tirto.id - “Eh, jangan makan telur banyak-banyak! Nanti bisa bisulan!”
Apa kamu pernah ditegur begitu, atau kamu sendiri yang menegur orang lain gara-gara kebiasaannya makan telur?
Telur merupakan bahan pangan yang mudah diolah dan harganya cenderung terjangkau. Produk unggas ini juga menyediakan sumber protein dan nutrisi penting bagi tubuh.
Coba cek popularitas telur di situs resep masakan Cookpad. Hasil pencarian resep dengan kata kunci ‘telur’ mencapai 977 ribu resep—jauh lebih banyak daripada resep ‘ayam’ yang berjumlah 630 ribuan.
Di satu sisi, telur juga kerap dijadikan kambing hitam untuk sejumlah penyakit, sebut di antaranya bisulan tadi, yang ternyata sebatas mitos, sampai kolesterol tinggi dan masalah jantung.
Pandangan negatif tentang konsumsi telur ini ternyata cukup kuat di Amerika Serikat.
Baru-baru ini saja, Food and Drug Administration (FDA) di sana melabeli telur sebagai makanan "sehat".
Label yang sama juga disematkan pada produk berlemak tinggi alami lainnya, seperti buah alpukat dan minyak zaitun.
Seperti dilaporkan Parents, pada Desember 2024 lalu, FDA mengumumkan syarat baru yang harus dipenuhi agar suatu produk pangan dapat diberi label "sehat" pada kemasannya.
Situs FDA menjelaskan, keputusan baru ini menetapkan bahwa "makanan padat nutrisi" dan "tanpa bahan tambahan kecuali air" akan secara otomatis memenuhi syarat untuk diklaim sebagai makanan "sehat".
Dietisien di New Jersey, Lizzy Swick, menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun telur mendapat reputasi buruk.
Pada pertengahan abad ke-20, peneliti menganggap bahwa mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol, termasuk telur, akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko sakit jantung.
"Sejak itu, kami sudah belajar lebih baik," ujar Swick, merujuk ke salah satu penelitian dari jurnal BMJ tahun 2018 yang menemukan korelasi antara konsumsi satu butir telur per hari dengan risiko penyakit jantung dan stroke lebih rendah.
"Meskipun ada beberapa orang yang menyerap kolesterol secara berlebihan dari makanan, bagi kebanyakan orang, kolesterol dari makanan seperti telur bukanlah penyebab utamanya," kata Swick.
Yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah lemak jenuh—saturated fat—terutama jika kita membicarakan kolesterol tinggi dalam darah dan penyakit jantung.
"Telur itu sendiri mengandung lemak jenuh yang rendah dan bisa jadi unsur menyehatkan dalam diet seimbang yang mengurangi risiko penyakit jantung," ujar Swick.
Harvard Health Publishing mencatat, sebutir telur berukuran besar hanya mengandung 1,5 gram lemak jenuh.
Temuan dari berbagai riset mengungkap bahwa telur mengandung banyak nutrisi. Misalnya, lutein dan zeaxanthin yang baik untuk mata. Telur juga mengandung kolin yang bermanfaat untuk kesehatan otak. TIdak ketinggalan juga berbagai vitamin seperti vitamin A, B, dan D.
Salah satu eksperimen ilmiah yang mengungkap bahwa kolesterol di dalam telur aman bagi kebanyakan orang pernah dibahas dalam Sesi Ilmiah Tahunan oleh American College of Cardiology di Atlanta, Georgia pada April 2024 lalu.
Melansir situs Health, penelitian tersebut membandingkan kadar kolesterol pada partisipan grup pertama yang mengonsumsi 12 atau lebih telur fortifikasi—telur yang sudah dilengkapi nutrisi tambahan seperti vitamin D, selenium, vitamin B2, B5, B12, dan asam lemak omega-3—dengan partisipan grup kedua yang mengonsumsi 2 butir telur atau kurang, dalam kurun satu minggu.
Seluruh partisipan, total berjumlah 140 orang, berusia di atas 50 tahun. Mereka juga sudah pernah mengalami satu kejadian kardiovaskular atau memiliki setidaknya dua faktor risiko kardiovaskular.
Setelah dimonitor empat bulan kemudian, diketahui bahwa tidak ada perbedaan berarti terkait tingkat kolesterol baik (HDL) dan kolesterol jahat (LDL) pada masing-masing grup.
Meski begitu, dalam eksperimen yang disebut sebagai penelitian netral ini, juga tidak ditemukan bukti bahwa konsumsi telur sebanyak itu dapat memberikan manfaat baik dalam konteks perubahan tingkat kolesterol HDL dan LDL.
Sehubungan dengan hasil riset tersebut, Fatima Rodriguez, MD, MPH dari Stanford University menjelaskan, "Pertanyaan tentang dampak kesehatan dari konsumsi telur dalam jumlah besar masih belum terjawab, dan penelitian kecil ini memberikan tambahan wawasan untuk dipelajari lagi melalui riset lebih besar dengan kontrol tersamar.”
Nah, yang jadi pertanyaan sekarang, berapa banyak telur yang boleh kita konsumsi sehari-harinya?
"Dengan catatan, sebagai saran, kuning telurnya tidak lebih dari sekali dalam sehari," kata Putri.
Sementara orang yang memiliki kondisi medis khusus seperti kolesterol tinggi, kata Putri, perlu menurunkan frekuensi mengonsumsi kuning telur menjadi sebanyak 3-4 kali per minggu.
"Yang lainnya sebetulnya masih bisa kita optimalkan dari sumber protein hewani, seperti ikan yang memiliki kandungan omega-3 lebih tinggi. Jadi bisa membantu untuk menurunkan kadar kolesterol dan meningkatkan kadar HDL-nya," paparnya.
Putri juga menyarankan untuk menghindari terlalu banyak penambahan minyak dalam mengolah telur.
"Coba dibuat ceplok atau dadar panfried. Atau, kalau pun pakai minyak, minyaknya dioles atau disemprot—bukan dituang. Pasti akan lebih baik."
Menurut Putri, cara pengolahan telur yang terbaik adalah dengan dikukus dan direbus.
Kamu sendiri, suka masak olahan telur yang seperti apa?
Penulis: Putri Annisa
Editor: Sekar Kinasih