Menuju konten utama

Gerindra Nilai Aneh Gugatan Masa Jabatan Ketum Parpol ke MK

Habiburokhman mempersoalkan uji materi pemohon soal masa jabatan ketum parpol ke MK. Ia meminta pemohon mendirikan partai sendiri.

Gerindra Nilai Aneh Gugatan Masa Jabatan Ketum Parpol ke MK
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo, Ketua Umum Bidang Hukum DPP Partai Gerindra Habiburokhman, dan Wakil Sekjen DPP PAN Erwin Izharrudin menyampaikan pendapatnya pada diskusi Melodrama Capres-Cawapres di Jakarta, Sabtu (11/8/2018). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai aneh perihal gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta masa jabatan ketua umum partai politik (parpol) dibatasi cukup dua periode. Sebab, jabatan parpol merupakan ranah masing-masing partai.

"Itu aneh, ya. Pertama soal jabatan, itu lebih dalam lagi, lebih spesial lagi daripada legal policy. Kalau open legal policy itu kan di DPR, kalau jabatan parpol itu ada di masing-masing partai politik," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/6/2023).

Ia mempersoalkan uji materi pemohon ke MK itu. Habiburokhman meminta pemohon mendirikan partai sendiri.

"Kalau mau bikin partai yang masa jabatan paling lama dua periode ketumnya, dia bikin aja partai, bikin partai sendiri kumpulkan orang-orang yang satu pemahaman lalu bikin aturan tersebut di partai yang dia bikin," ucap Habiburokhman.

Ia mengatakan partai politik dibentuk oleh orang-orang yang satu pemikiran sebagai kebebasan berekspresi dan berorganisasi. Oleh karena itu, kata dia, sebaiknya pemohon bikin parpol jika ingin mengatur partai politik lain.

"Aneh sekali sesuatu yang oleh negara pengaturan partai politik dijaga banget tidak diintervensi dan tidak dimasukkan ke dalam undang undang," ucap Habiburokhman.

Ia menyebutkan negara telah menyerahkan pilihan ketua umum kepada anggota partai politik.

"Kok mau dirampok, mau diserahkan kepada negara lewat pengaturan undang-undang ini. Kan, kebalik menjungkirbalikkan akal sehat demokrasi ini orang. Saya pikir aneh sekali ya nggak tahu dasarnya apa-apa karena ketidaktahuan atau dasar lain," kata Habiburokhman.

Habiburokhman mengatakan semua partai politik tidak menutup kemungkinan akan menolak soal judicial review pemohon itu ke MK. Namun, lanjut dia, persoalannya bukan soal itu.

"Bukan soal ikut menolak, silakan saja," kata dia.

Ia mengatakan partai politik bebas menentukan masa jabatan paling lama ketumnya. Sebab, hal itu berdasarkan anggaran dasar masing-masing partai politik.

"Nggak ada yang melarang, kalau negara melarangnya lewat pengaturan undang-undang, itu perampokan namanya. Perampok hak anggota partai politik menentukan ketumnya," tukas Habiburokhman.

Habiburokhman menegaskan perlu diingat bahwa 90 persen pembiayaannya partai politik 90 persen swadaya oleh masing-masing parpol.

"Masa negara mau ngatur. Kecuali seratus persen dibiayai oleh negara. Kayak DPR misalnya, masuk akal," pungkas Habiburokhman.

Eliadi Hulu asal Nias dan Saiful Salim asal Yogyakarta melayangkan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dua orang tersebut menyoroti Pasal 23 Ayat 1, yang berbunyi "Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART".

Para penggugat meminta supaya masa jabatan pimpinan parpol di Indonesia dibatasi selama maksimal dua periode saja.

"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah saatnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," kata Eliadi dan Saiful dalam gugatannya dilansir dari situs resmi MK, Senin.

Baca juga artikel terkait GUGATAN UU PARPOL atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Reja Hidayat