tirto.id - Harga minyak dunia merosot sekitar dua persen pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB). Hal ini memperpanjang kerugian pekan sebelumnya menjelang kenaikan suku bunga di beberapa negara dan ekspor Rusia tetap kuat.
Dikutip dari Antara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret tergelincir 1,78 dolar AS atau 2,23 persen, menjadi menetap di 77,9 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, penurunan tertajam dalam hampir empat minggu.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret terpangkas 1,76 dolar AS atau 2,03 persen, menjadi ditutup pada 84,9 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Kemudian untuk pekan perdagangan yang berakhir 27 Januari, WTI turun 2,4 persen, sementara Brent turun 1,1 persen, berdasarkan kontrak bulan depan. Penurunan harga terjadi menjelang para menteri utama dari anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang dijadwalkan akan mengadakan pertemuan virtual pada Rabu (1/2/2023). Pertemuan tersebut diprediksi tidak akan mengubah kebijakan produksi.
Para pedagang juga menunggu keputusan suku bunga dari bank-bank sentral utama dengan Federal Reserve AS akan memulai pertemuan kebijakan dua hari pada Selasa waktu setempat serta Bank Sentral Eropa akan bertemu pada Kamis (2/2/2023).
"Kami melihat sentimen 'risk back off' dari reli dua minggu terakhir di tengah gagasan bahwa suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat permintaan lebih cepat," kata Wakil presiden senior perdagangan, Dennis Kissler di BOK Financial seperti dikutip oleh Reuters.
Pasar juga berada di bawah tekanan dari indikasi pasokan Rusia yang kuat meskipun larangan Uni Eropa dan pembatasan harga G7 diberlakukan atas invasi ke Ukraina. Kedua, harga acuan minyak minggu lalu mencatat kerugian mingguan pertama mereka dalam tiga pekan.
Pada Senin (30/1/2023) pagi, harga minyak naik karena ketegangan di Timur Tengah setelah serangan pesawat tak berawak di Iran dan harapan akan permintaan China yang lebih tinggi.
Meskipun belum jelas apa yang terjadi di Iran, setiap eskalasi di sana berpotensi mengganggu aliran minyak mentah, kata Stefano Grasso, manajer portofolio senior di 8VantEdge di Singapura.
Harapan untuk kenaikan permintaan China telah mendorong minyak pada tahun 2023. Importir minyak mentah terbesar dunia berjanji selama akhir pekan akan meningkatkan pemulihan konsumsi yang akan mendukung permintaan.
"Pasar telah memperkirakan kenaikan permintaan sebagian besar dari China sehingga para pedagang menunggu dan melihat sikap untuk tanda-tanda yang jelas dari tarikan permintaan," tambah Kissler.
Editor: Intan Umbari Prihatin