Menuju konten utama

BI: Penurunan Nilai Tukar Rupiah Masih Rendah Dibanding Negara Lain

Bank Indonesia menyebut penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tergolong masih rendang dibandingkan negara-negara lain.

BI: Penurunan Nilai Tukar Rupiah Masih Rendah Dibanding Negara Lain
Petugas beraktivitas di Unit Pengelolaan Kas Bank Mandiri di Jakarta, Selasa (25/4). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

tirto.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar hari ini, Senin (23/4/2018), terdepresiasi hingga hampir menyentuh angka Rp14.000. Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah tertekan sampai Rp13.975 terhadap dolar dan sedangkan data Bank Indonesia menunjukkan nilai tukar rupiah ada di level Rp13,894.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Agusman mengakui bahwa nilai tukar rupiah pada hari ini terdepresiasi minus 2 persen terhadap dolar. Namun, ia menampik bahwa depresiasi rupiah adalah yang terparah terhadap dolar.

Ia menyebutkan bahwa rupiah masih berada di posisi yang cukup aman, jika dibandingkan oleh negara lain di Asia. Di India nilai mata uang rupee terdepresiasi terhadap dolar minus 3 persen; di Filipina nilai mata uang peso terdepresiasi terhadap dolar sebesar minus 4 persen. Di Turki nilai mata uang lira terdepresiasi terhadap dolar sebesar 6 persen.

Di sisi lain, ada negara yang menunjukkan apresiasi nilai tukar mata uangnya terhadap dolar, seperti Thailand nilai mata uang bath terapresiasi sebesar 4 persen terhadap dolar dan Malaysia nilai mata uang ringgit terapresiasi 3 persen terhadap dolar.

"Pergerakan nilai tukar year to date banyak sekali yang di atas kita depresiasinya. Kita minta semua masyarakat supaya secara psikologis (tenang) kita bisa menghadapi ini," ujar Agusman di kantor Bank Indonesia Jakarta hari ini.

Agusman optimistis bahwa nilai tukar rupiah dapat terjaga dengan melihat fundamental ekonomi dalam negeri yang masih stabil. "Kita gugah untuk bersama-sama jaga rupiah tetap di pasar dan mudah-mudahan kita bisa menyelesaikan masalah ini, memang temporer," ucapnya.

Apalagi dengan adanya kenaikan peringkat utang Indonesia yang diberikan lembaga pemeringkat internasional Moody’s dari Baa3 dengan outlook positif menjadi Baa2 dengan outlook stabil. Peningkatan peringkat ini dapat menunjukkan stabilitas sistem keuangan nasional yang terus terjaga di tengah dinamika global dan risiko geopolitik yang terjadi.

BI berharap dengan keluarnya laporan Moody’s dapat membantu secara bertahap untuk nilai tukar rupiah menguat. "Tentu kami sampaikan (berupaya) tetap menjaga nilai rupiah di pasar dan kita baru dapat kenaikan Moody's," katanya.

Faktor global di luar kuasa pemerintah dalam negeri, dikatakannya menjadi kekhawatiran utama untuk dicermati bersama. Direktur Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Rahmatullah mengatakan bahwa banyak pelaku pasar global mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate/FFR). Diprediksikan dapat naik tiga hingga empat kali dalam satu tahun ini.

"Kalau kita lihat bahwa nilai tukar dollar sudah kembali menguat terhadap major maupun emerging currencies. Kemudian yield global khususnya US treasury sekarang sudah mendekati 3 persen, artinya banyak pelaku pasar global itu yang mulai antisipasi kenaikan FFR," jelasnya.

Selain itu didukung dengan data ekonomi AS yang terus bagus, data inflasi kemungkinan diyakini akan mencapai target. Jadi, itu yang membuat nilai tukar dollar menguat terhadap nilai mata uang negara berkembang dan utama, seperti Jepang (yen), Eropa (euro), yield-nya juga mendekati naik tinggi," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait INFLASI atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Agung DH