Menuju konten utama

Menperin dan Apindo Khawatir Tren Pelemahan Rupiah Bebani Industri

Jika terus berlanjut, tren pelemahan rupiah dikhawatirkan akan membawa dampak berat terhadap sektor industri nasional.

Menperin dan Apindo Khawatir Tren Pelemahan Rupiah Bebani Industri
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto berdiskusi dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman ketika rapat terbatas percepatan pelaksanaan berusaha di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/4/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengaku khawatir tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS bisa berdampak berat kepada dunia usaha. Sebab, pelemahan nilai tukar rupiah akan mengerek biaya produksi industri, terutama yang membutuhkan bahan baku impor.

“[Dampaknya] Utang bertambah banyak. Yang penting itu [rupiah] harus stabil, karena impor sudah pasti lebih mahal,” kata Airlangga di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Selasa (24/4/2018).

Karena itu, Airlangga meminta Bank Indonesia (BI) mengantisipasi hal tersebut. Dia menegaskan stabilitas rupiah penting bagi industri. Tren pelemahan nilai tukar rupiah tentu tidak dikehendaki oleh pengusaha.

“Tugas utama BI kan menjaga stabilitas mata uang,” ujar Airlangga.

Senada dengan Airlangga, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga khawatir dengan dampak tren pelemahan rupiah. Kendati demikian, Hariyadi mengklaim bahwa pelaku industri telah memprediksi rupiah yang bakal mengalami tekanan di periode Mei-Juni 2018.

Menurut Hariyadi, setidaknya ada tiga faktor yang memengaruhi. Pertama, The Fed akan menaikkan suku bunganya lagi. Kedua, beberapa perusahaan asing membagikan dividennya dengan mengonversi mata uangnya. Ketiga, ekspor relatif tidak tumbuh signifikan sebab kenaikan volumenya tidak banyak.

“Impor bahan baku itu cukup dominan. Kita masih banyak yang impor [bahan baku], sehingga tekanan ini masih akan berlanjut. Jadi harus hati-hati, walaupun kita kuat, tapi faktor global cukup dominan,” ujar Hariyadi.

Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengklaim Bank Sentral sudah melakukan intervensi pasar dengan “dosis” yang cukup besar untuk menjaga stabilitas rupiah.

“BI akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya,” kata Agus dalam keterangan resminya pada Senin malam (23/4/2018) seperti dikutip Antara.

Agus juga mengingatkan penguatan dolar AS tidak hanya mempengaruhi rupiah, melainkan juga mata uang negara-negara lain.

Agus menilai penguatan dolar AS karena kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat yang mendekati level 3 persen. Peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah AS itu karena optimisme investor terhadap prospek ekonomi negara itu, serta perkembangan perang dagang AS dengan Cina.

Selain itu, ada juga pengaruh dari mencuatnya kembali ekspektasi kenaikan suku bunga The Federal Reserve (Bank Sentral AS) hingga lebih dari tiga kali pada 2018.

“Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya, BI telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar Surat Berharga Negara dalam jumlah cukup besar,” kata Agus.

BI mengaku akan terus mewaspadai risiko keberlanjutan tren pelemahan rupiah. Selain memantau gejolak global, BI juga menyoroti tekanan dari dalam negeri, seperti kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik, utang luar negeri, dan dividen yang cenderung meningkat pada triwulan II 2018.

Baca juga artikel terkait NILAI TUKAR RUPIAH atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom