tirto.id - Perkara nafsu makan bisa jadi problem serius bagi banyak orang. Kehilangan nafsu makan secara drastis bisa menjadi indikasi organ tubuh sedang terganggu seperti gangguan ginjal, tiroid, AIDS, kanker, efek samping obat, dan banyak lagi.
Sebaliknya, nafsu makan yang berlebihan juga dapat mendatangkan berbagai macam penyakit di tubuh mulai dari dipicu masalah gangguan suasana hati, diabetes mellitus dan sebagainya.
Bagi penduduk Prefektur Okinawa di Pulau Okinawa, Kepulauan Ryukyu, Jepang, aktivitas makan tak sesederhana memasukkan makanan ke mulut agar kenyang. Mereka punya tradisi sakral nan disiplin soal gaya makan bernama Hara Hachi Bu, yang artinya "makanlah sampai kenyang 80 persen".
Kebiasaan orang Okinawa ini sudah banyak diketahui oleh para pengamat dan praktisi kesehatan yang tertarik untuk menguliknya. Dalam The Blue Zones Solution: Eating and Living Like the World's Healthiest People (2015), pelancong Dan Buettner menyebutkan bahwa Hara Hachi Bu adalah sebuah kalimat yang diucapkan orang Okinawa sesaat sebelum menyantap makanan.
Tradisi makan tak sampai kenyang berakar dari ajaran Konfusianisme yang telah eksis sejak 2.500 tahun yang lalu. Dalam Analeks Konfusius diriwayatkan bahwa Konfusius tidak pernah makan sampai kenyang apalagi berlebihan.
Praktik Hara Hachi Bu membuat asupan kalori harian rata-rata orang Okinawa hanya mencapai sekitar 1.900. Ini jauh lebih sedikit daripada rata-rata jumlah kalori yang dikonsumsi oleh orang Amerika Serikat yaitu antara 2.200 hingga 3.300 kalori.
Memang, jarak 20 persen antara tidak lapar dan tidak kekenyangan sulit ditebak. Berkaca dari kebiasaan banyak orang Amerika yang kerap makan sampai perut penuh, Buettner dalam tulisannya untuk Psychology Today memaparkan langkah-langkah bagi mereka yang ingin memulai gaya makan Hara Hachi Bu.
Menurunkan tempo menyantap makanan dari cepat ke lambat dan tenang dapat memberi tubuh cukup waktu untuk memberitahukan bahwa perut telah kenyang. Saat menyantap makanan, diharapkan orang tidak melakukan aktivitas lain seperti menonton TV atau menggunakan komputer agar fokus. Terakhir, porsi makan dikurangi dengan cara memilih piring yang berukuran lebih kecil.
Anjuran lain yang beredar untuk mencapai Hara Hachi Bu adalah mengatur ulang pikiran agar terbiasa mengurangi porsi makan, serta menghindari makan dalam kondisi sangat kelaparan karena dapat memacu seseorang untuk segera makan dalam tempo cepat dan jumlah yang cenderung banyak.
Orang Okinawa yang Bugar dan Panjang Umur
Sejauh ini belum ada penelitian spesifik yang menunjukkan korelasi langsung antara Hara Hachi Bu dengan peningkatan kesehatan. Tetapi, hubungan antara makan sedikit atau diet kalori yang mempengaruhi panjangnya umur seseorang setidaknya telah disinggung oleh ilmuwan kesehatan.
Menurut Leanne Redman, profesor ilmu klinis dari Pennington Biomedical Research, makan sedikit dapat mempengaruhi perlambatan penuaan dini karena menyebabkan kadar gula darah dan insulin dalam tubuh lebih rendah. Dalam penelitian berjudul "Metabolic Slowing and Reduced Oxidative Damage with Sustained Caloric Restriction Support the Rate of Living and Oxidative Damage Theories of Aging" (2018) yang diterbitkan di jurnal Cell Metabolism, Redman menganalisis 34 orang sehat dengan usia rata-rata 40 tahun yang diminta memangkas 15 persen asupan kalori harian dengan menggunakan tiga model diet sehat yang berbeda selama dua tahun.
Hasilnya, selain rata-rata peserta berat badannya menyusut delapan kilogram, diet kalori juga dapat memperlambat penuaan dan melindungi terhadap penyakit seperti kanker, diabetes, dan alzheimer. Hal ini bekerja dengan membantu memperlambat laju metabolisme dan mengurangi radikal bebas yang terkait dengan penyakit kronis.
Sebenarnya ada banyak penelitian selain yang dilakukan selain Redman mengenai hubungan makan sedikit atau diet kalori dengan umur panjang. Namun, sejauh ini penelitian yang dilakukan masih pada hewan saja. Perlu adanya penelitian lanjutan yang melibatkan manusia.
Tapi, benarkah banyak orang Okinawa yang berumur panjang dan mampu menjaga kesehatan tubuh dalam kondisi bugar? Jawabannya adalah ya. Pada 2001, Washington Post mengabarkan rata-rata harapan hidup penduduk Okinawa adalah yang tertinggi di dunia, yakni 81,2 tahun. Angka tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan prefektur lain di Jepang yang rata-rata 79,9 tahun. Sekitar 400 warga berumur 100 tahun lebih tinggal di Okinawa.
Penelitian lain yang dilakukan Donald Craig Willcox dkk berjudul "Aging gracefully: a retrospective analysis of functional status in Okinawan centenarians" (2007) mencatat, dua pertiga dari penduduk Okinawa masih dapat beraktivitas secara mandiri pada usia 97. Setahun kemudian penelitian terhadap orang-orang Okinawa yang meninggal di usia 110 sampai 112 tahun mengungkapkan bahwa mereka memiliki tingkat penyakit jantung, stroke, kanker, dan diabetes yang rendah. Tak berlebihan jika Okinawa dijuluki "Negeri Orang Berumur Panjang".
Praktik diet khas Okinawa diyakini berperan penting membentuk kebugaran tubuh sehingga para praktisinya masih bugar di usia jelang 100 tahun atau lebih.
Dikutip dari Huffington Post, orang Okinawa menyantap makanan rendah kalori seperti kentang manis, sayuran berdaun hijau atau kuning, tahu, pare, makanan laut dalam jumlah sedikit, daging tanpa lemak, buah dan teh, atau makanan khas seperti sup miso, tumis sayur, dan lauk rumput laut lengkap dengan teh melati. Tentu saja tak lupa, makanan sehat yang disantap orang Okinawa dikonsumsi dengan aturan Hara Hachi Bu.
Selain makanan, pikiran juga memainkan penting yang membuat mereka bisa panjang umur. Orang Okinawa mengenal apa yang disebut sebagai ikigai, yakni sebuah kebiasaan untuk mempertanyakan makna dan tujuan hidup. Singkatnya, rahasia sehat dan berumur panjang tak sebatas mengonsumsi makanan sehat saja, tetapi juga menjiwai semangat hidup itu sendiri.
Editor: Windu Jusuf