tirto.id - Kabag Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar Wahyudi Muchsin mengatakan bahwa dokter yang sengaja menjual dan mengarahkan pasien menebus obat di apotek tertentu adalah melanggar aturan.
"Bila betul terjadi, maka oknum dokter bersangkutan melanggar Undang-undang Kedokteran serta kode etik dokter," kata Wahyudi di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (8/9/2017).
Menurut laporan Antara, kejadian ini menyeruak setelah adanya keluarga pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dadi yang merasa diakali dokter Internis bernama EF bekerja sama dengan perawat karena mengarahkan keluarga pasien menebus obat di apotik miliknya pada Rabu (7/9) malam.
Pasien yang diketahui bernama Sudira (68) peserta BPJS Kesehatan mengidap penyakit Diabetes atau gula dan masuk di RSUD setempat pada Rabu pagi, selanjutnya ditangani perawat.
Menurut Muchsin, apabila terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, maka yang bersangkutan tidak akan dibebankan untuk membayar biaya apapun.
Untuk itu, atas kejadian ini, pihaknya menyesalkan masih ada dokter melakukan hal seperti itu. Muchsin bahkan mengatakan tidak menutup kemungkinan sanksi berat bisa dijatuhkan seperti mencabut izin apotek hingga pencabutan gelar dokternya.
Muchsin pun mendorong keluarga pasien untuk melaporkan kejadian itu. "Kami tetap menunggu laporan dari pasien untuk menindaklanjuti persoalan itu, termasuk mengkroscek pelayanan para dokter disana, selanjutnya akan usut, bila memang ada kejadian seperti itu maka akan diberikan teguran maupun sanksi," ujar Muchsin.
Kronologi Kejadian
Berdasarkan keterangan anak pasien, Imran Kadir, kejadian itu bermula saat adik perempuannya diminta dokter menebus obat ibunya yang sedang terkena naiknya gula darah sehingga mengalami drop.
Perawat yang telah berkoordinasi dengan dokter meminta adiknya menebus obat di Apotek Watuliandu, jalan Kumala nomor 70 B, tanpa membawa resep ke apotek milik dokter tersebut.
Adiknya pun bergegas menuju apotek yang dimaksud, namun setelah ingin membayar, dana yang dibawa tidak cukup yakni sebesar Rp350.000, karena dari harga dua jenis obat tersebut sebesar Rp450.000. Namun pihak apotek tetap memberikan keringanan dengan memberikan obat, meski tanpa kwitansi pembelian.
Merasa ada keganjilan, Imran pun mengecek langsung ke beberapa apotek dengan berpura-pura menanyakan harga kedua obat itu yakni obat nafsu makan, dan diabetes cair untuk dicampur dalam cairan infus. Namun hanya obat diabetes saja diketahui harganya seratusan ribu lebih.
"Di tempat lain harga obat itu hanya seratusan lebih, sementara pil katanya penambah nafsu makan tidak ada yang tahu jenisnya. Nah, nanti di apotik Watuliandau itu ada, tetapi awalnya mengaku tidak ada, tapi setelah dikatakan beli disini ya, baru ada," ucap Imran menirukan penjaga apotik.
Baca: Diabetes Jadi Ancaman Masa Depan
Karena merasa dikecewakan pihak rumah sakit, Imran pun langsung membawa pulang ibunya pada Kamis (7/9) malam, sembari berobat jalan di rumah sakit lain yang lebih baik.
Secara terpisah, dokter Efendy yang berdinas di rumah sakit itu berdalih bahwa dirinya tidak menjual obat kepada pasien. Namun dirinya mengaku memang memiliki apotek.
"Kami tolong ibu Sudira itu agar cepat ditangani karena darurat, uangnya obat pun kurang tapi kami maklum. Saya memang punya apotek, tapi bukan saya menjual obat, apalagi mengarahkan pasien membeli obat di apotek. Dua jenis obat memang dibeli di apotek saya, karena obat di sini habis," ujar Efendy berdalih.
Ia mengatakan bahwa yang bersangkutan mengalami penyakit Diabetes serta menurunnya nafsu makan, terlihat pada kondisi tubuhnya yang kurus. Ia pun menyayangkan keluarga membawa pulang pasien padahal kadar gulanya masih tinggi.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto