tirto.id - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan Indonesia tidak sendiri dalam menghadapi pelemahan nilai tukar mata uang. Tren yang disebabkan menguatnya dolar Amerika Serikat tersebut juga berdampak pada sejumlah mata uang negara lain.
“Kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS membuat tekanan kepada seluruh mata uang di dunia. Namun, secara persentase tekanan kepada rupiah tidak sebesar yang dialami negara-negara lain,” kata Agus dalam jumpa pers di kantor BI, Jakarta, pada Kamis (26/4/2018).
Agus mencatat bahwa secara month-to-date atau kurun waktu 1-26 April 2018, Indonesia mengalami depresiasi sebesar -0,88 persen. Sedangkan mata uang negara lain, seperti Baht Thailand malah mengalami depresiasi -1,12 persen dan Ringgit Malaysia terdepresiasi -1,24 persen.
Untuk memaknai tren yang sedang terjadi, Agus meminta agar masyarakat tidak sekadar melihat dari angka nominal, melainkan persentase depresiasinya. Menurut Agus, depresiasi rupiah dari hari ke hari tidak mengalami gejolak yang signifikan apabila dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain.
“Kita ada batas psikologisnya, ketika [nilai tukar rupiah terhadap dolar AS] tembus Rp13.900-Rp14.000, bilangannya besar. Tapi, kami mohon lihat dari sisi persentasenya,” ujar Agus.
Agus menambahkan BI tidak akan mematok kurs rupiah di level tertentu. Pasalnya, BI tetap meyakini fundamental perekonomian Indonesia masih baik. Apabila terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, Agus memastikan BI akan tetap menerapkan asas disiplin dan konsisten.
Agus menegaskan sistem keuangan Indonesia masih stabil. Selain itu, indikator-indikator seperti inflasi dan defisit transaksi berjalan juga masih aman. Apalagi, perekonomian Indonesia sudah mendapatkan kepercayaan seperti terlihat pada penilaian lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings dan Moody’s Investors Service.
Agus juga mengingatkan agar korporasi yang mempunyai pinjaman valas maupun yang memiliki pinjaman ke luar negeri harus tetap mematuhi regulasi dan prinsip kehati-hatian.
“Kami turut meyakinkan kalau transaksi dalam negeri antara pembeli dan penjual, harus menggunakan rupiah. Kita sekarang punya perusahaan-perusahaan yang jauh lebih sehat dan tidak berisiko karena nilai tukar,” kata Agus.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom