tirto.id - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra mencecar KPU Provinsi Sulawesi Selatan perihal dugaan banyaknya pemilih yang hadir ke tempat pemungutan suara (TPS), tetapi tidak menandatangani daftar hadir. Hal tersebut juga dilakukan Hakim Konstitusi, Arsul Sani dalam sidang lanjutan perkara sengketa Pilkada Sulawesi Selatan di MK, Rabu (22/1/2025).
Awalnya, KPU Provinsi Sulawesi Selatan membantah dugaan manipulasi daftar hadir pemilih secara masif di Pilkada Sulsel 2024 yang didalilkan oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel Nomor Urut 1 Moh Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad.
"Dalil pemohon mengenai manipulasi daftar hadir pemilih tetap secara masif di Sulsel adalah tidak benar, Termohon (KPU Sulsel) tidak pernah melakukan manipulasi dalam bentuk apa pun," ucap kuasa hukum KPU Sulsel, Hifdzil Alim, dilansir dari Antara.
Hifdzil menjelaskan bahwa berdasarkan klarifikasi kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), para pemilih yang tidak menandatangani daftar hadir disebut karena terburu-buru.
"Memang yang disampaikan oleh KPPS bahwa prosedurnya pemilih datang, mengumpulkan menumpuk [formulir] C Pemberitahuan terlebih dahulu, kemudian setelah itu mereka ingin cepat-cepat pengin mencoblos. Padahal, sudah diingatkan oleh badan ad hoc kami untuk antre," ucap dia.
Di samping itu, Hifdzil menjelaskan, pemilih yang tidak menandatangani daftar hadir mencelupkan jari ke dalam tinta yang disediakan. Oleh sebab itu, pemilih yang telah menyalurkan hak pilihnya tetap dapat diketahui, meski tidak membubuhkan tanda tangan dalam daftar hadir.
KPU Sulsel juga membantah dalil Ramdhan-Azhar berkaitan tudingan tidak didistribusikannya formulir C Pemberitahuan kepada pemilih. Hifdzil menekankan bahwa KPU Sulsel telah mendistribusikan formulir dimaksud, tetapi ada pemilih yang sudah meninggal dunia, pindah alamat, pindah memilih, atau tidak dikenal.
Mendengar jawaban dari KPU sebagai termohon, Saldi Isra menilai KPU dan Bawaslu Sulawesi Selatan tak menjelaskan secara komprehensif dan detail.
"Jumlah sejuta itu kan signifikan. Makanya kami ingin penjelasan yang agak komprehensif dari termohon berkaitan dengan ini. Kan di situ itu, pemilih begini dan banyak tanda yang sama dan segala macamnya. Itu yang kami perlukan penjelasannya. Tolong itu jelaskan agak detail," cecar Saldi.
Menurut Saldi, Kota Makassar sebagai ibu kota dari Sulawesi Selatan bukan daerah yang tingkat pendidikannya rendah. Sehingga, ia menilai apa yang disampaikan pihak KPU Sulawesi Selatan tak masuk akal.
"Masa orang datang memilih tidak tanda tangan dengan jumlah yang banyak, itu harus dikasihkan rasionalnya ke kami dengan bukti-bukti yang kuat," jelas Saldi.
"Kalau satu dua lupa itu masuk akal, tapi kalau puluhan orang tidak tanda tangan dalam satu TPS itu pertanyaan besar?" imbuh Saldi.
Menyikapi jalannya persidangan, Juru Bicara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan nomor urut 1, Moh Ramdhan "Danny" Pomanto - Azhar Arsyad (DIA), Asri Tadda, optimistis akan memenangi gugatan di MK.
"Alhamdulillah, kita sudah mengikuti jalannya sidang. Terlihat bahwa pihak termohon, dalam hal ini KPU Sulsel, termasuk juga Bawaslu Sulsel, begitu sulit menjelaskan soal fakta pemilih tanpa tanda tangan atau tanda tangan pemilih yang dipalsukan," ujar Asri.
Diketahui, gugatan utama pasangan DIA ke MK berkisar pada dugaan tanda tangan palsu yang tersebar di setiap TPS se-Sulawesi Selatan. Tim Danny-Azhar menemukan dugaan tanda tangan palsu yang jumlahnya mencapai 90 hingga 130 per TPS.