Menuju konten utama

Harga Beras Naik, Kementan Ungkap Biang Keroknya

Kenaikan harga beras dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kesulitan pupuk, hingga para petani yang tidak menggunakan pupuk non subsidi.

Harga Beras Naik, Kementan Ungkap Biang Keroknya
Pekerja membersihkan beras yang akan dijual di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (14/9/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Kementerian Pertanian mengakui harga beras saat ini naik. Hal itu dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kesulitan pupuk hingga petani yang tidak menggunakan pupuk subsidi, tetapi non subsidi.

"Kalau tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga pupuk, setiap tahun harga gabah di musim saat ini (Oktober-Desember) selalu tinggi daripada musim tanam sebelumnya," kata Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Moh Ismail Wahab dikutip dari Antara, Senin (21/11/2022).

Kenaikan harga beras juga dipicu sentimen negatif terhadap cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Perusahaan Umum Bulog yang dianggap tipis.

"Pasar berpikir bahwa pemerintah tidak punya alat untuk memberikan sentimen positif dalam menekan harga karena stok tidak banyak," bebernya.

Walaupun harga beras sedang mahal, pihaknya memastikan produksi beras nasional dalam kondisi aman hingga akhir tahun. Ditambah peluang tambahan stok pada produksi periode Oktober-Desember 2022 diperkirakan mencapai 5 sampai 6 juta ton beras.

"Periode Oktober-Desember 2022 ini diprediksi akan ada gabah kering giling (GKG) mencapai 10,24 juta ton. Kalau jadi beras, kira-kira 5 hingga 6 juta ton," jelasnya.

Perkiraan tersebut membuat produksi padi pada periode Oktober-Desember 2022 lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu. Kenaikannya 15,06 persen atau setara 1,34 juta ton GKG.

Total produksi padi 2022 diproyeksikan meningkat 2,31 persen (1,25 juta ton) dari 2021 sehingga secara kumulatif mencapai 55,67 juta ton. Jika dikonversi ke beras, lanjutnya, produksi tahun 2022 diperkirakan mencapai 32 juta ton. Sementara kebutuhan konsumsi setahun sebesar 30,2 juta ton.

Artinya, kata dia, pada tahun ini diperkirakan surplus beras mencapai 1,8 juta ton. Apabila ditambah surplus tahun sebelumnya, jumlah surplus mencapai 5,7 juta ton beras.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menjelaskan saat ini stok CBP menipis. Hal itu terjadi karena produksi padi terbatas dan harga jual tinggi.

Budi Waseso mengaku kesulitan membeli beras atau gabah di tingkat produsen karena keterbatasan pasokan di tingkat penggilingan maupun petani. Bulog, kata Budi, telah mengumpulkan para mitra pengusaha penggilingan padi dan telah membuat perjanjian untuk bisa menyerap 500 ribu ton beras hingga Desember 2022.

Lebih lanjut dia menjelaskan hingga 16 November 2022, Bulog baru bisa menyerap 92 ribu ton karena sudah tidak ada stok beras tingkat penggilingan padi. Imbasnya, CBP saat ini di gudang Bulog hanya 651 ribu ton, jauh dari target pemerintah sebanyak 1,2 juta ton.

Berdasarkan hasil survei cadangan beras nasional oleh Badan Pusat Statistik, Kementan, dan Badan Pangan Nasional, stok beras per akhir Juni 2022 mencapai 9,71 juta ton. Sebanyak 67,94 persen berada di rumah tangga, Bulog 11,40 persen, pedagang 10,67 persen, penggilingan 7,15 persen, serta horeka (hotel, restoran, dan katering) dan industri 2,84 persen.

Baca juga artikel terkait HARGA BERAS NAIK atau tulisan lainnya dari Antara

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Antara
Editor: Intan Umbari Prihatin