Menuju konten utama

Gadai Barang demi Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Corona

Salah satu cara bertahan hidup pada masa pandemi adalah menggadai barang.

Gadai Barang demi Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Corona
Petugas berbincang dengan warga yang hendak menggadaikan barangnya di Kantor Pusat Pegadaian, Jakarta, Selasa (21/4/2020).ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - Sudah sebulan lebih Gatot Sugondo dan keluarga diam di rumah, Kota Semarang. Ia sudah tak lagi bekerja sejak ada pandemi COVID-19. Akibatnya, tak ada pemasukan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Gatot sempat mengakalinya dengan menggadai barang-barang, tapi lama-lama pun tak cukup.

“Sudah satu bulan saya sekeluarga di rumah tidak kerja. Sampai harus gadaikan motor buat makan. Bulan ini enggak tahu makan pakai apa, sudah enggak ada barang yang bisa digadai,” kata Gatot di Twitter.

Keluhan serupa diungkapkan Hasanah, penjual nasi kuning di Bandung. Ia terpaksa menggadai kalung emasnya.

“Anak juga nawarin gadai kalung emas agar saya tetap bisa masak. Tadinya digadai biar bisa tetap jualan, tapi sekarang jualan udah sepi, jadi dipakai buat sehari-hari,” katanya kepada reporter Tirto, Senin (20/4/2020).

Cerita singkat Gatot dan Hasanah ini hanya contoh kecil bagaimana orang-orang bertahan hidup di masa pandemi. Ketika tak ada bantuan pemerintah, tabungan menipis, bantuan sanak saudara atau tetangga tak bisa diharapkan, maka menggadai barang adalah salah satu pilihan paling mudah.

Tidak heran jika kemudian PT Pegadaian (Persero), salah satu perusahaan gadai terbesar, mengalami peningkatan pengunjung. Sekretaris Perusahaan Pegadaian Swasono Amoeng Widodo menegaskan kepada reporter Tirto kalau kenaikan yang terjadi mulai awal Maret lalu ini karena “naiknya kebutuhan dana segar oleh masyarakat, dampak terjadinya pandemi COVID-19.”

“Mayoritas masyarakat memerlukan dana tunai baik yang sifatnya konsumtif karena berkurangnya pendapatan selama krisis pandemi COVID-19. Ada juga yang sifatnya produktif untuk menambah modal kerja,” tambahnya.

Swasono menyebut per 31 Maret jumlah nasabah aktif Pegadaian mencapai 9,68 juta orang, naik dari 9,56 juta per 29 Februari 2020.

Penumpukan pengunjung semakin tak terelakkan karena perusahaan pelat merah ini menutup beberapa unit pelayanan di zona-zona merah COVID-19. “Akibatnya terjadi penumpukan di kantor cabang karena pelayanan dipusatkan di sana.”

Jenis barang yang digadai sebagian besar berupa emas, persentasenya mencapai 95 persen. Uang hasil gadai tak bisa dibilang besar, hanya rata-rata Rp3,4 sampai Rp4 juta per orang.

Bukti Bansos Belum Maksimal

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan ramainya tempat gadai membuktikan masyarakat tak memiliki tabungan bahkan hanya untuk kebutuhan makan. “Sudah enggak berdaya,” katanya kepada reporter Tirto. “Ini ada dua sisi, pemerintahnya lelet kasih bantuan ke yang rentan miskin, dan masyarakatnya panik,” tambahnya.

Sementara Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan fenomena meningkatnya orang menggadai adalah bukti bantuan sosial dari pemerintah belum maksimal, juga terlambat karena banyak yang sudah kehilangan sumber penghasilan sejak lama.

“Dalam kurun waktu beberapa minggu terakhir banyak pengusaha yang akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK, atau kemudian cuti tanpa bayar. Gadai itu pasti akan ramai,” kata Bhima kepada reporter Tirto.

Oleh karena itu menurutnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah 'membanjiri' masyarakat dengan subsidi, misalnya “diskon LPG 3 kilogram kala bisa 60-70 persen” dan bantuan barang-barang kebutuhan dasar, juga diskon tarif internet. Untuk yang disebut terakhir, menurut Bhima itu bermanfaat terutama bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Orang di-PHK jaring pengamannya adalah UMKM. UMKM yang masih bisa 'muter' dalam kondisi social distance itu UMKM digital. Malaysia sudah kasih itu Rp2,2 triliun internet gratis, kenapa kita enggak?” katanya.

Pemerintah bukan tidak memberi bantuan sama sekali. Mereka menyiapkan dana sekitar Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok di tengah pandemi. Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam rapat pada 7 April lalu.

Pemerintah pusat juga menyediakan program Kartu Prakerja yang menurut Jokowi akan diprioritaskan bagi mereka yang terkena PKH, namun banyak yang menganggap program yang satu ini tak menjawab masalah apa pun.

Baca juga artikel terkait USAHA GADAI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino