tirto.id - Hari TNI AU diperingati pada tanggal 9 April setiap tahunnya. Hal ini berkaitan dengan sejarah berdirinya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, yaitu pada tanggal 9 April 1946.
Tahun ini, Hari TNI AU ke-75 mengambil tema “Dilandasi Jiwa Ksatria, Loyal, Militan dan profesional, TNI AU siap mendukung percepatan penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional”.
Sejarah Hari TNI AU
Sejarah lahirnya TNI AU bermula dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada Tanggal 23 Agustus 1945, guna memperkuat Armada Udara yang saat itu sangat kekurangan pesawat terbang dan fasilitas-fasilitas lainnya, demikian seperti dikutip laman resmi TNI AU.
Sejalan dengan perkembangannya berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan nama TKR jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.
Kemudian, pada 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara.
Setelah itu, pada tanggal 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti dengan Angkatan Udara Republik Indonesia.
Kini, peristiwa tersebut diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Tujuan Peringatan Hari TNI AU
Salah satu Sejarah monumental yang selalu diperingati jajaran TNI AU setiap tahun adalah apa yang dinamakan Hari Bhakti TNI AU.
Peringatan Hari Bhakti TNI AU, dilatarbelakangi oleh dua peristiwa yang terjadi dalam satu hari pada 29 Juli 1947.
Peristiwa pertama, pada pagi hari, tiga kadet penerbang TNI AU, masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Peristiwa kedua, jatuhnya pesawat DAKOTA VT-CLA yang megakibatkan gugurnya tiga perintis TNI AU masing-masing Adisutjipto, Abdurahman Saleh dan Adisumarmo.
Pesawat Dakota yang jatuh di daerah Ngoto, selatan Yogyakarta itu bukanlah pesawat militer, melainkan pesawat sipil yang disewa oleh pemerintah Indonesia untuk membawa bantuan obat-obatan Palang Merah Malaya.
Penembakan dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk, yang merasa kesal atas pengeboman para kadet TNI AU pada pagi harinya.
Untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanan ketiga perintis TNI AU tersebut, sejak Juli 2000, di lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA (Ngoto) telah dibangun sebuah monumen perjuangan TNI AU.
Di lokasi tersebut juga dibangun tugu dan relief tentang dua peristiwa yang melatarbelakanginya.
Di lokasi monumen juga dibangun makam Adisutjipto dan Abdurachman Saleh beserta istri-istri mereka.
Editor: Dhita Koesno