Menuju konten utama

Hanura: Hak Angket e-KTP Justru Timbulkan Kegaduhan

Partai Hanura menilai wacana hak angket kasus dugaan korupsi KTP Elektronik akan menimbulkan kegaduhan baru sehingga sebaiknya dikritisi saja melalui komisi terkait di DPR yaitu Komisi III.

Hanura: Hak Angket e-KTP Justru Timbulkan Kegaduhan
Aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Prihatin Mega Korupsi KTP elektronik (E-KTP) menggelar aksi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Minggu (12/3). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Partai Hanura menilai wacana hak angket kasus dugaan korupsi KTP Elektronik akan menimbulkan kegaduhan baru sehingga sebaiknya dikritisi saja melalui komisi terkait di DPR yaitu Komisi III, dikatakan Sekretaris Jenderal Hanura Sarifudin Sudding.

"Saya kira tidak perlu, ini menimbulkan kegaduhan baru lagi. Misalnya ada sesuatu hal yang tidak sesuai dengan mekanisme, ada komisi terkait yang bisa mengonfirmasi saat rapat kerja," kata Sudding di Gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu (15/3/2017).

Dia mengatakan kinerja KPK selama ini sudah baik sehingga menjadi tumpuan masyarakat dalam mencari keadilan, lalu ada suatu tekanan, intimidasi politik terhadap institusi itu menjadi kontraproduktif.

“Saya kira insititusi DPR ini citra di masyarakat akan semakin merosot,” tambahnya.

Sarifudin menilai cukup Komisi III DPR menindaklanjuti ketika ada suatu hal yang dianggap katakanlah tidak sesuai dengan prosedur yang dilakukan.

"Jangan ada lagi hak-hak angket dan itu bisa memunculkan kegaduhan baru. Saya kira ini bisa saja menimbulkan tafsiran macam-macam di tengah masyarakat, bahwa ini ada suatu tekanan ada intimidasi untuk membebaskan orang per orang yang selama ini disebut KPK dalam kasus e-KTP," ujarnya.

Ketua Fraksi Partai Hanura DPR RI Nurdin Tampubolon menyatakan sebaiknya permasalahan kasus korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik diserahkan kepada proses hukum yang saat ini sedang berlangsung di pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

"Ya kalau kami dari fraksi Hanura cukup jelas menghargai aparat penegak hukum dalam hal ini KPK. Jadi kita serahkan kepada mereka dan dukung mereka menyelesaikan persoalan e-KTP sampai tuntas," kata Nurdin Tampubolon di Gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu (15/3/2017).

Hal itu dikatakan Nurdin menanggapi wacana usulan hak angket kasus e-KTP karena dalam surat dakwaan terdakwa Irman dan Sugiharto menyebutkan nama-nama anggota DPR RI yang menerima aliran dana kasus tersebut.

Menurut Nurdin, pembentukan hak angket juga akan bermuara kepada penegak hukum agar kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun itu dapat terungkap.

"Menurut saya kalau jadi pansus atau sebagainya toh akhirnya akan ke penegak hukum. Karena DPR adalah sebagai institusi politik melakukan dukungan kepada instansi pelaksana, dalam hal ini yudikatif," ujarnya.

Dia menjelaskan institusi eksekutif, legislatif maupun yudikatif seharusnya mendukung penegakan hukum di Indonesia agar tercapai pemerintahan yang bersih dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dalam menyejahterakan rakyat Indonesia.

Hak Angket Ini Upaya “Uji Nyali” untuk Parpol di DPR

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai hak angket yang diwacanakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebenarnya ingin menguji apakah partai-partai politik yang anggotanya diduga terlibat korupsi KTP Elektronik (e-KTP), memiliki nyali kebenaran dan kejujuran.

"Sebab hampir semua anggota parpol tersebut membantah menerima aliran dana korupsi tersebut," kata Nasir di Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Nasir mengatakan pengguliran hak angket ini untuk mengetahui secara rinci apakah ada unsur lain selain penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kasus korupsi e-KTP.

Menurut dia, pembentukan dan menggulirkan hak angket adalah cara DPR untuk memastikan dan menjaga keseimbangan serta agar tidak terjadi pembusukan terhadap DPR itu sendiri.

"Dalam suasana seperti ini tentu tudingan negatif selalu diarahkan ke DPR," ujarnya.

Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjelaskan alasan dirinya mengusulkan penggunaan angket kasus e-KTP yang menyeret sejumlah pejabat negara, petinggi partai politik dan anggota-anggota dewan.

Fahri mengungkapkan hak angket dibutuhkan untuk menggali keterangan soal kronologis masuknya nama-nama tokoh politik dalam berkas dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri.

"Menurut saya itu perlu ada klarifikasi terbuka, yaitu tentang bagaimana caranya nama-nama itu masuk dalam list dan apa yang sebetulnya terjadi di masa lalu," kata Fahri di Jakarta, Senin.

Fahri melihat kasus e-KTP tergolong unik dan tidak yakin korupsi sebesar Rp2,3 triliun itu merupakan hasil "kongkalikong" antara anggota-anggota DPR dan pemerintah.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Politik
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri