Menuju konten utama

UU Parpol Digugat ke MK, Didesak Atur soal Masa Jabatan Ketum

Para penggungat meminta supaya masa jabatan pimpinan parpol di Indonesia dibatasi selama maksimal dua periode saja.

UU Parpol Digugat ke MK, Didesak Atur soal Masa Jabatan Ketum
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) berbincang dengan Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri (kanan) saat menghadiri pemakaman ibu negara Ani Yudhoyono di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMP) Kalibata, Jakarta, Minggu (2/6/2019). ANTARA FOTO/Olhe/Lmo/nz

tirto.id - Eliadi Hulu asal Nias dan Saiful Salim asal Yogyakarta melayangkan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dua orang tersebut menyoroti Pasal 23 Ayat 1, yang berbunyi "Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART".

Para penggungat meminta supaya masa jabatan pimpinan parpol di Indonesia dibatasi selama maksimal dua periode saja.

"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah saatnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," kata Eliadi dan Saiful dalam gugatannya dilansir dari situs resmi MK, Senin (26/6/2023).

Pelapor lalu mencontohkan sistem kepemimpinan dua partai politik, yaitu PDIP dan Demokrat yang mereka anggap telah membentuk dinasti politik.

"Ketua Umum PDI Perjuangan (Megawati Soekarnoputri) sudah 24 tahun dan anaknya menjadi Ketua PDI Perjuangan. Adapun Partai Demokrat, dari Ketum SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) menurun ke anaknya, AHY dan SBY bergeser menjadi Ketua Majelis Tinggi," ujar Eliadi dan Saiful dalam gugatannya.

"Hal ini telah membuktikan adanya dinasti dalam tubuh parpol," imbuhnya.

Eliadi dan Saiful menilai hal tersebut paradoks dengan tujuan dibentuknya parpol ssbagai pilar dan instrumen demokrasi untuk Indonesia. Oleh sebab itu, pembatasan masa jabatan ketua umum parpol perlu diatur.

"Menjadi paradoks bilamana status parpol sebagai tonggak, pilar dan penggerak demokrasi, namun tidak melaksanakan nilai dan prinsip dari demokrasi itu sendiri," katanya.

Baca juga artikel terkait UU PARTAI POLITIK atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto