tirto.id - Pakar keamanan siber dari Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, mengkritisi tata kelola keamanan siber dan manajemen risiko di Indonesia yang tidak berfungsi dengan baik. Hal itu menyusul masalah serangan brain chiper ransomware terhadap Pusat Data Nasional (PDN).
Ardi menjelaskan serangan terhadap server PDN merupakan musibah bersama. Pasalnya, dia menilai tidak memiliki jaminan Indonesia luput dari ancaman siber. Apalagi, negara lain seperti di Belanda juga menghadapi ancaman serupa.
"Apa yang terjadi dengan PDN sama, kok, bisa? Artinya ada sesuatu yang tidak berfungsi dengan baik, ada tata kelola yang tidak diikuti, manajemen risiko yang tidak dipahami banyak isu di situ," kata Ardi di JW Marriott, Mega Kuningan Jakarta, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2024).
Sementara itu, Ardi berharap insiden serangan terhadap PDN menyalahkan satu pihak. Dia menilai insiden ini menjadi peringatan bagi semua masyarakat Indonesia agar sadar dan kritis terhadap teknologi.
"Kita juga harus sadar, kita, kan, konsumen semua, sebagai konsumen mau menempatkan data kita, kita harus kritis, masa kita beli sesuatu enggak nanya, ini kita harus ubah. Saya katakan bahwa kita harus sadar diri di era teknologi, harus kritis, kita harus ingat bangsa kita hanya konsumen," ucap Ardi.
Ardi mengatakan teknologi yang dinikmati masyarakat saat ini merupakan bukan buatan anak bangsa. Sebab itu, Ardi meminta agar penikmat teknologi harus daftar dan kritis memilah teknologi.
"Kita harus memiliki sikap kritis dalam memilih dan memilah teknologi termasuk juga risiko-risikonya," tukas Ardi.
Lebih lanjut, dia mengatakan semua teknologi memiliki risiko dan dampak kurang baik. Dia menjelaskan insiden yang dialami PDN harus dijadikan momentum agar pemerintah perlu berbenah ke depan sehingga menjadi akhir dari bahaya ancaman siber.
"Kita gunakan momentum ini sebagai akhir. Semoga ke depan insiden ini gak ada lagi, karena yang namanya ancaman siber itu merupakan menjadi ancaman keamanan nasional," tutup Ardi.
Sebelumnya, Pemerintah sebelumnya membenarkan bahwa gangguan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang mengakibatkan gangguan layanan publik akibat virus LockBit. Salah satu layanan yang terganggu adalah layanan keimigrasian.
Virus berjenis ransomware ini dilakukan tim peretas LockBit yang meminta uang tebusan 8 juta dolar AS agar sistem kembali normal.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Intan Umbari Prihatin