tirto.id - Ketua Majelis Hakim Agung kasasi perkara terpidana penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur, Soesilo, memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion pada putusan kasasi terhadap Ronald. Soesilo menilai, Ronald Tannur tidak layak dihukum 5 tahun penjara dan terbukti melanggar Pasal 351 Ayat 3 KUHP dalam kasus penganiayaan dengan korban Dini Sera Afriyanti.
Dalam amar putusan kasasi dengan Nomor 1466/K/Pid/2024, Soesilo berbeda pandangan dengan dua hakim lain, yakni Ainal Mardhiah dan Sutarjo, menilai putusan Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus Ronald Tannur telah sesuai secara aturan yang berlaku.
"Bahwa putusan judex facti telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang relevan secara yuridis sebagaimana terungkap dalam persidangan berdasarkan alat bukti yang sah sesuai ketentuan Undang-Undang," kata Soesilo dalam dissenting opinion yang dikutip Tirto, Kamis (12/12/2024).
Dalam pertimbangan hakim, Soesilo menyampaikan analisa fakta hukum terkait kronologi meninggalnya Dini Sera. Soesilo menilai, Dini Sera lah yang memulai perkelahian dengan Ronald Tannur. Dia mengatakan Ronald dan Dini bersama teman-temannya berkaraoke dan meminum minuman keras di room nomor Black Hole KTV. Kemudian, mereka keluar dari room sambil membawa botol minuman jenis Tequilla Jose yang ada sisa minumannya.
"Akan tetapi terjadi perselisihan antara terdakwa dan Dini Sera Afrianti, yaitu Dini Sera Afrianti menampar dan menarik jaket terdakwa. Sehingga terdakwa sempat mendorong badan Dini Sera Afrianti pada bagian dada untuk menjauhkan Dini Sera Afrianti agar tidak menarik jaket terdakwa," ujarnya.
Kemudian, perdebatan kembali terjadi antara keduanya di basement. Ia menyebut, mereka kembali masuk lift naik ke karoke Black Hole untuk memeriksa CCTV, akan tetap tak diizinkan oleh petugas keamanan.
"Selanjutnya terdakwa kembali ke basement dan menyuruh Dini Sera Afriani yang sedang bermain handphone untuk pulang bersama teman-temannya," tuturnya.
Soesilo meyakini, Ronald menyalakan mobilnya, melihat spion, dan berbelok ke kanan menuju arah keluar basement. Ronald meyakini, saat itu, tak mendengar suara apapun dan mengetahui Dini telah tergeletak saat hendak memakai sabuk pengaman dan melihat spion tengah.
Kemudian, Ronald turun dari mobil dan melihat Dini tergeletak. Ia lantas memasukan Dini ke dalam mobil bagian belakang bersama dua orang temannya dan dibawa ke tempat tinggal Dini di Apartment Orchad Tanglin.
"Bahwa dari rekaman CCTV pada area parkir basement Lenmarc, menunjukkan posisi mobil terdakwa dalam posisi terparkir, bergerak, dan kemudian berbelok ke kanan, lalu jalan lurus dan berhenti, sedangkan keberadaan posisi diri korban Dini Sera Afriani berada di sebelah kiri kendaraan terdakwa," ungkapnya.
Dia menyebut, Dini masih dalam keadaan bernyawa saat berada di kediamannya dan masih bergerak. Kemudian, Ronald menaruh Dini di kursi roda. Akan tetapi, Dini, yang berada di kursi roda, tidak bergerak sehingga diberikan pertolongan pertama.
Kemudian, Ronald dan temannya bersama petugas keamanan apartemen Dini membawa Dini ke rumah sakit National Hospital dan kekasihnya tersebut dinyatakan tidak bernyawa. Kemudian, RS Nasional Hospital menyarankan untuk membawa Dini ke Rumah Sakit Dr Soetomo dan rumah sakit tersebut menyampaikan pada Ronald untuk membuat laporan karena adanya luka yang tidak wajar.
"Bahwa hasil Visum et Repertum Nomor KF.23.0465 tertanggal 13 Oktober 2023 yang dilaksanakan oleh Dokter Pemeriksa dr. Renny Sumino, Sp.FM., M.H, dalam kesimpulannya dengan sebab kematian Dini Sera Afrianti adalah karena luka robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan tumpul sehingga terjadi pendarahan, yang didasarkan pada hasil pemeriksaan dalam dan luar, serta pemeriksaan tambahan yaitu ditemukan alkohol pada lambung dan darah, pelebaran pembuluh darah pada otak besar, hati, ginjal kanan dan kiri, perdarahan pada tempat pertukaran udara paru kanan bawah dan paru kiri atas," katanya.
Soesilo meyakini, fakta tersebut membuktikan Dini meninggal dunia dengan sebab kematian yaitu luka robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan tumpul sehingga terjadi pendarahan, yang didasarkan pada hasil pemeriksaan dalam dan luar, serta pemeriksaan tambahan yaitu ditemukan alkohol pada lambung dan darah, pelebaran pembuluh darah pada otak besar, hati, ginjal kanan dan kiri, perdarahan pada tempat pertukaran udara paru kanan bawah dan paru kiri atas.
"Bahwa meskipun terdapat visum et repertum yang menjelaskan kematian Dini Sera Afrianti, namun hasil visum et repertum tersebut tidak serta merta menyatakan Terdakwa lah sebagai pelaku perbuatan terhadap Dini Sera Afrianti, apalagi sampai adanya dugaan Terdakwa melindas tubuh Dini Sera Afrianti sebagai penyebab meninggalnya Dini Sera Afrianti karena tidak ada alat bukti yang dapat membuktikan dugaan tersebut," ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa hakim dalam perkara pidana mempunyai hak dan kewajiban mempertimbangkan secara cermat segala hal yang dapat membantu memperjelas perkara selama persidangan. Diantaranya dengan cara menggali fakta-fakta dari keterangan Saksi-saksi, Ahli dan Keterangan Terdakwa yang dihadirkan di persidangan.
Katanya, hal ini merupakan perwujudan tujuan hukum pidana yaitu mencari kebenaran materil. Oleh karena itu, hakim seharusnya bersifat aktif dengan memberikan pertanyaan kepada saksi-saksi, ahli maupun terdakwa dan mencermati bukti surat sehingga dapat mendekati kebenaran materil dalam perkara a quo.
"Pada akhirnya hakim dapat memutuskan apakah Terdakwa telah terbukti melakukan suatu tindak pidana dalam pengertian penuntutan, atau apakah suatu tindak pidana telah terbukti tetapi bukan suatu tindak pidana, atau apakah itu merupakan suatu tindak pidana dengan berdasarkan semua bukti yang diajukan," pungkasnya.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher