tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tidak menerima gugatan praperadilan dari Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyaman Saiman, terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) pada Kejaksaan Agung.
Dalam gugatannya, dia meminta JAM PIDSUS untuk menetapkan seorang pengusaha bernama Robert Bonosusatya, untuk ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.
"Menyatakan, permohonan tersebut, tidak dapat diterima," kata Hakim Tunggal, Tumpanuli Marbun, di Ruang Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2024).
Hakim berpendapat, berkas laporan Boyamin prematur, sebab dalam penetapan tersangka harus dengan minimal dua alat bukti. JAM PIDSUS juga belum pernah menerbitkan surat perintah penyidikan atau penetapan tersangka terhadap Robert.
"Pemohon belum waktunya atau tergolong prematur, dalam mengajukan permohonan praperadilan a quo karena pada Robert Bonosusatya belum pernah diterbitkan surat perintah penyidikan atau penetapan tersangka," ujar hakim.
Selain itu, belum ada juga penghentian penyidikan secara hukum dan sah terhadap Robert, sebab, surat penyidikannya pun belum pernah diterbitkan.
"Tidak dapat dibuktikan bahwa tidak ada dalil-dalil penghentian penyidikan secara hukum dan sah terhadap Robert Bonosusatya dalam perkara dugaan korupsi tata niaga PT Timah," tambah hakim.
Atas putusan tersebut, usai mengikuti sidang, Boyamin mengatakan akan mengirimkan surat pada JAM PIDSUS untuk segera menetapkan Robert sebagai tersangka.
"Maka besok akan berikan surat kepada JAM PIDSUS meminta RBS untuk segera ditetapkan tersangka jika dua alat bukti cukup, dengan dilampirin dokumen yang pernah saya buktikan kemarin," kata Boyamin.
Dia menyebut, akan menyerahkan bukti yang menunjukkan peran Robert dalam menginisiasi pertemuan, memodali, dan mengambil keuntungan paling awal ketika ada perusahaan cangkang dalam kasus PT Timah Ini.
"Nah, itu kemudian akan saya ajukan permintaan kepada JAM PIDSUS untuk meningkatkan status penyidikan bentuk penetapan tersangka dengan catatan dua alat bukti cukup," ujarnya.
Jika tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka, katanya, dia akan menggugat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk menjelaskan bagaimana dugaan korupsi ini bisa terjadi, penghitungan kerugian negara, dan siapa saja yang terlibat dalam kasus ini.
"Dalam auditan kerugian negara itu pasti ada. Nah, juga kemudian surat dakwaan sudah saya pegang, di mana itu juga menyebut peran RBS," katanya.
Dia menyebut, pada PT Refined Bangka Tin, salah satu perusahaan yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi timah ini, terdapat kepemilikan saham, yang jika ditelusuri akan bermuara di perusahaan yang pengendali sahamnya adalah Robert.
Oleh karena itu, dia juga akan menggugat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang katanya, tidak menelusuri aliran uang dengan benar.
"Saya juga akan gugat PPATK yang tidak melacak itu aliran uang. Udah, PPATK aja. Jadi, tergugat satunya JAM PIDSUS, tergugat duanya BPKP, tergugat tiganya PPATK," tuturnya.
Diketahui, Robert telah diperiksa sebagai saksi sebanyak dua kali di Kejaksaan Agung terkait dengan dugaan korupsi di PT Timah ini. Namanya juga tertera dalam surat dakwaan para terdakwa kasus ini.
Dia juga sempat beberapa kali disebut dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah ini. Salah satunya pada Rabu (23/10/2024), salah satu terdakwa, Harvey Moeis menyebut pernah menerima uang di rumah Robert.
Harvey mengungkapkan hal tersebut, saat dihadirkan sebagai saksi mahkota untuk Pemilik PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim; Dirut PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi; Dirkeu PT Timah, Emil Elmindra; dan Dirut PT Stanindo Inti Perkasa, MB Gunawan, yang juga merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi ini.
Harvey yang dalam kasus ini menjadi perwakilan dari PT Refined Bangka Tin tersebut, mengaku menerima uang dari Helena di rumah Robert.
Uang yang diberikan pada Harvey dari Helena tersebut, merupakan uang yang dikumpulkan dari beberapa smelter swasta yang terlibat dalam kasus ini. Uang dalam bentuk dolar Amerika dikirim oleh para pemilik smelter pada Helena, yang kemudian diserahkan pada Harvey dalam bentuk rupiah.
"Rumah kolega kami. Pak Robert. Robert Bono," kata Harvey dalam ruang sidang Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2024).
Katanya, rumah tersebut bukanlah rumah yang biasa menjadi tempat tinggal tetap, tetapi rumah singgah milik Robert yang berasa di wilayah Gunawarman.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Anggun P Situmorang