tirto.id - Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) belum merekomendasikan pembelajaran tatap muka di sekolah karena meningkatnya penyebaran COVID-19 di tanah air.
Ketua Umum PP IDAI, Aman B Pulungan menyatakan persyaratan untuk dibukanya kembali sekolah adalah terkendalinya transmisi lokal yang ditandai angka positif yang kurang dari lima persen dan menurunnya tingkat kematian.
Jika sekolah tatap muka tetap dimulai, maka penyelenggara harus menyiapkan blended learning, yakni anak dan orang tua diberi kebebasan memilih metode pembelajaran luring atau daring. Anak yang belajar secara luring maupun daring harus memiliki hak dan perlakuan yang sama.
“Mengingat prediksi jangka waktu pandemi COVID-19 yang masih belum ditentukan, maka guru dan sekolah hendaknya mencari inovasi baru dalam proses belajar mengajar, misalnya memanfaatkan belajar di ruang terbuka seperti taman, lapangan atau sekolah di alam terbuka,” kata Aman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (28/4/2021), dikutip dari Antara.
Sementara pihak guru dan tenaga kependidikan yang berhubungan dengan anak dan orang tua atau pengasuh harus sudah divaksin. Lalu buat kelompok belajar kecil yang berinteraksi secara terbatas di sekolah, tujuannya jika ada kasus konfirmasi maka penelusuran kontak dapat dilakukan secara efisien.
Aman melanjutkan, jam masuk dan pulang bertahap untuk menghindari penumpukan. Lalu penjagaan dan pengawasan harus disiplin untuk menghindari kerumunan di gerbang sekolah.
Dia mengatakan sekolah perlu membuat pemetaan risiko adakah siswa dengan komorbid, orangtua siswa dengan komorbid, atau tinggal bersama lansia maupun guru dengan komorbid serta kondisi kesehatan atau medis anak.
Aman menyarankan snak dengan komorbiditas atau penyakit kronik tetap belajar secara daring. Contoh komorbiditas: diabetes melitus, penyakit jantung, keganasan, penyakit autoiumun, HIV, penyakit ginjal kronik, penyakit paru kronik, obesitas, sindrom tertentu.
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Gilang Ramadhan