tirto.id - Puluhan warga dari Padukuhan Ringinsari, Sembego dan padukuhan lain di Kalurahan Maguwoharjo, Sleman mendesak tim appraisal untuk melakukan penilaian ulang atas harga tanah dan bangunan sebagai ganti rugi Tol Jogja-Solo-Kulon Progo II.
“Kami menyampaikan keberatan secara kolektif terkait bangunan dan tanahnya. Kami mendesak ke arah appraisal-nya, kami minta nilainya itu diubah, karena banyak tempat juga banyak yang berpihak pada masyarakat,” ujar salah seorang warga terdampak di Dukuh Ringinsari, Jaka Purwanta kepada Tirto, Senin (24/7/2023).
Warga Ringinsari dan pihak PPK Pelaksana Pengadaan Tanah Jalan Tol Kulonprogo-Yogyakarta-Solo telah melakukan musyawarah ganti untung hingga tahap kedua pada hari ini di Kelurahan Maguwoharjo, Sleman, DI Yogyakarta.
Pada musyawarah tahap kedua ini, setelah ada beberapa review dari bidang tanah, warga masih belum sepakat dengan besaran ganti rugi yang diajukan tim appraisal.
“Karena intinya ganti untung, jadi terutama untuk harga tanah dan sewajarnya. Padahal tim appraisal surveinya awal tahun, padahal warga kan tidak langsung beli tanah, bisa jadi tahun depan baru beli tanah, harga tanah sudah naik, warga tidak bisa beli lagi,” jelas Jaka Purwanta.
Total ada 32 bidang dari 25 pemilik lahan terdampak Tol Jogja-Solo yang mengajukan keberatan pada tim PPK. Sebelumnya, pada musyawarah tahap pertama, ada beberapa bidang yang dilakukan review ulang karena ada kesalahan perhitungan.
"Ternyata dari appraisal muncul 16 bidang keliru. Andai kami 16 bidang itu tidak komplain tidak ada perubahan angka (hari ini),” ucapnya.
Namun, menurut Jaka, besaran ganti rugi yang diajukan pihak PPK juga masih belum sesuai dengan nilai kewajaran.
Pada kasusnya, harga tanah dinilai Rp5,6 juta per meter persegi. Sementara untuk dua bangunan miliknya dengan luas sekitar 150-an meter persegi dihargai Rp165 juta. Pihaknya kemudian mengajukan peninjauan ulang karena taksiran nilai bangunan jauh di atas harga tersebut.
"Setelah di-review, tanah enggak berubah, kalau bangunan itu jadi Rp336 juta tinggal mengalikan dua, artinya nilai bangunan itu tidak berubah per meternya. (Nilai) bangunan itu logikanya per meter sama," jelasnya.
"Padahal yang kami dengar dari tetangga itu (nilai bangunan) per meter Rp4 juta, ini saya hitung Rp1,5 juta. Kalau tanah jangan terlalu jomplang lah," tambah Jaka.
Dari 16 bidang tanah yang mengalami kesalahan penilaian dan hari ini dilakukan review ulang dengan perubahan angka ganti rugi. Menurut salah satu warga yang direvisi dari 16 bidang tersebt, Elly Mulyasari dengan SHM atas nama Siswanto, besaran revisi ganti rugi hari ini juga masih belum memenuhi ekspektasinya.
"Nilainya hanya berkisar naik kisaran Rp2 juta per meter dari sebelumnya sekitar Rp1 juta," ujar Elly.
Dari bangunan miliknya seluas 125,758 meter, hanya mendapatkan Rp1 juta. Padahal menurutnya, ada tetangga dekat rumahnya yang baru-baru ini merenovasi dapur sudah Rp4,5 juta per meter.
Lain lagi menurut Sukardi, warga Ringinsari yang juga terdampak jalan Tol Jogja-Solo mendukung proyek nasional ini. Namun, ia meminta tim PPK juga mempertimbangkan besaran ganti untung juga tidak membuat kerugian pada warga terdampak.
"Pada prinsipnya, saya mendukung program pemerintah. Tapi posisi lahan saya yang terkena posisinya miring. Jadi kurang efektif sehingga kerugian yang saya alami, harga sisa lahan saya menurun," ujar Sukardi.
"Kemarin boleh diajukan permohonan jika luasnya kurang 100 meter persegi, saya minta ada kebijaksanaan. Ini sudah minta pakai surat permohonan, tapi tidak ada tanggapan. Bentuknya segitiga, ini rugi sekali. Jadi dengan pergantian uang, menurut saya belum sesuai dengan harapan," jelasnya.
Selain itu, Jaka Purwanta menambahkan, hingga saat ini dari 25 warga terdampak dari 32 bidang telah menyampaikan surat pernyataan keberatan resmi ke pihak PPK.
Dalam surat keberatan yang disampaikan pada tim PPK, warga menyampaikan alasan menolak ini juga memperhatikan aspek non-fisik, bukan hanya harga pasar tanah dan bangunan ketika survei dilakukan.
"Lokasi tanah ini sudah kami tempati selama puluhan tahun, bahkan ada yang sejak lahir, mempunyai nilai historis yang luar biasa. Juga terkait dengan lokasi usaha yang merupakan salah satu penghasilan keluarga kami sehingga pada perencanaan pembelian tanah baru, juga tanah yang berlokasi di sekitar sini," bunyi surat keberatan dari warga terdampak yang diterima Tirto.
Hingga saat ini, 25 warga terdampak tidak akan mengajukan gugatan ke pengadilan.
"Kami tidak akan menempuh jalur pengadilan karena effort kami nanti habis untuk menempuh jalur pengadilan saja. Intinya kami meminta tim appraisal-nya, ke nilai tanah dan bangunan, bisa dimusyawarahkan lagi," tegasnya.
Tanggapan Tim PPK atas Penolakan Warga
Sedangkan menurut Kepala Bidang Pengadaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil DIY, Margaretha Elya Lim Putraningtyas, ada 62 warga dari Kalurahan Maguwoharjo, Depok, Sleman yang diundang dalam musyawarah kedua ini.
Menurutnya, nilai appraisal yang diterima warga terdiri dari berbagai komponen, meliputi, bidang tanah, bangunan, tanamannya, dan usaha juga dimasukkan.
"Mayoritas nilai tanahnya yang mereka keberatan," jelas Elya saat ditemui Tirto, Senin (24/7/2023).
"Kemarin ada kesalahan hitung karena ada bangunan yang belum dimasukkan, dan itu dimungkinkan ya karena manusiawi," ujar Elya.
Setelah informasi besaran ganti untung pada musyawarah kedua ini, kata Elya, apabila warga terdampak masih ada revisi berupa kesalahan hitung atau ada bangunan dan item lain yang perlu direvisi masih bisa difasilitasi dengan mengajukan keberatan pada pertemuan ketiga.
"Setelah ada review hari ini kan [harga baru] sudah disampaikan ke warga, nah, ini masyarakat mau menerima atau tidak. Kalau tidak ada kesalahan hitung, ya jalurnya pengadilan," tutur Elya.
"Kalau di peraturan yang sekarang itu kan, boleh mengajukan keberatan, bagi kami tidak masalah, karena ada ketentuannya. Tapi keberatan itu harus disampaikan melalui tempat yang betul, misalnya, bisa mengajukan keberatan lewat pengadilan 14 hari kerja," jelasnya.
Menanggapi protes warga soal besaran ganti untung, Elya menjelaskan tim appraisal telah menentukan sesuai standar yang berlaku.
"Tim penilai itu dari pihak KJPP yang tidak bisa dipengaruhi oleh siapa pun, karena mereka punya SOP sendiri, SPI (Standar Penilaian Indonesia). Kalau mereka sudah memenuhi SPI itu ya sudah final," jelas Elya.
Selain itu, beberapa warga menyatakan menolak tanda tangan persetujuan besaran ganti untung yang diajukan pihak PPK. Terkait hal ini, Elya menanggapi apabila ada warga yang belum setuju maka bisa menempuh jalur hukum.
"Ketentuannya kalau warga tidak bersedia tanda tangan, maka warga sudah mengetahui nilai yang diberikan, menurut PP No.19 Tahun 2021 juga mengacu ke UU No.2 Tahun 2012," pungkasnya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Abdul Aziz