tirto.id - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyampaikan dicabutnya status pandemi global atau status kedaruratan kesehatan global COVID-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) perlu disikapi dengan pemahaman yang jernih.
“Pencabutan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) ini bukanlah menandakan Covidnya tidak ada. Ancaman COVID-19 ini ada, nyata bahkan cenderung bisa lebih serius, ada potensi menengah dan jangka panjang yaitu Long Covid,” kata Dicky saat dihubungi reporter Tirto, Minggu (7/5/2023).
Dicky juga menyatakan bahwa ancaman jangka pendek COVID-19 masih dapat timbul terutama untuk kelompok rentan dan orang-orang yang belum vaksinasi.
“Kelompok paling rawan ya, lansia, komorbid ataupun anak-anak khususnya yang belum vaksinasi. Nah itu tentu bisa menimbulkan keparahan atau kematian, jadi kita harus menyadari mitigasinya, (apalagi) ketika protokol kesehatannya dihilangkan,” sambung Dicky.
Menurut Dicky, dicabutnya status pandemi global tidak otomatis menghilangkan dampak langsung maupun tidak langsung dari COVID-19.
“Perlu refleksi, introspeksi apa yang sudah dipelajari dan perbaiki nah ini yang masih jadi PR. Terutama dalam sistem kesehatan,” jelasnya.
Dicky menyarankan Indonesia agar meningkatkan kemampuan mengantisipasi wabah secara cepat, dini, dan bagaimana mencegah hal serupa (keparahan wabah) tidak terjadi lagi.
Akan tetapi, Dicky juga menyatakan dicabutnya status pandemi global harus disambut dengan rasa syukur. Ia menyatakan hal ini juga berpengaruh pada transisi status pandemi di Indonesia.
“(Dengan begitu) Indonesia bisa mencabut kedaruratan COVID itu ditingkat nasional,” ujarnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat 5 Mei 2023 mengumumkan bahwa COVID-19 tidak lagi berstatus darurat kesehatan global. Keputusan tersebut diumumkan Direktur Jenderal WHO Tedros Ghebreyesus berdasarkan rekomendasi Komite Kedaruratan WHO.
Tedros menegaskan bahwa pengumuman tersebut bukan berarti COVID-19 tidak lagi menjadi ancaman kesehatan global.
“Virus ini akan tetap ada, masih membunuh, dan masih berubah,” kata Tedros.
Ia bahkan menyoroti soal potensi kemunculan varian baru COVID-19. “Risiko munculnya varian baru yang menyebabkan lonjakan kasus dan kematian baru tetap ada,” sambung Tedros.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan