tirto.id - Harga minyak melonjak ke level tertinggi tahun ini pada Rabu (25/5/2016) setelah data menunjukkan adanya penurunan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang meningkatkan ekspektasi pengetatan pasar global.
Kontrak berjangka minyak utama bergerak naik mendekati 50 dolar AS per barel. Patokan minyak AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Juli naik 94 sen menjadi berakhir di 49,56 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan patokan minyak Eropa, Brent North Sea, untuk pengiriman Juli menetap pada 49,74 dolar AS per barel.
Dalam laporan mingguannya, Departemen Energi AS menyatakan bahwa persediaan minyak mentah komersial AS turun 4,2 juta barel menjadi 537,1 juta barel dalam pekan yang berakhir 20 Mei.
Sementara itu, menurut Badan Informasi Energi AS, produksi minyak negara itu mengalami penurunan sebesar 24.000 barel menjadi 8,767 juta barel per hari.
"Kita mengalami pengurangan minyak mentah utama, yang benar-benar membawa kita melalui reli hari ini," kata Matt Smith dari ClipperData.
"Ketika kau melihat persediaan, orang mulai menyadari permintaan akan kuat dan produksi mulai surut, dan itu akan membuat pasar kembali dalam keseimbangan," kata Phil Flynn dari Price Futures Group seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (26/5/2016).
Faktor lain yang menyebabkan harga minyak kembali menguat yakni kebakaran hutan selama berminggu-minggu yang terjadi di Kanada sehingga menahan produksi minyak serta kerusuhan yang mempengaruhi infrastruktur energi di Nigeria yang merupakan eksportir minyak terbesar di Afrika.
Namun Analis Commerzbank Carsten Fritsch mengatakan, penguatan kembali harga minyak ini tidak akan berlangsung lama.
"Terlebih lagi, produksi minyak secara bertahap akan kembali pulih di daerah-daerah Kanada yang dilanda kebakaran hutan, Oleh karena itu kami tidak memperkirakan melihat harga tetap berada di atas 50 dolar AS per barel untuk waktu yang lama" katanya dalam sebuah catatan penelitian.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara