Menuju konten utama

PPP & PDIP Nilai MK Tak Tepat Mengatur Masa Jabatan Ketum Parpol

Menurut Arsul Sani, masa jabatan ketua umum merupakan kontrak para pemangku kepentingan parpol yang dijamin konstisusi sebagai wujud kebebasan berserikat.

PPP & PDIP Nilai MK Tak Tepat Mengatur Masa Jabatan Ketum Parpol
Plt Ketum PPP Mardiono (baris pertama kanan) bersama dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani (baris pertama kiri) didampingi sejumlah pengurus partai PDIP dan PPP memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan di Kantor DPP PPP, Jakarta, Senin (29/5/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id - Wakil Ketua Umum (Waketum) PPP Arsul Sani mengatakan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan ketua umum partai politik merupakan hak warga negara yang harus hormati. Bagi PPP, kata Arsul substansi uji materi oleh pemohon itu sendiri bukanlah sebuah masalah di PPP.

"Karena AD/ART PPP sudah lama mengatur bahwa seseorang hanya dapat menjabat ketum PPP selama dua periode saja, dimana setiap periodenya maksimal lima tahun," kata Arsul saat dihubungi reporter Tirto, Senin (26/6/2023).

Anggota Komisi III DPR RI itu mengatakan persoalan masa jabatan ketum parpol sebenarnya adalah open legal policy atau kebijakan yang terbuka sesuai dengan kesepakatan atau keputusan dari forum permusyawaratan parpol yang bersangkutan.

Oleh karena itu, lanjut dia, dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pun, pembentuk undang-undang hingga MK tidak perlu ikut campur dengan mengaturnya.

Sebab, kata Arsul, hal itu merupakan "kontrak" di antara para pemangku kepentingan di parpol masing-masing yang juga dijamin oleh konstitusi sebagai bentuk dari kebebasan berserikat atau berorganisasi.

"Nah, kalau pembentuk UU saja tidak ikut campur, maka hemat saya tidak pas juga kalau MK juga turut campur mengatur soal berapa periode orang jadi ketum parpol," tutur Arsul Sani.

Terpisah, politikus PDIP Deddy Sitorus mengatakan gugatan itu sangat tidak tepat dan layak.

"Sama sekali tidak layak, itu sama saja meminta negara campur tangan urusan parpol/masyarakat sipil," kata Deddy kepada reporter Tirto.

Sekretaris Tim Koordinasi Relawan Pemenangan untuk Ganjar Pranowo itu mengatakan negara hanya boleh ikut campur terkait institusi atau organisasi yang merupakan perpanjangan tangan negara (state auxilary institutions).

"Kalau partai politik, itu kedaulatan anggota partai politik tersebut untuk mengatur soal kepemimpinan," terang Deddy Sitorus.

Eliadi Hulu asal Nias dan Saiful Salim asal Yogyakarta melayangkan gugatan terhadap UU Partai Politik. Dua orang tersebut menyoroti Pasal 23 Ayat 1, yang berbunyi "Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART".

Para penggugat meminta supaya masa jabatan pimpinan parpol di Indonesia dibatasi selama maksimal dua periode saja.

"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah saatnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," kata Eliadi dan Saiful dalam gugatannya dilansir dari situs resmi MK, Senin.

Baca juga artikel terkait UU PARTAI POLITIK atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto