Menuju konten utama

Grasi-Grasi yang Diberikan Jokowi dan SBY

Pemberian grasi adalah hak prerogatif Presiden, termasuk grasi untuk Antasari Azhar. Namun Jokowi menegaskan tidak akan pernah memberikan grasi bagi kasus narkoba. Bagaimana dengan presiden sebelumnya?

Grasi-Grasi yang Diberikan Jokowi dan SBY
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar melakukan syukuran setelah permohonan grasi dikabulkan oleh presiden. ANTARA FOTO/Feny Selly

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengabulkan permohonan grasi yang diajukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar. Keputusan Presiden (Keppres) mengenai permohonan grasi ini telah dikirim ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Senin (23/1/2017).

Salah satu poin dalam Keppres itu adalah pengurangan masa hukuman bagi Antasari sebanyak 6 tahun. Antasari menjalani hukuman setelah dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, sehingga pria kelahiran 18 Mei 1953 ini divonis 18 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2010.

Antasari sempat mengajukan Peninjauan Kembali atas kasus yang menimpa dirinya pada September 2011, namun upaya hukum itu ditolak oleh MA karena bukti yang diajukan dianggap tidak tepat.

Selama ditahan sejak 2010, Antasari telah mendapat remisi 4 tahun 6 bulan, dan akhirnya ia bebas secara bersyarat pada November 2016. Meski demikian, ia masih diwajibkan melapor sekali sebulan di Lapas Tangerang karena ia baru bebas sepenuhnya pada 2022 mendatang.

Karena itu, kabar dikabulkannya grasi oleh Presiden Jokowi menjadi kabar yang menggembirakan bagi Antasari. Ia pun langsung mendatangi Lapas Tangerang pada Rabu (25/1/2017) untuk mengetahui secara pasti mengenai grasi tersebut.

Menurut Antasari, permohonan grasinya yang dikabulkan itu bermakna besar. "Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan dan berhasil, harus kita syukuri. Grasi ini memiliki makna buat saya, keluarga dan bangsa Indonesia."

Merujuk pada UU Nomor 5 tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi, permohonan grasi memang diperbolehkan bagi narapidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Berdasarkan regulasi yang ada, putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, penjara seumur hidup, dan penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Grasi Era Jokowi

Pemberian grasi terhadap Antasari bukan yang pertama di era Presiden Jokowi. Sebelumnya, pada Maret 2015, mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga pernah mengabulkan permohonan grasi terpidana mati kasus pembunuhan di Pekanbaru, Riau, Dwi Trisna Firmansyah. Hukuman pidana mati bagi Dwi menjadi pidana seumur hidup.

Presiden Jokowi juga pernah memberikan grasi kepada lima tahanan politik dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) saat ia berkunjung ke Lapas Abepura, Provinsi Papua pada 9 Mei 2015. Pemberian grasi ini sebagai upaya pemerintah dalam menyelesaikan konflik di bumi Cenderawasih tersebut.

Apa yang dilakukan Jokowi sesuai dengan UU No 5 tahun 2010. UU ini menyebutkan pemberian grasi oleh presiden bisa berupa peringanan atau perubahan jenis pidana seperti hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Grasi juga bisa berupa pengurangan jumlah pidana seperti grasi yang diajukan Antasari, atau bisa juga berupa penghapusan pelaksanaan pidana seperti yang dilakukan Jokowi terhadap tahanan politik di Papua.

Pemberian grasi oleh presiden bukan campur tangan dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif presiden untuk memberikan ampunan. Meskipun dalam UU diatur bahwa presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Infografik Pemberian Grasi

Beda Jokowi dan SBY Soal Grasi

Meskipun pemberian grasi adalah hak prerogatif presiden, tapi Jokowi menegaskan ia tidak akan pernah memberikan grasi bagi terpidana kasus narkoba. Ia memastikan dirinya akan menolak semua grasi yang diajukan dalam kasus narkoba karena mempertimbangkan dampak negatif akibat penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Soal ini, Jokowi tampaknya belajar dari pengalaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang diprotes karena dianggap mengobral grasi bagi narapidana narkoba. Bahkan Yusril Ihza Mahendra pernah menyebut bahwa dalam sejarah Indonesia, baru SBY yang memberikan grasi kepada napi gembong narkoba.

Pada 2012, misalnya, SBY pernah mengabulkan permohonan grasi Schapelle Leigh Corby, terpidana 20 tahun kasus penyelundupan ganja 4,2 kilogram ke Bali pada 8 Oktober 2004. Saat itu, Corby mendapatkan grasi berupa pemotongan masa hukuman selama lima tahun. Dengan pengurangan tersebut,Corby bisa mengajukan pembebasan bersyarat pada 3 September 2012.

Selain Corby, SBY juga pernah memberikan grasi pada Meirika Franola alias Ola. Ola sebelumnya terbukti membawa 3,5 kilogram heroin dari London melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta, sehingga Pengadilan Negeri Tangerang pada 22 Agustus 2000 menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Namun, SBY memberikan grasi, sehingga hidup Ola tak berakhir di hadapan regu tembak. Ia akhirnya menjalani hukuman seumur hidup.

Sayangnya, grasi yang diberikan SBY tidak membuat Ola jera. Ia justru mengendalikan peredaran narkotik internasional dari dalam lapas. Ola dikaitkan dengan penangkapan seorang kurir narkoba bernama Nur Aisyah oleh Bea-Cukai di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Dalam pengadilan, Ola terbukti melakukan transaksi narkotika di lapas sehingga Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman mati terhadap Ola pada Desember 2015 lalu.

Baca juga artikel terkait GRASI atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maulida Sri Handayani