Menuju konten utama

ICW: Penambahan Dana Parpol Harus Diikuti Transparansi

ICW mendesak agar kenaikan dana parpol harus diimbangi dengan transparansi dan akuntabilitas yang selama ini kurang menjadi perhatian.

ICW: Penambahan Dana Parpol Harus Diikuti Transparansi
(kiri ke kanan) Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Direktur Advokasi Pusat UGM Oce Madril, peneliti PUSaKO Charles Simabura, moderator Feri Amsari, peneliti Indonesian Budget Center Roy Salam dan ahli hukum keuangan negara Benny Kurnia Illahi menjadi narasumber dalam diskusi di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (21/5). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak mempersoalkan rencana pemerintah menaikkan dana partai hingga 8 kali lipat, dari sebelumnya hanya Rp108 per suara sah menjadi Rp1.000. Namun, ICW menekankan agar peningkatan dana tersebut harus diimbangi dengan transparansi dan akuntabilitas.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz mengatakan langkah pemerintah yang berusaha meningkatkan dana untuk partai politik sebagai langkah tepat. Sebab, partai memerlukan banyak dana untuk operasional sehari-hari, sehingga parpol tidak perlu memungut dana-dana ilegal dalam proses politik.

“Kalau kita bicara pilkada kan kita bicara soal uang. Sumber pendanaannya juga partai sering nyari dana dari kandidat kan? Makanya muncul mahar politik,” ujarnya dihubungi Tirto, pada Senin (28/8/2017).

Pemberian dana parpol penting karena keberadaannya merupakan hulu dari proses politik. Kata Donal, parpol merupakan lembaga yang mencari kader untuk ditempatkan di kursi-kursi pemerintahan, baik DPRD dan DPR, kepala daerah hingga Presiden.

Mereka melakukan seleksi dan penjaringan demi mendapatkan kader terbaik untuk menduduki kursi-kursi strategis di pemerintahan. Dengan pemberian dana lebih besar, kata Donal, partai bisa lebih leluasa bergerak dan meninggalkan kebiasaan mencari dana-dana siluman untuk operasionalnya, seperti mahar politik.

Selain itu, parpol juga memerlukan dana untuk musyawarah kerja, mulai dari tingkat nasional hingga daerah. Selama ini, Donal menilai, musyawarah-musyawarah partai seringkali tidak berjalan demokratis akibat partai kekurangan dana. Solusinya, sejumlah konglomerat akhirnya ikut bergabung dalam partai dan berusaha menggunakan kekayaan mereka untuk menguasai partai tersebut untuk kepentingannya.

“Seluruh kehidupan negara berurusan dengan partai. Partai cuma dapat dana 0,0006 persen. Ya enggak salah juga partai korup. Perilaku korup salah ya. Cuma ya kondisi ini yang membebani mereka jadi berperilaku korupsi,” kata Donal.

Baca juga: Jerat Korupsi Bendahara Partai

Namun demikian, Donal melihat pemerintah tidak sepenuhnya berupaya untuk memperbaiki partai politik secara menyeluruh. Seharusnya, pemerintah juga memaksa partai politik meningkatkan transparansi publik, akuntabilitas, serta demokratisasi partai.

Karena itu, kata Donal, sudah sewajarnya pemerintah membuat regulasi yang mendukung upaya partai meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam laporan keuangannya sebelum pemerintah merealisasikan kenaikan dana parpol tersebut.

Pernyataan aktivis ICW tersebut bukan tanpa dasar. Donal bercerita, hasil kajian bersama antara lembaganya dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan angka kasar Rp1.037 per suara sah dan kemudian direkomendasikan kepada pemerintah. Namun, angka tersebut dinilai masih belum ideal, sebab selama ini parpol kerap menutupi laporan keuangan mereka.

Selama ini, kata Donal, parpol melakukan audit berdasarkan lembaga yang ditunjuk parpol. “Kita sulit mematok angka ideal untuk partai karena angka ideal itu harus ditemukan dari berapa kebutuhan partai. Harusnya begitu, sementara partai enggak terbuka berapa kebutuhan, berapa pengeluaran selama ini,” ujarnya.

Aktivis ICW ini menegaskan, dana ideal dari negara untuk satu parpol sebesar 30 persen dari total pengeluaran parpol. Selebihnya, pendapatan parpol bisa diambil dari sumbangan kader, maupun badan usaha milik partai. Semua itu harus diatur dalam undang-undang.

Baca juga: Dana untuk Partai Politik Akan Naik 8 Kali Lipat

Sayangnya, selama ini meskipun uang negara sudah masuk ke rekening parpol, auditor negara, yakni BPK tidak bisa mengaudit seluruh keuangan parpol. Padahal, hasil audit keuangan BPK tersebut bisa dijadikan acuan untuk menentukan besaran bantuan ideal untuk parpol.

Karena itu, Donal menyarankan agar pemerintah merevisi UU Partai Politik terlebih dahulu. Dengan demikian, semangat untuk membangun partai bisa terlaksana dengan baik. Apabila tidak, ia justru khawatir pemberian dana hanya sebatas bagi-bagi uang saja.

“Saya sanksi peningkatan dana ini akan memberikan impak yang besar untuk memperbaiki partai karena tidak dibarengi atau diikuti peningkatan transparansi akuntabilitas membangun keterbukaan, demokrasi internal partai menjadi lebih baik,” ujarnya.

Saat mengisi acara 'Workshop Nasional Perempuan Legislatif Partai Golkar' di Hotel Sultan, Minggu (27/8/2017), Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan jika pemerintah akan menaikkan dana bantuan partai hingga 8 kali lipat, dari Rp108 menjadi Rp1.000 per suara sah.

Penetapan kenaikan dana parpol tersebut tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor 277/MK.02/2017 pada 29 Maret 2017. Kenaikan dana parpol juga diikuti dengan revisi PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol.

“Memang KPK merekomendasikan itu, karena Parpol harus berfungsi tanpa melakukan korupsi. Kan banyak yang bilang, saya korupsi untuk partai saya, untuk ongkos politik,” kata Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait DANA PARPOL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz