tirto.id - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022, Harvey Moeis, akan menjalani sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung, Senin (9/12/2024).
Sidang terhadap Harvey yang dalam kasus ini sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin, diumumkan oleh Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, pada sidang sebelumnya.
"Kita jadwalkan tanggal 9 itu tuntutan udah, tuntutan," kata Eko dalam ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
Diketahui, Harvey Moeis disebut mengumpulkan biaya pengamanan bijih timah dari perusahaan-perusahaan smelter swasta, totalnya hingga Rp420 miliar.
Hal tersebut diungkapkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) saat membacakan surat dakwaan terhadap Harvey di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).
Pembayaran itu, dilakukan oleh CV Venus Intiperkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa. Masing-masing perusahaan membayar sebesar US$500 sampai US$750 per ton.
Empat perusahaan tersebut dan perusahaan yang dikelola Harvey, PT Refined Bangka Tin, merupakan perusahaan-perusahaan yang memperoleh crude tin sebanyak kurang lebih 6,3 juta kg.
Hal tersebut, dilakukan dengan cara mengumpulkan bijih timah illegal dari kolektor-kolektor yang terafiliasi dengan 5 smelter tersebut dan dari perusahaan-perusahaan cangkang/boneka milik 5 (lima) smelter yang mendapat SPK dari PT Timah.
Lebih lanjut, biaya pengamanan sebesar US$500 sampai dengan US$750 per ton tersebut, dihitung dari jumlah hasil peleburan timah dengan PT Timah, dan dicatat seolah-olah sebagai coorporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh terdakwa Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin.
Kemudian, jaksa menyebut para pemilik smelter swasta ini memberikan dana pengamanan secara langsung ke Harvey dan melalui rekening PT Quantum Skyline Exchange milik Helena Lim atau ke money Changer lainnya yang telah ditunjuk oleh Helena, dengan total transaksi Rp420 miliar.
"PT Quantum Skyline Exchange merupakan milik Helena, akan tetapi Helena telah menempatkan Kristiono sebagai direktur dan pemilik saham," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Lalu, saat uang tersebut telah diterima oleh Helena, kemudian dia akan menghubungi Harvey untuk menerima dana pengamanan itu.
"Bahwa bantuan yang diberikan Helena selain menerima dan mendistribusikan uang dari smelter swasta, Helena juga tidak melaporkan semua transaksi terkait dengan perusahaan smelter tersebut ke BI dan PPATK," ujar jaksa.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Anggun P Situmorang