutuhan komersial itu maksudnya adalah ketika seseorang memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber dan berbayar. Ini yang harus ditarik royaltinya," kata Freddy.
Lebih lanjut, Freddy menjelaskan bahwa royalti yang ditarik dari pengguna komersial ini akan dibayarkan kepada pencipta atau pemegang hak cipta lagu dan/atau musik melalui LMKN.
"Berkaca pada 2020 ketika pandemi, para pencipta (lagu) harusnya dapat royalti lebih karena kita semua di rumah mengakses hiburan dan ada (yang melakukan bersifat) nilai komersial. Catatan paling penting adalah PP ini mengatur penggunaan secara komersial," tegas dia.
Peraturan ini juga merupakan penguatan dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) dalam melindungi hak ekonomi dari Pencipta/Pemegang hak cipta dan pemilik produk hak terkait.
Seperti tertuang dalam ketentuan Pasal 9, Pasal 23 dan Pasal 24 UU Hak Cipta, secara tegas telah menyebutkan bahwa pihak-pihak yang akan melakukan komersialisasi atas suatu ciptaan maupun produk hak terkait harus meminta izin kepada Pencipta/pemegang hak cipta atau pemilik produk terkait.
"UU Hak Cipta ini menjamin hak ekonomi dan hak moral dari pencipta/pemegang hak cipta, dan pemilik produk hak terkait. Hak moral, adalah lagu -- siapa yang membuatnya, sampai kiamat pun tidak boleh berubah. Sementara hak ekonomi adalah soal nilai komersialnya. Ini menegakkan fairness, transparansi, dan akuntabilitas," papar Freddy.
"Tujuan dari peraturan ini adalah untuk melindungi hak-hak pencipta dan pemilik hak terkait, sifatnya fair. Pemerintah hanya membantu pencipta agar hak royaltinya diterima dengan baik sesuai dengan ketenaran lagunya saat ini, sehingga menyebabkan kegiatan ekonomi di bidang musik menggeliat. Di luar negeri, musik yang lagi booming, mereka musisinya bisa nikmati hasilnya secara oke, harapannya di sini juga bisa seperti itu," pungkasnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz