Menuju konten utama

Gara-gara TSMC, Cina Kemungkinan Tak Berani Menyerang Taiwan

Didirikan dengan modal $100 juta dari pemerintah dan $58 juta dari Philips, Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) menjadi "silicon shield".

Gara-gara TSMC, Cina Kemungkinan Tak Berani Menyerang Taiwan
Kantor pusat Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) di Silicon Valley; TSMC adalah pengecoran semikonduktor independen (murni-play) terbesar di dunia. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pada 1 Oktober lalu, dalam rangka memperingati kemenangan Partai Komunis Cina atas Kuomintang sebagai pondasi terbentuknya Republik Rakyat Cina, 56 jet tempur dikerahkan Xi Jinping berkeliling Cina sebagai bentuk unjuk kekuatan.

Karena percaya bahwa Taiwan merupakan bagian dari Cina, sama seperti Hong Kong dan Laut Cina Selatan, semua jet tempur itu pun merangsek ke wilayah Taiwan--negeri berdaulat yang kini dipimpin Tsai Ing-wen. Hal ini membuat Amerika Serikat, sekutu terdekat Taiwan yang ironisnya tak mengakui Taiwan sejak 1979, geram dan menyatakan bahwa tindakan Xi Jinping dapat "mengganggu stabilitas dan keamanan regional."

Memiliki kekuatan ekonomi dan militer setangguh AS, Xi Jinping tak mengindahkan gonggongan Paman Sam. Dalam rapat yang digelar Partai Komunis Cina di Great Hall of the People (sisi barat Tiananmen Square) sepuluh hari usai unjuk gigi jet tempur dilakukan, ia justru menegaskan bahwa "kedaulatan Taiwan adalah ancaman besar yang mengintai reformasi nasional."

Bagi Xi Jinping, mengakui kedaulatan Taiwan sama saja dengan membiarkan keberadaan separatisme di negerinya. Padahal, klaimnya, Taiwan--pulau seluas 30.000 kilometer yang terletak di sebelah barat Cina daratan--merupakan wilayah sah Negeri Tirai Bambu merujuk pada catatan milik Dinasti Han dan dipertegas melalui kuasa yang diberikan Belanda atas pulau ini kepada Dinasti Qing. Wilayah ini menurutnya direbut secara paksa oleh Chiang Kai-shek dan pengikutnya pada 1949.

Setelah membiarkan Chiang Kai-shek dan para pengikut serta keturunannya mengelola Taiwan--termasuk menolak mentah-mentah proposal "one country, two system" yang disodorkan Beijing--dengan hanya memaksa pelbagai perusahaan internasional untuk mengakui Taiwan sebagai bagian dari Cina jika ingin berbisnis di dan dengan Cina, Pemerintah Cina di bawah kekuasaan Xi Jinping merasa cukup. Dalam rapat yang digelar Partai Komunis Cina, Xi Jinping mengumumkan perebutan kembali Taiwan sebagai "tugas ibu pertiwi yang harus dipenuhi."

Memiliki 2,8 juta pasukan militer aktif yang didukung oleh 1.500 pesawat tempur serta dana pertahanan senilai $12 miliar, Xi Jinping meyakinkan dunia internasional bahwa upaya Cina menguasai kembali Taiwan tak akan dilakukan lewat serangan militer atau cara-cara kekerasan, tetapi dengan upaya-upaya damai.

Meskipun unjuk gigi 56 jet tempur yang merangsek ke wilayah Taiwan seakan menjadi bukti bahwa janji itu hanya akan berakhir sebagai isapan jempol, Xi Jinping tampaknya tak sedang bercanda soal upaya-upaya damai untuk mengambil alih Taiwan. Mengapa? Jantung pelbagai perangkat--kecuali buatan Samsung--yang Anda gunakan untuk membaca artikel ini adalah jawabannya.

Silicon Shield

"Segala benda yang menakjubkan hari ini--baik TV, laptop, ponsel, dan beragam wearable device, bermuara pada apa yang berhasil diciptakan umat manusia di tahun 1959," tulis Daniel Nenni dalam Fabless: The Transformation of the Semiconductor Industry (2013).

Setelah transistor, pondasi paling dasar dunia elektronik atau digital mengemuka melalui tangan teknisi-teknisi Bell Labs (kini dimiliki Nokia) pada 1947, dipelopori oleh insinyur Texas Instumen dan Fairchild Industries--Jack Kilby dan Rober Noyce. Sebuah modul yang membenamkan lebih dari satu transistor dalam satu kesatuan utuh bernama integrated chip (IC) tercipta pada 1959.

Terlahirnya IC, ungkap Nenni, "merupakan terobosan terbesar yang pernah dibuat manusia."

Pada tahun-tahun awal kelahiran transistor, individu dan perusahaan pembuat perangkat elektronik kesulitan membenamkan lebih dari satu transistor pada benda yang mereka buat. Padahal, dalam satu perangkat elektronik pembenaman lebih dari satu transistor wajib dilakukan. Musababnya, jika hanya satu yang dipasang, benda yang dibuat akan memiliki kemampuan terbatas, yakni berupa dua logika matematis semata, mengikuti konsep binari. Maka, dalam usaha-usaha membenamkan lebih dari satu transistor, kerja manual penyolderan (flying-wire) yang sangat rawan berujung kegagalan, mesti dilakukan.

IC menihilkan kerja manual penyolderan. Dalam setiap modul IC yang dibuat kala itu, terkandung 12 transistor (2 pangkat 12 logika matematis sistem binari) lengkap dengan penstabil (kapasitor) dan penyesuai (resistor) arus listrik di dalamnya. Kelahiran modul ini mendorong letupan penciptaan perangkat-perangkat elektronik mutakhir. Terlebih, mengikuti prediksi Gordon Moore (pendiri Intel), kandungan transistor pada IC yang mula-mula hanya berjumlah 12 unit, berlipat menjadi 64 unit pada 1965.

Sepuluh tahun berselang, MOS Technology menggebrak dunia dengan merilis chip (microprosesor) yang memiliki 3.510 transistor (MOS 6502) di dalamnya, yang lantas diikuti Intel dengan merilis chip dengan kandungan 4.500 transistor (Intel 8080). Ini menjadi kunci utama kelahiran Personal Computer (PC) yang digagas IBM, Intel, dan Microsoft serta komputer Apple 1 yang digagas Steve Wozniak dan Steve Jobs.

Pada dekade-dekade awal kelahiran IC beserta produk turunannya seperti microprosesor, prosesor, dan DRAM, pelbagai perusahaan pembuat perangkat elektronik di seluruh dunia harus membeli chip yang mereka butuhkan dari perusahaan asal Amerika Serikat seperti Intel, AMD, Fairchild Semicundoctors, serta Texas Instrument. Ini terjadi bukan hanya karena Intel dan AMD, misalnya, paham bagaimana merancang chip, tetapi mereka juga memonopoli teknik manufaktur chip, baik menggunakan teknis planar maupun fotolitografi. Artinya, kala itu, IBM sebagai pembuat PC dan Apple sebagai pembuat Mac, harus rela membeli chip "generik" yang sama dengan pesaing-pesaing mereka.

"Kewajiban" membeli chip dari manufaktur asal AS sirna manakala pelbagai perusahaan Jepang seperti Sony dan Toshiba, berhasil mengembangkan chip buatan mereka sendiri. Kembali merujuk apa yang dipaparkan Nenni, hal ini "mengancam keberlangsungan hidup manufaktur AS karena chip ala Jepang dijual dengan harga yang jauh lebih murah." Pada tahun 1970, pembuat chip asal Jepang sukses mengambil alih 46 persen pangsa pasar di ranah chip DRAM atau Dynamic Random Acces Memory.

Tak ingin kehilangan konsumen, sebagaimana dipaparkan Terence Tsai dalam The Silicon Dragon: High-Tech Industry in Taiwan (2006), para pembuat chip asal AS merestrukturisasi kekuatannya dengan tetap membuat dan merancang chip di tanah Paman Sam, tetapi mentransfer proses pengemasannya ke Asia untuk menurunkan harga jual atas keberadaan buruh-buruh murah. Pada awal 1970-an, selain membangun 11 pabrik pengemasan di Malaysia, sembilan di Korea Selatan, sembilan di Singapura, dan delapan di Hong Kong, pabrik pengemasan chip buatan AS juga dibangun di Taiwan.

Ancaman terhadap chip buatan AS tak hanya berasal dari beragam pembuat chip asal Jepang yang mempu menghadirkan produk berharga murah. Sejak awal 1980-an, dipelopori kehendak pelbagai perusahaan pembuat perangkat elektronik untuk membenamkan chip yang sesuai dengan keinginan mereka agar integrasi hardware/software atau sistem secara keseluruhan berjalan jauh lebih baik, lahir tipe bisnis baru di dunia silikon (chip) bernama "application specific integrated circuits" alias ASICs.

Melalui kelahiran ASICs, muncul perusahaan-perusahaan yang mengkhususkan diri hanya merancang chip (tidak memproduksi/manufaktur) seperti Qualcomm dan ARM Holding. Tipe bisnis yang akhirnya melahirkan kehendak lain dari pelbagai perusahaan pembuat perangkat elektronik: merancang sendiri chip yang mereka butuhkan--persis seperti Apple yang saat ini menggunakan A-Series untuk iPhone/iPad dan M-Series untuk Mac.

Mulanya, untuk memproduksi/manufaktur yang telah dirancang pelbagai perusahaan ASICs atau perusahaan pembuat perangkat elektronik, tenaga Intel, Texas Instrument, dan sejenisnya masih dibutuhkan karena merekalah pemilik pabrik pemroduksi chip (desebut "fab"). Bukan soal kemampuan teknisi-teknisi semata, tetapi fab sangat mahal untuk dibangun.

Pada awal 2000-an misalnya, satu unit fab mesti ditebus dengan biaya pembangunan senilai $10 miliar. Dan, karena fotolitografi merupakan teknik tingkat tinggi yang harus disetel secara presisi, fab umumnya berumur pendek, hanya sekitar 5 tahun. Artinya, untuk memiliki fab sendiri, perusahaan wajib mengelurkan uang senilai $50 per detik--belum termasuk membeli bahan baku silicon dan beragam obat kimia serta pajak.

infografik mild tsmc

infografik mild tsmc. (tirto.id/Fuad)

Ketika Intel, Fairchild, dan kawan-kawan membangun pabrik pengemasan di seantero Asia, Taiwan paham bahwa masa depan mereka bukan sebagai buruh pengemasan semata. Maka, sejak dekade 1970-an, Pemerintah Taiwan membentuk Industrial Technology Research Institute yang bertugas melakukan penelitian-penelitian di bidang silikon/chip. Warsa 1975, organisasi pemerintah ini berhasil mengetahui cara memproduksi chip berteknologi 7-micron. Hal ini mendorong pembentukan perusahaan pembuat chip pertama asal Taiwan bernama United Microelectronics Corporation (UMC).

Dari kesuksesan UMC, Pemerintah Taiwan memberikan uang senilai $100 juta, ditambah dengan investasi senilai $58 juta dari Philips kepada Morris Chang, doktor elektrik lulusan Stanford University yang malang melintang bekerja di pelbagai perusahaan silikon asal AS, untuk membentuk Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC).

Berbeda dengan Fairchild, Intel, ataupun AMD, Morris Chang membangun TSMC bukan sebagai perusahaan yang merancang dan memproduksi chip, tetapi hanya menyediakan alat serta kemampuan untuk memproduksi/manufaktur chip. Jawaban paling hakiki dari perusahaan-perusahaan seperti Apple yang merancang chip-nya sendiri tetapi tidak memiliki fab.

Sempat dicibir Direktur Utama AMD Jerry Sanders yang berkata "real man have fab", TSMC diprediksi gagal dengan skema bisnis ini. Namun, karena perusahaan yang ingin merancang chip sendiri seperti Apple semakin banyak, serta didukung AMD Holding yang memilih melisensikan rancang dasar prosesor ARM mereka, maka TSMC melesat. Dan didukung investasi melimpah, seperti menggelontorkan uang senilai $100 miliar untuk mengambangkan kemampuan pembuat chip, TSMC bertranformasi menjadi pilihan nomor satu mengubah rancangan chip menjadi nyata.

Tak hanya mampu memproduksi chip dengan proses micrometer, tetapi juga nanometer. Bukan 10 atau 7 nanometer, tetapi kini sanggup membuat chip dengan teknologi 5 nanometer. Sukses membuat Apple A15, System-on-Chip (SoC) rancangan Apple, yang memiliki 15 miliar transistor di dalamnya menjadi nyata gara-gara kekuatan 5 nanometer milik TSMC.

Kecuali produk-produk buatan Samsung (karena Samsung memiliki fab sendiri), hampir semua perangkat elektronik mutakhir di seluruh dunia--termasuk buatan perusahaan Cina--pada chip yang terpasang, diproduksi oleh TSMC. Ya, bukan hanya Apple yang jelas-jelas tidak memiliki fab, tetapi juga Qualcomm--perusahaan yang membikin SoC yang umum ditemukan pada ponsel-ponsel Android. Dan uniknya, karena tak mampu mengejar ketertinggalan dari TSMC, Intel pun berencana mengalihdayakan pembuatan chip yang mereka rancang ke TSMC.

Singkatnya, hari ini TSMC adalah tiang penyangga teknologi dunia. Bukan hanya menjadi perusahaan yang memungkinkan segala benda-benda menakjubkan lahir, tetapi TSMC pun menjadi pelindung "silicon shield" bagi Taiwan. Jika Cina melakukan serangan militer untuk mengambil alih wilayah yang diklaim sebagai miliknya, maka kerja TSMC sangat mungkin terganggu atau bahkan hancur. Artinya, hampir semua perusahaan teknologi di dunia termasuk asal Cina akan terusik. Mengganggu bukan hanya stabilitas regional, tetapi juga internasional. Hal yang tentunya tidak diinginkan Cina karena Beijing pun tengah membangun Jalur Sutra Digital.

Baca juga artikel terkait TAIWAN atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Irfan Teguh Pribadi