Menuju konten utama

Fredrich: Ada Saksi Agung Laksono, Saya Tak Booking Satu Lantai RS

Fredrich Yunadi menyangkal tudingan KPK bahwa dirinya mem-booking satu lantai ruang perawatan VIP di RS Medika Permata hijau sebelum Setya Novanto dirawat di RS tersebut.

Fredrich: Ada Saksi Agung Laksono, Saya Tak Booking Satu Lantai RS
penasihat hukum Setya Novanto Fredrich Yunadi usai pemeriksaan Setya Novanto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (21/11/2017). tirto.id/Andrian Pratama Taher.

tirto.id - Pengacara Fredrich Yunadi membantah dirinya berupaya mem-booking satu lantai RS Medika Permata Hijau untuk tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto. Pria yang kini ditetapkan sebagai tersangka lantaran berupaya merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP itu menegaskan kalau ada pasien lain yang juga tengah dirawat di lantai yang sama saat Setnov dirawat waktu itu.

"Tidak benar booking satu lantai untuk SN karena ada bukti foto lantai tersebut ada 4 pasien/ 4 kamar yang dijaga oleh masing-masing keluarganya," kata Fredrich dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (11/1/2018).

Bahkan mantan penasihat hukum Setya Novanto itu mengklaim memiliki sejumlah saksi untuk membuktikan ruangan tidak kosong. Salah satu saksi yang menguatkan kalau dirinya tidak melakukan booking adalah kader partai Golkar dan mantan Ketua DPR Agung Laksono.

"Ada saksi Pak Agung Laksono, petinggi Golkar termasuk pengurus AMG yang nengok SN sekitar jam 21.00-02.00, tanggal 16 November, semua lihat dan tahu di lantai 3 VIP ada 4 kamar yang terisi pasien yang sedang dirawat," kata Fredrich.

Fredrich menjelaskan ada sekitar 12 penyidik KPK datang sekitar pukul 21.00 WIB. Mereka datang dengan membawa sekitar 10 polisi Sabhara yang memakai senjata api laras panjang tanpa ada surat perintah dari Kapolres atau Kapolda.

Anggota polisi tersebut menunggu di lorong lantai 3, tempat Novanto dirawat. Ia mengklaim kegiatan tersebut mengganggu kenyamanan pasien lain juga SN. "Sempat suster tegur petugas KPK karena berisik, udah tengah malam dan mengganggu keempat pasien lainnya tersebut," kata Fredrich.

Selain itu, Fredrich mengingatkan kalau KPK sempat diajak dokter untuk memeriksa keadaan Novanto. Mereka sama-sama mengontrol kesehatan Novanto pasca kecelakaan November lalu. Kemudian, ia menegaskan bahwa ada surat rekomendasi dari dr Bimanesh bahwa Novanto sakit. Oleh sebab itu, tidak mungkin Fredrich mem-booking rumah sakit.

"Saya sekitar pukul 20.30 WIB diberi surat pengantar dari dokter Bimanesh untuk turun ke bawah daftar dan proses rawat inap, dan saya antre di lobby kira-kira setengah jam, ada bukti rekaman TV dan medsos lainnya, sehingga tuduhan sudah booking 3 hari sebelumnya ya itu fitnah busuk," kata Fredrich.

KPK menetapkan advokat Fredrich Yunadi dan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka. Keduanya dinilai berupaya merintangi penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik dengan tersangka Setya Novanto. Mereka berupaya merintangi dengan cara mengondisikan Novanto sakit sehingga tidak bisa menjalani pemeriksaan KPK.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menerangkan, kedua orang tersebut diduga merintangi penyidikan dengan cara memanipulasi dokumen kesehatan Novanto. Selain itu, Fredrich diduga berupaya melobi rumah sakit untuk mem-booking satu lantai rumah sakit demi Novanto sebelum kecelakaan terjadi.

"Sebelum SN dirawat di RS, diduga FY telah datang terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak RS. Didapat juga informasi salah satu dokter di RS mendapatkan telepon dari seorang yang diduga sebagai pengacara SN bahwa SN akan dirawat di RS sekitar pukul 21.00 WIB, yang meminta kamar perawatan VIP yang rencana akan dibooking satu lantai padahal saat itu belum diketahui SN akan dirawat karena sakit apa," kata Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (10/1/2018).

Akibat tindakan Fredrich dan Bimanesh, KPK menyangkakan keduanya melanggar pasal 21 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1. KPK pun sudah mengirimkan Sprindik kepada para tersangka pada 9 Januari 2018. Selain itu, KPK mencegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan per 8 desember 2017.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri