Menuju konten utama

Hakim Perempuan Curhat Sulit Berkarier saat Berumah Tangga

Salah satu hakim, Khadijah, kerap mendapat ketidakadilan saat menjalani sidang cerai padahal berstatus hakim yang menangani perkara perceraian.

Hakim Perempuan Curhat Sulit Berkarier saat Berumah Tangga
Warga duduk di dalam ruang sidang yang kosong di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Senin (7/10/2024). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/nym.

tirto.id - Anggota Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mengeluhkan kesulitan hakim perempuan menjaga keharmonisan rumah tangga dan mengejar karier selama bertugas sebagai hakim.

"Kedudukan kami sebagai hakim perempuan, kami juga ingin mengejar karier, di sisi lain kami adalah seorang ibu," kata salah satu hakim perwakilan SHI dari Pengadilan Agama Maros, Sulawesi Selatan, Siti Khadijah Yahya, dalam audiensi di Gedung Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Rabu (9/10/2024).

Khadijah mencontohkan, beberapa temannya yang dipanggil untuk fit and proper test sebagai bagian tahapan untuk kenaikan jabatan. Namun, mereka kerap mendapat pertanyaan soal suami dan keluarga.

"Pertama kali ditanyakan tentang keluarga, anak, dan suami," tuturnya.

Khadijah juga bercerita banyak hakim perempuan mendapat ketidakadilan dalam menjalani sidang perceraian padahal kerap memutus sidang perceraian. Ia mencontohkan, hakim perempuan kerap tidak mendapat harta gono-gini yang adil dan hak asuh anak karena kerap berpindah tempat dinas. Alhasil, para hakim perempuan ini pun kerap dicap gagal mengurus anak karena berpidah tugas.

Oleh karena itu, Khadijah meminta kepada KY untuk diberikan bimbingan psikolog dan tempat pengaduan.

"Ke mana harus mengadu?" ucapnya.

Khadijah juga meminta perlindungan dan upaya pengamanan untuk hakim perempuan. Dia mengaku sempat mengalami kemalingan. Akan tetapi, ia sulit mendapat bantuan hukum karena proses yang sulit padahal berprofesi sebagai hakim.

Menanggapi keluhan Khadijah, Wakil Ketua Komisi Yudisial, Siti Nurjannah, mengatakan, perempuan memang kerap menghadapi pilihan antara karier atau keluarga. Dia menceritakan tentang pengalamannya yang menduduki jabatan yang sama, karena tidak bisa berpindah, dan lebih mementingkan keluarga.

Siti menyebut, setiap kenaikan jabatan hakim diharuskan berpindah ke daerah lainnya untuk menjaga integritas.

"Pembinaannya harus terus berpindah, kaitannya dengan perempuan, karier itu adalah pilihan," tutur Siti menanggapi keluhan Khadijah.

Siti menjelaskan, alasan hakim berpindah demi menjaga integritas dalam mengadili karena telah mengenal baik jaksa, pengacara, maupun pemerintah setempat.

Sementara itu, Siti meminta Khadijah untuk mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial dalam upaya meminta perlindungan hakim perempuan. Ia mengingatkan, KY bisa menindak keluhan hakim.

"KY tidak hanya melakukan pengawasan tapi juga melakukan advokasi, perlindungan kepada hakim. Kirim surat aja," tuturnya.

Diketahui, SHI melakukan cuti massal sejak 7 hingga 11 Oktober 2024. Mereka menuntut peningkatan kesejahteraan hakim yang selama ini belum mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir.

Dalam masa cuti tersebut, anggota SHI yang terdiri atas para hakim se-Indonesia melakukan audiensi dengan beberapa lembaga dan kementerian untuk menyampaikan tuntutan peningkatan kesejahteraan hakim. Dalam catatan, SHI telah melakukan audiensi dengan Pimpinan Mahkamah Agung, Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), beberapa Kementerian, dan Pimpinan DPR-RI beserta Komisi III.

Dalam beberapa audiensi tersebut, SHI menyampaikan tuntutannya berupa kenaikan gaji dan tunjangan hakim yang tak kunjung berubah sejak 12 tahun lalu, meski telah diterjang inflasi.

Baca juga artikel terkait HAKIM atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher