tirto.id - Cemas sering kali mengetuk dada Muhaimin dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya, dia mendengar kabar pemerintah segera mengumumkan hasil tes kompetensi aparatur sipil negara berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk tenaga guru, kesehatan, dan teknis. Pengumuman ini akan disiarkan bertahap pada periode 6 – 15 Desember 2023.
Ketakutan Muhaimin bukan tanpa alasan. Pria yang telah menjadi guru honorer selama 10 tahun itu punya pengalaman buruk dengan hasil seleksi PPPK yang diadakan sebelumnya.
“Tahun ini saya ikut PPPK untuk yang kedua kalinya. Yang pertama pada 2021, alhamdulillah lulus passing grade, namun tersingkir saat penempatan karena afirmasi umur,” ujar Muhaimin dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/12/2023).
Muhaimin merupakan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kabupaten Bima, NTB. Dia menyatakan sangat menantikan hasil seleksi PPPK 2023 yang berkeadilan untuk para guru honorer yang diprioritaskan.
“Soalnya di tahun 2022 saya juga mau daftar, tapi katanya enggak bisa. Soalnya pakai sistem observasi dari kepala sekolah dan dinas pendidikan, makannya baru ikut lagi (tahun ini),” tambah Muhaimin.
Ia mengaku punya trauma tersendiri dengan sikap pemerintah yang kerap tidak jelas dalam membuat peraturan pada proses seleksi PPPK. Muhaimin mencontohkan, bahkan ada 3.043 guru yang sudah lulus seleksi namun penempatannya dibatalkan.
“Trauma ke pemerintah ini kadang berubah-ubah pendiriannya tidak bisa kita tebak. Tiba-tiba ada kebijakan lain yang bisa menggagalkan juga takutnya begitu,” kata Muhaimin.
Muhaimin mengaku tidak banyak persiapan dalam mengikuti seleksi PPPK 2023. Hal ini karena dirinya termasuk dalam kategori prioritas atau P1, yaitu peserta yang memenuhi nilai ambang batas pada seleksi PPPK Jabatan Fungsional (JF) Guru 2021 dan belum pernah dinyatakan lulus pada seleksi PPPK JF Guru periode sebelumnya.
“Karena kita yang P1 sudah lulus ambang batas ini hanya kembali mendaftar namun tidak dites. Jadi cukup daftar, banyak berdoa saja karena takut ada perubahan,” ungkap Muhaimin.
Pemerintah sendiri membuka sebanyak 296.059 formasi PPPK guru dalam seleksi calon aparatur sipil negara atau CASN 2023. Dari pengangkatan sebelumnya pada 2021-2022, ada 544.000 guru ASN PPPK.
Targetnya, pada 2023 pengangkatan guru PPPK mencapai 800.000 orang. Capaian ini digenjot untuk merealisasikan satu juta pengangkatan guru PPPK pada 2024.
“Mudah-mudahan tahun ini pemerintah meloloskan semua peserta yang statusnya P1 karena kan mereka sudah teruji bahwa mereka sudah lulus passing grade. Kami yang sudah lulus ujian masa tidak menentu nasibnya,” harap Muhaimin.
Reynaldi, bukan nama sebenarnya, punya harapan serupa. Guru honorer yang sudah mengajar sejak 2014 itu mengaku khawatir, tersingkir dari proses seleksi meski punya embel-embel prioritas. Reynaldi juga telah lulus nilai ambang batas pada seleksi PPPK 2021.
“Prioritas atau tidak, perlu dibuktikan dengan hasilnya. Bukan masalah tidak tes atau tes, tapi konsistensi hukum buat warga negara,” ujar Reynaldi dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/12/2023).
Pria asal Kota Depok ini mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kabupaten Bogor. Reynaldi mengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dia mengaku memang sengaja ikut seleksi PPPK karena ingin memperbaiki nasib.
“Kami mengajar dalam waktu lama bukan pamrih Mas, tapi ini digaji saja masih jauh dari layak para honorer. Saya harap jadi PPPK atau PNS malah, bisa minimal ada kepastian pendapatan,” ujar pria yang juga seorang ayah bagi dua putrinya.
Dia menyatakan, memang seleksi PPPK cukup merepotkan bahkan cenderung membuatnya hampir menyerah. Tidak sedikit, kata dia, rekan-rekan yang tidak melanjutkan tahapan seleksi sebab merasa kesulitan dalam mengikuti alur rekrutmen.
“Kalau yang sudah tua-tua itu kan kasihan, harus dibantu, makanya enggak sedikit yang mundur. Memang agak membingungkan kadang informasinya, belum lagi pas isi di web (pendaftaran),” tutur Reynaldi.
Ketika mengikuti seleksi pada 2021, Reynaldi mengaku telah menghabiskan waktunya untuk belajar hingga larut demi lolos ambang batas. Dia menanti janji pemerintah yang akan meloloskan guru honorer kategori prioritas sebagai PPPK tahun ini.
“Jika gagal lagi, entah bagaimana ya padahal katanya honorer mau dihapuskan. Mungkin sulit berharap lagi,” kata dia.
Kalah Sebelum Bertarung
Kisah berbeda dibagikan oleh Dede, bukan nama sebenarnya, guru honorer asal Tasikmalaya. Nada kecewa dan murung terlantun dari penuturan guru matematika di salah satu SMK Negeri di Tasikmalaya ini. Pasalnya, Dede gagal mengikuti seleksi PPPK tahun ini, bahkan belum sempat menyelesaikan tahapan pendaftaran.
“Jadi ini sebetulnya akan menjadi tahun ketiga saya nyoba, setelah 2021 gagal ambang batas. Tapi masalahnya pas pendaftaran di website itu saya malah macet di biodata, dan enggak bisa lanjut tahapan berikutnya, anehnya, ini sama kayak 2022 begini juga,” ujar Dede dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/12/2023).
Dede merupakan guru honorer yang masuk kategori P3 atau guru non-ASN di sekolah negeri yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan memiliki masa kerja paling rendah 3 tahun. Ia menduga kategorinya ini yang menyebabkan dirinya tidak bisa mengikuti seleksi PPPK 2023.
“Jadi pas ditanya sama kawan-kawan juga ke Disdik dan pemda, katanya mah Jawa Barat prioritaskan yang P1 dulu. Cuma kan aneh yah, masa untuk sekadar ikut seleksinya saja enggak bisa,” ungkap Dede.
Dia mengaku sedih karena sudah banyak berkorban untuk bisa mengikuti seleksi PPPK tahun ini. Guru honorer yang telah 12 tahun mengajar ini bahkan rela mengikuti bimbingan belajar (bimbel) di sela kewajibannya mendidik siswa. Dede menuturkan, ada puluhan rekannya mengalami nasib serupa dan gagal mengikuti seleksi PPPK 2023.
“Ada puluhan teman saya juga begini, sedih bahkan banyak yang nangis. Honorer ini buat siapa? Kita juga sudah lama mengajar, sama-sama warga negara, tapi mau ikutan aja nggak bisa,” keluh Dede.
Ia hanya bisa pasrah dan berharap bisa mengikuti seleksi PPPK selanjutnya yang diadakan pemerintah. Dede memohon agar guru honorer seperti dirinya diprioritaskan, terlebih yang sudah pengalaman lama mengajar. Dia menanti keadilan pemerintah bagi guru honorer di Tanah Air.
“Takutnya kan memang kita enggak bisa lagi daftar, sudah ada kabar honorer dihapuskan juga 2024. Mau bagaimana nasib kita begini,” tutur Dede.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai hasil seleksi PPPK masih berpotensi mengulangi permasalahan yang sama. Selain itu, Ubaid meminta pemerintah konsisten dengan janjinya untuk memprioritaskan guru honorer yang sudah lama mengabdi.
“Masalah lama berpeluang akan kembali lagi. Misalnya soal formasi yang tidak ada dan juga ada kasus sudah lulus tapi belum keluar SK pengangkatan. Lalu ada juga, guru-guru honorer baru yang tiba-tiba lulus, sementara yang mengabdi sudah puluhan tahun tak lulus,” kata Ubaid kepada reporter Tirto.
Carut Marut Seleksi PPPK
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyatakan proses seleksi guru PPPK masih menjadi permasalahan laten pemerintah sejak 2019. Ia menjelaskan, PPPK awalnya merupakan jawaban untuk guru honorer yang mengabdi puluhan tahun namun tidak bisa mengikuti proses rekrutmen PNS. Namun, dalam pelaksanaanya justru tidak sesuai dengan niatan awal konsep seleksinya.
“Persoalannya kemudian sejak 2021 sampai hari ini rekrutmen guru PPPK itu tidak hanya bagi guru-guru honorer, melainkan juga terbuka bagi guru-guru sekolah swasta dan terbuka juga bahkan bagi ya, yang baru tamatan PPG ya, pra-jabatan atau yang fresh graduate gitu,” kata Satriwan dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/12/2023).
Satriwan mendesak pemerintah untuk memprioritaskan guru honorer kategori P1 yang sudah lulus ambang batas dan belum mendapatkan penempatan. Ia juga meminta komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengadaan guru dilakukan dengan baik sehingga terjadi penyerapan yang nyata.
Dia menambahkan, seleksi guru honorer sebagai PPPK sebetulnya merupakan jangka pendek untuk menjawab masalah kesejahteraan guru di negeri ini. Satriwan berharap ada kebijakan yang membuat mereka memiliki kepastian untuk diangkat menjadi PNS tetap.
“Keberadaan guru PPPK tidak ubahnya sebagai guru honorer yang dikontrak setahun-setahun? Kan begitu, padahal harusnya minimal lima tahun. Oleh karena itu, kami berharap solusi jangka panjang atas kekurangan guru itu adalah rekrutmen guru PNS,” tutur Satriwan.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz