Menuju konten utama

Hak Angket DPR terhadap KPK Sarat Konflik Kepentingan

Hak angket anggota DPR yang digulirkan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding sarat konflik kepentingan.

Hak Angket DPR terhadap KPK Sarat Konflik Kepentingan
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK melakukan 'walkout' saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Hak angket anggota DPR yang digulirkan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding sarat konflik kepentingan. Hal ini terlihat dari permintaan yang disampaikan melalui hak angket juga melibatkan nama-nama anggota Komisi III DPR.

"Angket ini mengandung konflik kepentingan. Kalau kasusnya tidak punya korelasi dengan DPR, saya pasti akan melihat secara objektif," ujar praktisi hukum Andi Syafrani dalam diskusi Populi Center dan Smart FM di Menteng, Jakarta, Sabtu (29/4/2017).

Permintaan anggota DPR dalam hak angket untuk meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, anggota DPR yang kini menjadi tersangka pemberi keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Seperti diketahui, penyidik KPK Novel Baswedan dituding telah melakukan intimidasi dalam proses pemeriksaan. Dalam persidangan, Novel mengatakan bahwa Miryam selaku anggota DPR mendapat tekanan dari sejumlah anggota DPR lainnya saat dimintai keterangan dalam pemeriksaan. Politikus Partai Hanura itu mengaku ditekan oleh Aziz Syamsuddin, Desmond Junaidi Mahesa, Masinton Pasaribu, Sarifuddin Sudding, dan Bambang Soesatyo.

Menurut Andi, hak angket DPR seharusnya digunakan apabila KPK diduga melanggar proses hukum atau ada kebijakan yang tidak tepat. Sementara, dalam hak angket yang saat ini bergulir, anggota DPR dinilai lebih mengutamakan kepentingan pribadi.

"Karena ada kaitan nama-nama yang duduk di Senayan itu lah mengapa timbul konflik kepentingan," kata Andi.

Senada dengan pernyataan Andi, peneliti Formappi Lucius Karus juga melihat ada kepentingan dalam proses pengajuan hak angket. Ia melihat dari pengguliran wacana hak angket hingga penyetujuan penerapan hak angket yang terkesan tergesa-gesa.

"Dari itu saja sebenarnya sudah kelihatan betul bahwa sebenarnya ada kepentingan lain yang tidak dijelaskan secara tuntas dari kelompok pengusul hak angket ini dan kepentingan itu yang sebenarnya lebih kuat dibaca oleh publik ketimbang kemudian alasan-alasan yang disampaikan dalam naskah atau nota pengajuan hak angket yang disampaikan oleh pengusung hak angket," kata Lucius di Menteng, Jakarta.

Lucius melihat, salah satu poin kepentingan yang dikejar oleh DPR adalah barang bukti berupa rekaman dan dokumen Berita Acara Perkara (BAP) milik Miryam S Haryani di KPK. Ia melihat, langkah hak angket sebagai langkah frustrasi DPR untuk mematikan langkah KPK menyelidiki kasus korupsi di tubuh lembaga dewan ini.

"Jadi ini yang bisa dilakukan oleh DPR sebagai kelompok yang sudah frustrasi selalu menjadi target KPK setiap saat sehingga peluang itu mereka lihat dalam hak yang hanya mereka yang punya, dalam hal ini hak angket. Jadi bukan dalam konteks mereka sedang ingin membuka tabir kegelapan e-KTP sebenarnya," ujar Lucius.

Lucius menegaskan, tidak ada satu pihak pun yang bisa mengambil dokumen dan rekaman tersebut dari KPK. Hal itu baru bisa dibuka apabila pengadilan memerintahkan kepada KPK untuk membuka rekaman tersebut.

Ia menegaskan, hak angket justru membuktikan kalau DPR tengah berusaha memaksakan sesuatu dalam kasus Miryam. Selain itu, hak angket justru memicu permusuhan baru antara DPR dengan KPK.

"Saya melihat hubungan kerja itu akan berubah menjadi hubungan intimidatif sebenarnya. Jadi komisi 3 menggunakan kewenangannya sebagai mitra kerja komisi III untuk mengintervensi atau minimal menakut-nakuti KPK," kata Lucius.

Lucius menambahkan, hak angket pun tidak bisa memberikan dampak signifikan kepada KPK. Ia beralasan, hasil keputusan hak angket tetap dikembalikan kepada Presiden selaku pihak eksekutif. Hal itu dinilai salah alamat karena KPK merupakan lembaga yudikatif yang bergerak independen.

Dengan kata lain, pelaksanaan hak angket tidak memiliki konsekwensi kepada KPK ketika hak angket telah bersifat final atau tengah berjalan. Apalagi, lanjut Lucius, proses persetujuan langkah hak angket ini tidak memenuhi aturan sehingga hak angket tidak memberikan dampak apapun kepada KPK.

"Nggak ada konsekuensinya karena prosedurnya sendiri sudah menyimpang dari apa yang sudah diatur undang-undang. Jadi sulit membayangkan bagaimana ini selanjutnya, termasuk kemudian pun mereka bisa sampai pada pembuatan keputusan akhir pembuatan rekomendasi. Pembuatan rekomendasi untuk hak angket kan ditujukan ke presiden, pemerintah. Coba membayangkan menyuruh presiden menindak KPK. Itu juga tidak nyambung karena KPK ini sudah dijadikan undang-undang sendiri juga," kata Lucius.

Hal mirip juga diungkapkan oleh Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz. Donal berpendapat, DPR tidak bisa mengambil dokumen BAP atau rekaman lewat hak angket.

"Nggak bisa. itu proses persidangan bukannya. BAP Miryam itu dan rekaman Miryam itu pasti dibuka di KPK, tetapi di persidangan," kata Donal di Menteng, Jakarta.

Donal menegaskan, rekaman dan BAP Miryam pasti akan dibuka di persidangan. Kedua benda itu sangat diperlukan untuk mendakwa Miryam yang diduga memberi keterangan saksi palsu. Namun, semua itu tidak bisa dibuka di DPR, dalam proses hak angket.

Donal tidak memungkiri ada kepentingan dalam permasalahan Miryam, apalagi sampai saat ini anggota DPR itu masuk daftar pencarian orang (DPO). Ia menilai, ada campur tangan sejumlah orang yang ingin mengganggu proses pengungkapan kasus perkara yang tengah diusut KPK.

Ia melihat ada dua cara yang digunakan oknum-oknum yang tidak ingin kasus ini dibuka yakni dengan penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan serta pencabutan BAP Miryam.

Semua sudah dilakukan secara sistematis dan terkonsolidasi. Saat disinggung nama, ia enggan menyebut nama mereka. Akan tetapi, nama tersebut sudah bisa terlihat secara jelas.

"Para pemain lama. Musuh-musuh KPK di DPR itu sudah jelas. bisa diidentifikasi siapa orangnya," kata Donal.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri