tirto.id - Presiden Joko Widodo meresmikan jalan bebas hambatan yang menghubungkan Solo ke Kulonprogo, Kamis (19/9/2024). Gubernur Yogyakarta juga nampak mengiringi acara tersebut. Sejak itu, jalan tol membentang sepanjang 96,57 km tersebut resmi dioperasikan. Proyek ini digemborkan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan konektivitas nasional dan mendukung Program Strategis Nasional yang bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Proyek ambisius yang diprakarsai PT Jasa Marga Jogjasolo (PT JMJ) itu terbagi menjadi tiga seksi, diantaranya ruas Kartosuro-Purwomartani, Purwomartani-Gamping, dan Gamping-Purworejo. Seksi 1 paket 1.1 Kartasura-Klaten sudah dibuka pekan lalu. Sementara seksi lain menyusul masuk tahap konstruksi. Termasuk ruas yang kini mulai mengubah kehidupan warga.
Lokasi proyek di Dukuh Ringinsari yang masuk Zona 2.1 Purwomartani-Maguwoharjo misalnya, kini tinggal menunggu gilirannya setelah pembebasan tanah dan sosialisasi konstruksi kepada warga terdampak. Melintasi jalan sepanjang Ring Road Utara Maguwoharjo, nampak beberapa bangunan sudah dibongkar. Bangunan yang tinggal rangka itulah yang kelak akan dilintasi jalan tol.
Patok-patok merah berdiri tegak dijumpai di sepanjang jalan. Sekitar 950 meter dari jalan raya Maguwoharjo, masuk melewati Rumah Sakit Hermina di pinggir Selokan Mataram, nampak belasan bangunan rumah telah dikosongkan dan menyisakan puing. Lokasi terdampak itu ada di Dukuh Ringinsari.
Diketahui warga membongkar rumahnya secara mandiri lantaran mendengar kabar terkait instruksi pembongkaran rumah, meski belum ada sosialisasi konstruksi maupun surat perintah resmi. Informasi yang simpang siur dan ketidakjelasan terkait antisipasi dampak pembangunan yang mesti ditanggung warga inilah yang kemudian menuai polemik. Selanjutnya, warga pun tak merasa selalu dilibatkan dalam proses perencanaan hingga pembangunan proyek tol, dalam hal ini pada tahapan konsultasi publik.
Pembongkaran harus dilakukan maksimal dalam dua minggu setelah uang ganti rugi diterima, kabarnya pada akhir Agustus 2024. Warga telah menerima uang pembebasan lahan sejak akhir 2023. Warga menuturkan tak menuntut apapun kecuali kejelasan rencana proyek, pelibatan dalam rencana kegiatan dan konsultasi publik, serta terpenuhinya hak-hak yang belum mereka terima, termasuk perihal pengelolaan lingkungan.
Ketidakjelasan Antisipasi Dampak Lingkungan
Dalam pembangunan tol ini, segala konstruksi seperti pembangunan pancang beton dan pengeboran berdampingan persis dengan tempat warga bermukim. Ada warga yang masih tinggal di lokasi pembangunan tol dan berjejer langsung dengan lokasi yang sudah dipatok. Mereka adalah yang rumahnya terkena sebagian. Untuk pergi dan membeli lahan baru, mereka tentu tak mampu, uang ganti rugi dari sebagian tanah yang terkena tol tidak cukup. Alhasil mereka memilih untuk tetap bertahan di bangunan yang tersisa diliputi was-was.
Sebab yang menjadi tanda tanya bagi sebagian warga, bagaimana nasib mereka nanti saat proses konstruksi berjalan?
Muhamad Nur Arifin, salah satu warga yang terdampak, mengenang bagaimana rumor tentang pembongkaran rumah juga membuatnya bingung. Sementara masih terdapat permasalahan yang belum usai, salah satunya mengenai sertifikat tanah sisa.
Masak Agustus disuruh bongkar, sementara SHM belum punya? Kami hanya ingin kejelasan,” kata Arifin saat diwawancarai Tirto, Jumat (20/9/2024).
Baru kemudian pada 11 September 2024, digelar sosialisasi mengenai konstruksi pembangunan tol yang dihadiri oleh perwakilan PT Jasa Marga Jogjasolo (PT JMJ), PT Daya Mulia Turangga (PT DMT), kepala desa Maguwoharjo, hingga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah Tol Jogja-Solo. Namun warga yang hadir kala itu mengaku kecewa dan menilai forum tersebut formalitas belaka, pasalnya mereka pulang tanpa mengantongi jawaban pasti atas keluhan dan pertanyaan yang diajukan.
Kekecewaan ini nampak pada raut muka Indri, salah seorang warga Ringinsari yang rumahnya kena tol. Saat didatangi Tirto (16/09/2024), ibu dua anak itu tengah duduk meneduh di halaman belakang yang dipatok sambil menatap rumah-rumah tetangganya yang sudah dirobohkan.
“Kanca-kancaku wes do ilang mbak, ilang kabeh. Aku yang masih di sini…” kata Indri, yang di tengah-tengah cerita, suaranya terhenti. Ia mengaku sedih menyaksikan kondisi tempat tinggalnya pasca ditimpa rencana proyek tol. Tetangga-tetangganya mencar, mencari hunian baru berbekal uang ganti rugi yang telah dibayarkan pihak tol. Pekarangan rumahnya yang dulu rimbun, kini terpaksa gundul tanpa pohon.
“Panas banget e mbak, aku ngeyup. Lah kan pohon-pohonnya pada ditebang. Sebelumnya itu ada pohon mangga besar, setelah sudah dibeli, ditebangi,” lanjut Indri bercerita.
Setiap hari, Indri berusaha menyesuaikan diri dengan ketidakpastian yang membayangi. Alasan Indri tetap bertahan di Ringinsari adalah karena ia merasa rumahnya masih bisa ditinggali. Hanya bagian belakang yang akan terpotong untuk tol, yakni seluas 17 meter persegi. Selain itu pilihan untuk pindah masih menjadi pertimbangan berat baginya. Indri memulai hidup di sana sejak 24 tahun lalu.
Bersama mendiang suaminya, Indri mengumpulkan modal untuk membeli kavling rumah di Ringinsari RT 09. Kini, rumah itu akan dilalui jalan tol. Sesuai pernyataan pihak PT DMT, proyek akan rampung dalam 24 bulan. Artinya dalam dua tahun kedepan, Indri mesti hidup berdampingan dengan lalu lalang alat berat dan segala dampak yang ditimbulkan untuk konstruksi tol.
Sementara dalam sosialisasi, Indri mengaku tak mendapat keterangan apa-apa soal bagaimana pembongkaran yang akan dilakukan untuk separuh rumahnya. Ia juga tak mengerti apa saja yang mesti diperbuat jika sampai timbul getaran ketika pembangunan berlangsung. Sebagai rakyat biasa, kata Indri, ia tak bisa apa-apa jika sudah menjadi mau pemerintah. Sebetulnya, meski berat hati, Indri pasrah jika akan ada pembangunan tol. Tidak ada rencana maupun persiapan apapun. Jika dalam prosesnya nanti ia merasa tak nyaman, Indri mengaku akan pindah dengan menumpang ke saudara, sembari mengumpulkan uang untuk hidup mandiri bersama dua anaknya.
“Iki urung dibangun wae suasanane koyo mati, gersang,” keluh Indri kemudian.
Sementara itu, Arifin juga merasakan dampak yang sama seperti Indri. Ketidakjelasan menjadi benang merah di antara mereka. Warga merasa terpinggirkan dalam proses yang seharusnya melibatkan suara mereka.
Bagian dapur dan kamar mandinya akan diambil untuk proyek tol. Rumah Arifin berada di sisi selatan menyebrang Selokan Mataram, yakni di Kradenan RT 09 Ringinsari. Dari total luas bangunan 150 meter persegi, rumah Arifin akan terpangkas 39 meter persegi untuk tol. Berdasarkan patok yang telah dipasang, terlihat bahwa proyek tol akan mengambil bagian belakang rumahnya secara miring. Ia mesti merelakan dapur, kamar mandi, satu kamar dan ruangan lantai dua dari rumahnya.
Rumah itu dibangunnya dengan jerih payah selama belasan tahun hingga bisa menghidupi istri dan dua anaknya. Sudah sejak 2011 Arifin menetap di Ringinsari dan membuka usaha rental mobil di dekat rumahnya.
“Saya sebetulnya meninggalkan sini itu juga berat, sudah senenglah di sini. Saya di sini 2011, dan sudah seneng usaha saya deket sini, mesjid juga deket, warga sini juga bagus-bagus, sudah membaur.”
Isu pembangunan tol awalnya ia dengar dari mulut ke mulut sejak awal 2020. Sampai akhirnya ia mendapat kabar bahwa terdapat beberapa warga yang diundang untuk sosialisasi rencana pembangunan tol. Namun, sosialisasi dilakukan dengan mengundang orang yang namanya tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Waktu itu, dokumen pajak bumi bangunan milik Arifin atas nama orang lain, sehingga ia tak tahu menahu secara langsung bahwa tanahnya bakal kena gusur proyek tol. Hingga akhirnya setelah dialihkan nama, tiba-tiba sudah ada appraisal masuk dengan mengukur luas tanah pada bulan Maret 2023.
Tapi, Arifin belum menerima sertifikat hak milik dari tanah sisa. Pada saat yang sama ia tak tahu kapan konstruksi akan dilakukan. Satu-satunya dokumen yang ia terima hanya lembaran tanda terima, tidak ada detail luasan tanah sisa maupun keterangan nama petugas yang menandatangani surat tersebut. Tak ada pula keterangan kepada siapa ia bisa menghubungi atau mendapat jaminan. Jika sudah masuk masa pembongkaran, mestinya sertifikat sudah di tangannya. Begitu harap Arifin.
Pihak konstruksi, PT Daya Mulia Turangga, melalui Arvi Zulham saat diwawancara setelah sosialisasi (11/09/2024) pun menyatakan bahwa pihaknya berjanji tak akan melakukan konstruksi jika masih terdapat permasalahan yang belum selesai pada warga.
Arvi juga mengonfirmasi bahwa tak ada kompensasi untuk dampak yang ditimbulkan ketika pelaksanaan proyek. Keluhan bisa disampaikan langsung kepada petugas di lapangan nanti, terang Arvi. Pekerjaan tol yang pihaknya tangani sebatas konstruksi dari tanah yang sudah bebas dan tidak bermasalah.
Tidak Akan Ada Sosialisasi Lanjutan
Keresahan warga muncul sejak awal proyek dimulai, terutama dari warga Padukuhan Ringinsari. Mereka merasa tidak dilibatkan dalam sosialisasi proyek tol yang akan memotong wilayah tempat tinggal mereka. Pun dalam sosialisasi konstruksi, warga tidak puas karena keresahan tak terjawab.
Berbagai upaya sudah dilakukan warga untuk menuntut pihak tol memenuhi kewajiban mereka. Salah satu upaya tersebut adalah melayangkan surat permintaan konsultasi publik ulang yang dikirimkan oleh Jaka Purwanta pada 6 September 2024. Mengenai surat tersebut, pihak PT JMJ mengaku belum membacanya.
“Kalau memang beliaunya bersurat pasti ya harus kita respons. Tapi saya belum baca isi suratnya ya,” kata Ahmad Izzi, humas PT JMJ saat ditemui Tirto di Kantornya, Jumat (20/09/2024).
PT DMT selaku kontraktor sendiri menerima kontrak pada tahun 2020 dan perintah kerja baru didapatkan pada 27 Juni 2024. Hingga pertengahan September 2024 total baru ada dua sosialisasi terkait konstruksi di dua lokasi yakni di Purwomartani dan Maguwoharjo yang melibatkan para warga. Terkait permintaan warga untuk diadakan sosialisasi lanjutan, pihaknya mengatakan akan berkoordinasi dengan PPK untuk mempersiapkan timeline proyek sesuai arahan dari Bina Marga.
Berbeda dengan pernyataan pihak pemrakarsa, yakni PT JMJ yang menyatakan tahapan sudah selesai dan akan segera memulai konstruksi. Maka, permintaan warga untuk digelar konsultasi publik ulang maupun sosialisasi konstruksi lanjutan tak dapat dipenuhi. “Sudah, lanjut bangun,” tegas Izzi.
Menurut keterangan Yusri Adrian, dari PT JMJ yang diwawancarai pada saat yang sama mengungkapkan pihak tol sudah menggelar konsultasi publik selama lima hari dari tanggal 20 hingga 24 Juni 2023. Kegiatan ini, kata Rian sudah mengundang seluruh masyarakat terdampak sepanjang trase yang berada di wilayah Provinsi DIY.
“Masing-masing kapanewon punya jatah, kalau gak salah dalam satu hari kami melaksanakan konsultasi publik itu selama dua kali, sesi pagi sama sesi siang,” terang Rian saat diwawancara Tirto di Kantornya, Jumat (20/09/2024).
Setelah serangkaian konsultasi publik, proses pengambilan keputusan terkait kelayakan lingkungan proyek tol dimulai dengan diadakannya sidang. Dalam konsultasi publik itu, Rian mengatakan forum memilih tiga orang saja dari perwakilan warga. Tiga perwakilan warga tersebutlah yang kemudian bakal mengikuti sidang kerangka acuan AMDAL pada 27 September 2024.
Saat ditanya mengapa hanya tiga orang yang terlibat, Rian menjelaskan, “Ini atas inisiatif masyarakat sendiri, yang merasa ada yang perlu disampaikan dalam pelibatan masyarakat di sidang kementerian. Konsultasi publik sebelumnya hanya melibatkan kami, DMT, konsultan, dan masyarakat.”
PT JMJ mengatakan bahwa konsultasi publik yang dilakukan sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku dibuktikan dengan terbitnya Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Izzi membenarkan bahwa esensi konsultasi publik yang digelar dalam proses pembangunan tol adalah sebagai ruang untuk menyampaikan informasi dan menyerap aspirasi masyarakat. Akan tetapi, dua hal yang ia sebut itulah yang hingga kini masih dipertanyakan warga Ringinsari.
Rian kemudian menimpali, bahwa surat tersebut akan direspons ketika telah mendapat persetujuan dan disposisi dari direksi. Menanggapi secara terpisah, ia mengatakan bahwa permintaan warga untuk dilakukan konsultasi publik ulang itu mustahil dipenuhi. Pasalnya menurutnya segala tahapan sudah dilalui sesuai regulasi. Apabila warga mendesak konsultasi publik ulang, maka itu akan menyalahi aturan dan menolak persetujuan lingkungan berdasarkan dokumen AMDAL. Rian kemudian melempar jawaban itu ke pihak kementerian lingkungan hidup.
“Karena kalau konsultasi publik itu sudah menjadi bagian dari terbitnya AMDAL kami. AMDAL kami terbit, yang mengeluarkan kan dari Bu Menteri sendiri. Andaikata tidak puas dengan AMDAL yang sudah keluar dari kami, kewenangan untuk bisa menggugat pelaksanaan konsultasi publik ulang ya seyogyanya silakan langsung ke kementerian,” terangnya.
Lalu apakah pernyataan ini telah disampaikan kepada warga? Tirto meminta keterangan lebih lanjut kepada Rian. Ia menyatakan belum bisa memberi tanggapan. “Wah karena kan itu surat, kami belum bisa merespons itu juga, dari kementerian pun tidak memberikan rekomendasi untuk kami menjawab itu, karena menurut kementerian sendiri, kementerianlah yang merasa digugat oleh Pak Jaka dan kawannya,” lanjutnya.
Kejanggalan Dokumen dan Upaya Percepatan Proyek
Kewajiban lain yang belum dipenuhi pengelola Jalan Tol Solo-Jogja, seharusnya menunjukkan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) pembangunan dan pengoperasian Jalan Tol Solo-Jogja bagi masyarakat yang terkena proyek tol maupun masyarakat terdampak jalan tol yang ada di sekitar lokasi rencana jalan tol.
Meskipun PT JMJ mengklaim telah memenuhi semua kewajibannya dibuktikan dengan terbitnya SKKL dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dokumentasi mengenai AMDAL dan rencana pengelolaan lingkungan yang harusnya disampaikan kepada masyarakat yang terdampak, hingga kini belum terlaksana.
Dalam sosialisasi konstruksi, seorang warga menanyakan mengenai AMDAL kepada Restu dari PT JMJ yang hadir kala itu. Namun, pihak tol tersebut menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi tentang AMDAL. Mereka menghimbau pada warga apabila ingin mendapat dokumen tersebut untuk meminta kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK).
Rian membenarkan hal ini, “Dokumen SKKL beserta lampirannya yang merupakan dokumen kami, termasuk dokumen kerangka acuan itu didistribusikan kepada dinas terkait. Makanya jawaban dari Restu waktu sosialisasi, ya kalau dokumen sifatnya publik memang boleh diakses oleh siapa saja, tetapi dokumen bisa diminta kepada dinas kementerian.”
Ketika ditanya tentang kapan waktu sosialisasi setelah AMDAL terbit, Rian menjelaskan bahwa informasi tersebut sudah disampaikan bersamaan dengan konsultasi publik yang tidak dihadiri semua warga terdampak. Setelah AMDAL terbit, pihak pemrakarsa mendapatkan persetujuan yang ditandatangani oleh Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan melanjutkan dengan mengeluarkan perintah kerja kepada kontraktor.
Ahmad Izzi menuturkan bahwa keluhan warga mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi saat pembangunan tol sudah bukan ranah PT JMJ untuk ikut menanggapi.Ia mengarahkan warga untuk mengkomunikasikan langsung aduan dampak tersebut kepada PT DMT, kontraktor pelaksana.
“Lebih bijak kalau dampak yang ditimbulkannya yang direspons. Dampak yang ditimbulkannya bukan dokumennya kalau saya. Ngapain dokumennya yang diotak-atik, mending dampaknya.”
Penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sendiri disusun oleh konsultan dari PT JMJ sejak Mei 2023, untuk kemudian terbit izin lingkungan yang sebelumnya memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi selama pelaksanaan proyek, seperti rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL).
Yusri Adrian mengonfirmasi bahwa AMDAL sudah terbit dan ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Januari 2024, Sehingga pada Juni 2024 mereka bergegas mengeluarkan surat perintah mulai kerja pada kontraktor pelaksana.
Namun, saat ditanyai tentang bukti kehadiran warga, Rian menyatakan bahwa dokumen tersebut telah diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Dokumen itu kami berikan kepada LHK ya, jadi LHK yang mendiskusikan pada DLH terkait,” terangnya.
Sidang AMDAL sendiri berlangsung dua kali. Sidang pertama, pada 26 Oktober 2023, hanya dihadiri oleh tim teknis, tanpa kehadiran perwakilan warga. Sidang kedua diadakan pada 2 November 2023, dengan hanya menghadirkan tiga perwakilan yang sudah ditunjuk sebelumnya dalam pembahasan kerangka acuan. Saat dimintai keterangan lagi siapa saja warga yang datang, pihaknya malah menjelaskan urutan proses penerbitan AMDAL. Dari penyusunan kerangka acuan, hingga terbitnya Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL).
Sementara itu, kejanggalan dijumpai dalam dokumen AMDAL yang telah terbit. Dalam dokumen Formulir Kerangka Acuan (FKA) di bagian C.1 Metode Pengumpulan dan Analisis Data di halaman 497 terdapat salah penyebutan, yakni ditulis lokasi tapak proyek rencana ‘Pertambangan dan Pengolahan Emas Blok Randu Kuning Kapanewon Selogiri Wonogiri’. Pihak PT JMJ mengungkapkan hal tersebut murni human error mengingat banyaknya dokumen proyek yang ada. Kalau pun penyebutan itu disengaja, penanganan pertambangan tentu berbeda dengan proyek tol.
“Ya tapi sidang kan gak ngecek halaman per halaman biasanya,” jawab Rian saat ditanyai tentang proses pengecekan dokumen dalam sidang AMDAL.
“Itulah benarnya, kalau kita sering denger tausiah, yang sempurna hanya milik Allah. Manusia banyak luputnya. Saya rasa ini keluputannya yang nyusun itu, sama luputnya yang meriksa. Gitu kan, mau apa lagi?” tutur Izzi menimpali.
Berdasarkan pernyataan Rian, dalam proses terbitnya AMDAL, ada upaya mengebut persetujuan dari menteri, dengan tujuan proses konstruksi segera dikerjakan. Sejak mengirim dokumen di November 2023, pihaknya menunggu lebih dari satu bulan untuk mendapatkan persetujuan dari kementerian.
“Emang ada upaya percepatan untuk AMDAL itu kami melibatkan dari kementerian PUPR sendiri yang mendorong melalui menteri ke menteri. Itu salah satu upaya untuk percepatan,” paparnya.
Proyek pembangunan Tol Jogja-Solo-Kulonprogo Seksi II yang membentang sejauh 3,7 kilometer, melewati Kelurahan Purwomartani dan Maguwoharjo, diproyeksikan akan rampung dalam 24 bulan. Sementara, hingga kini warga yang masih menuntut adanya kejelasan lebih lanjut mengenai dampak yang akan mereka hadapi bila proyek dimulai.
Rumah Arifin bersinggungan dengan Right of Way (ROW) atau batas tepi proyek pembangunan jalan. ROW ini mencakup seluruh lahan yang dimiliki oleh pemerintah untuk jalan, termasuk badan jalan, bahu jalan, saluran drainase, dan area cadangan untuk pengembangan di masa depan. Tak menutup kemungkinan, area yang mengitari rumahnya bakal terdampak lagi.
“Nanti itu crane dan alat-alat berat berputar-putar di atas saya, saya aman nggak?”
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Anggun P Situmorang