Menuju konten utama

ICW: Jokowi Sangat Terlambat Membentuk Pansel KPK 2024-2029

ICW meminta panitia seleksi calon pimpinan KPK tidak meloloskan peserta yang membawa kepentingan partai politik tertentu.

ICW: Jokowi Sangat Terlambat Membentuk Pansel KPK 2024-2029
Logo ICW. FOTO/www.antikorupsi.org

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pembentukan panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2024-2029 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan, menuturkan pembentukan pansel yang dilakukan Jokowi terlambat. Hal tersebut dilihat dari lima tahun lalu, pada 2019, Jokowi telah membentuk pansel pada pertengahan bulan Mei 2019.

"Bagi kami, Presiden sangat lambat dan molor dalam membentuk pansel komisioner dan Dewas KPK" kata Kurnia kepada wartawan, Kamis (30/5/2024)

Kurnia mengatakan, terlambatnya pembentukan pansel ini berpengaruh secara langsung pada rentan waktu pencarian dan penjaringan seleksi komisioner dan Dewas KPK. Terlebih, tahun ini berbeda dari lima tahun lalu, pada 2019 pansel hanya ditugaskan untuk melakukan pemilihan lima komisioner KPK.

"Jangan lupa kalau dulu tahun 2019 pansel hanya mencari pimpinan KPK atau komisioner KPK, akan tetapi tahun 2024 pansel mencari 5 komisioner dan 5 orang anggota Dewan Pengawas KPK" tutur Kurnia.

Kurnia juga menyoroti komposisi pansel yang dibentuk oleh Jokowi. Seperti yang diketahui, anggota Pansel kali ini adalah lima orang yang berasal dari perwakilan pemerintah, dan empat orang dari unsur masyarakat.

Dominasi anggota pansel yang merupakan perwakilan dari pemerintah menimbulkan dugaan adanya intervensi pemerintah dalam pemilihan komisioner dan Dewas KPK.

"Dengan komposisi dominasi pemerintah itu timbul sangka-sangka di tengah masyarakat terkait dengan adanya dugaan atau keinginan pemerintah untuk care-cawe atau intervensi dalam proses penjaringan," ucap Kurnia.

Selanjutnya, Kurnia juga meminta kepada para pansel untuk menyoroti rekam jejak para calon komisioner, dan calon Dewas KPK, baik rekam jejak hukum, maupun rekam jejak etik para calon. Lebih lanjut, Kurnia juga menyinggung soal pemilihan Firly Bahuri pada 2019 lalu.

"Kekhawatiran masyarakat akhirnya benar, ketika yang bersangkutan [Firly Bahuri] terpilih, tersandung permasalahan etik bahkan tersandung permasalahan hukum" kata Kurnia.

Selain itu, Kurnia mendesak pansel agar para calon pendaftar, baik penyelenggara negara aktif maupun mantan penyelenggara negara untuk patuh dalam melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Menurutnya, apabila para pendaftar tidak dapat patuh dalam melaporkan LHKPN, pansel harus segera menggugurkan pendaftar tersebut dari awal proses penyeleksian.

"Ketika penyelenggara negara atau mantan penyelenggara negara tidak patuh melaporkan LHKPN, maka itu harus dicoret sejak awal proses seleksi,” ucap Kurnia.

Kurnia berharap, agar pansel turut menyoroti latar belakang para pendaftar, agar tidak membawa agenda kelompok tertentu, maupun kepentingan partai politik apabila terpilih sebagai komisioner maupun Dewas KPK.

"Kami berharap agar Pansel dapat selektif dalam menilai independensi pendaftar, jangan sampai pendaftar komisioner dan Dewas KPK membawa agenda kelompok tertentu, maupun membawa kepentingan partai politik tertentu," pungkas Kurnia.

Terakhir, ICW juga berharap para pansel lebih proaktif untuk mengajak orang-orang yang berkompeten, mendaftar sebagai komisioner dan Dewas KPK.

Baca juga artikel terkait CALON PIMPINAN KPK atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Intan Umbari Prihatin