tirto.id - Presiden Jokowi menandatangani aturan turunan tentang hak cipta dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik pada 30 Maret 2021.
Pemerintah membentuk Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk menghimpun dana kewajiban pembayaran royalti dan mewajibkan masyarakat membayar jika menggunakan lagu untuk kepentingan komersial.
"Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN," bunyi pasal 3 PP 56 tahun 2021 sebagaimana dilihat dari JDIH Setneg, Senin (5/4/2021).
Pemerintah lantas mendaftarkan sejumlah layanan publik yang dikategorikan bersifat komersial yakni seminar dan konferensi nasional; restoran, kafe, pub, bistro, klub malam, diskotek; konser musik; pesawat, kapal laut, bus, kereta api; pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon; bank dan kantor; pertokoan; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi dan radio; hotel, fasilitas hotel dan kamar hotel; serta usaha karaoke.
PP tersebut juga mengatur pembentukan pusat data lagu/musik. Para pemilik lagu bisa mendaftarkan di pusat data ini dengan setidak-tidaknya mendaftarkan pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, hak cipta dan hak-hak terkait. Pusat data ini lantas dikelola oleh Dirjen Kekayaan Intelektual.
Sementara itu, tata cara penggunaan lagu dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta lewat LMKN. Mereka diwajibkan membayar royalti setiap kali lagu dipakai. Besaran LMKN ditentukan oleh menteri terkait. Namun, biaya yang dikenakan pun bisa lebih murah jika pelaku yang ingin menggunakan jasa adalah pelaku UMKM.
Dalam pasal 14 PP tersebut, dana royalti yang dihimpun LMKN lantas dibagi dalam 3 hal, yakni dana yang didistribusikan kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak terkait yang telah menjadi anggota LMK; dana operasional; dan dana cadangan.
Dana yang dihimpun LMKN pun mengacu kepada Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) yang digunakan sebagai acuan distribusi royalti lagu dan musik. Royalti tersebut lalu diserahkan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan Royalti.
PP juga mengatur bahwa LMKN dapat bekerja sama dengan pihak ketiga dalam pengembangan SILM.
"Dalam melakukan pembangunan dan pengembangan SILM, LMKN dapat bekerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal 20 PP tersebut.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri