tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha melihat proses pemilihan penjabat kepala daerah yang dimulai pada Mei 2022 sarat akan kepentingan yang membahayakan anggaran negara terutama dari sektor APBD.
"Seperti kita ketahui APBD itu rawan bancakan dan banyak pihak yang berusaha mencari keuntungan," kata Egi saat dihubungi Tirto pada Rabu (20/4/2022).
Hal itu patut menjadi kekhawatiran karena sejumlah kepala daerah yang akan habis masa jabatannya mengelola keuangan yang jumlahnya mencapai triliunan.
Dilansir dari Kementerian Keuangan, DKI Jakarta menjadi provinsi tertinggi nilai APBD dan kepala daerahnya akan diisi oleh penjabat pada Oktober mendatang.
Melihat hal tersebut Egi meminta kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk membuka kepada publik proses pemilihan penjabat kepala daerah.
"Saat ini ada dua problem bahwa dalam Undang-Undang Dasar sudah jelas bahwa kepala daerah itu dipimpin pemerintah demokratis, namun hingga saat ini belum ada rincian yang jelas dari pemerintah bagaimana penjabat daerah dipilih," jelasnya.
Menurutnya hal yang perlu diatur adalah proses pemilihan agar tidak hanya melibatkan aktor dari pemerintah pusat atau Kemendagri saja.
"Semua lembaga juga harus ikut mengawasi, dari BPK, KPK hingga masyarakat. Karena tanpa ada partisipasi publik, maka akan memperbesar ruang gelap yang bisa menjadi celah korupsi," terangnya.
Egi menyampaikan, kemungkinan terburuk apabila tidak ada transparansi atau partisipasi publik yaitu adanya titipan dari kelompok tertentu yang justru membahayakan demokrasi.
"Tentu ini patut diawasi karena penjabat memiliki kekuasaan dalam kurun waktu 2 tahun hingga Pemilu serentak dilaksanakan pada 2024 mendatang," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benni Irwan menjelaskan bahwa pihaknya akan tetap memperhatikan para penjabat kepala daerah dalam bekerja.
"Mereka nantinya akan diuji dengan situasi dan kondisi di lapangan. Tentunya hal ini butuh pengawasan dari publik, media hingga LSM," ujarnya.
Benni menyebut ada 4 batasan yang tidak boleh dilanggar oleh penjabat kepala daerah yaitu dilarang melakukan mutasi pegawai; dilarang membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan oleh pejabat sebelumnya; dilarang membuat kebijakan pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
"4 hal tersebut bisa dilakukan dengan persetujuan tertulis dari menteri dalam negeri," pungkasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto