tirto.id - Konflik Front Pembela Islam (FPI) dengan penegak hukum setelah insiden kepulangan Muhammad Rizieq Shihab tidak kunjung selesai. Polemik kerumunan pentolan FPI itu memuncak setelah enam anggota laskar FPI meninggal ditembak anggota kepolisian di Tol Jagorawi Kilometer 50.
Dalam pidato yang diunggah akun Front TV, Rizieq Shihab kembali meyakinkan kepada kalau insiden Jagorawi benar terjadi. Ia pun tidak menyangka kalau para laskar akan meninggal setelah berhasil mengecoh aparat.
“Begitu mereka melihat saya dan keluarga sudah berhasil meluncur [bebas dari kejaran], mereka [laskar] senang. Padahal sebentar lagi mereka akan dibantai [oleh polisi], digiring ke medan pembantaian,” kata Rizieq.
Dalam sambutan itu pula, Rizieq menginstruksikan agar para jajaran dan simpatisan FPI untuk menahan diri setelah kematian keenam anggota laskar FPI tersebut. Ia ingin agar para simpatisan mengikuti proses hukum yang berlaku.
“Tahan diri, sabar, hadapi dengan elegan, kami tempuh prosedur hukum yang ada. Kalau prosedur hukum ditempuh dengan baik, semua akan terbongkar. Siapa yang membantai di lapangan sampai siapa yang menjadi otak mengatur ini semua akan terungkap,” ujar dia, Rabu (9/12/2020).
Pihak Polda Metro Jaya menetapkan Rizieq sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan bersama Haris Ubaidillah (ketua panitia), Ali bin Alwi Alatas (sekretaris panitia), Maman Suryadi (Panglima FPI sekaligus penanggung jawab keamanan acara), Shabri Lubis (penanggung jawab acara), dan Habib Idrus (kepala seksi acara).
Di dunia media sosial, tagar berkaitan Rizieq Shihab seperti #panggilpaksarizieq hingga #FPIMeresahkanBangsa menguat. Di sisi lain, pihak FPI kini terus berusaha menyelesaikan masalah lewat jalur hukum demi mencari keadilan.
"Kami sudah tempuh langkah yuridis ke Komnas HAM, Komisi III DPR dan lain-lain untuk menuntut kasus ini diusut tuntas aktor intelektual dan pelaku-pelakunya demi keadilan, kemanusiaan dan kebenaran," kata Sekretaris Tim Hukum FPI Aziz Yanuar kepada Tirto, Jumat (11/12/2020).
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar meminta aparat untuk mengusut perkara secara transparan dan akuntabel dalam kasus kematian enam anggota laskar FPI. Transparansi itu harus diikuti jaminan hak akses informasi terbuka dan partisipatif hingga perlindungan kepada para saksi.
"Dalam kasus ini, keterbukaan akan membuka jalan guna melihat permasalahan secara utuh. semakin ditutupi, semakin orang ingin tahu kebenaran sebuah peristiwa. Jika terus ditutupi, maka potensi konflik horizontal juga sangat tinggi karena proses yang tertutup akan menimbulkan stigmatisasi pada kelompok yang menuntut," kata Rivanlee kepada reporter Tirto, Jumat lalu.
Rivanlee pun meminta agar pemerintah tidak memberikan stigmatisasi kepada kelompok tertentu. Ia beralasan, kebebasan berserikat adalah prinsip HAM mutlak.
Sementara itu, ahli pidana Leopold Sudaryono mengatakan, akar permasalahan polemik Rizieq Shihab, Polri dan FPI berawal dari tidak efektifnya pencegahan kerumunan massa dan reaksi masyarakat yang mendua akibat penanganan kasus Rizieq. Oleh karena itu, cara paling ideal adalah pemerintah perlu melibatkan lembaga ketiga untuk menyelesaikan polemik Rizieq agar tidak memicu konflik horizontal.
"Saat ini, setelah semua hal terjadi, pemerintah perlu melibatkan badan negara independen seperti Ombudsman atau Komnas HAM dalam rekonstruksi kejadian di jalan tol untuk meyakinkan publik bahwa tindakan penegakan hukum yang dilakukan masih mengikuti prosedur dan konstitusional," kata Leopold.
Pemerintah Tidak Ikut Campur
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan pemerintah tidak ikut campur dalam masalah hukum kasus Rizieq. Pemerintah menyerahkan semua kepada kepolisian.
"Dari sisi prosedur hukum itu tetap satu narasi dari kepolisian, tapi dari sisi keamanan politik dan hukumnya saya bisa katakan bahwa proses hukum harus tetap berjalan," kata Moeldoko saat berkunjung ke kantor Tirto, Jumat (11/12/2020).
Moeldoko menuturkan, pemerintah akan berusaha melindungi segenap masyarakat Indonesia sesuai konstitusi. Ia pun menegaskan, pemerintah ingin agar semua masyarakat berjalan bersama, bergotong royong dan tidak saling mengklaim.
Mantan Panglima TNI ini mengingatkan agar semua pihak sadar dampak buruk saling ribut dalam kasus FPI. Ia menekankan, pemerintah ingin agar kestabilan dan demokrasi tetap berjalan berdampingan.
"Tersangka nanti seenak-enaknya kelompok ini menindas kelompok lain ini [ini] enggak boleh. Tugas negara sekali lagi adalah bagaimana menjaga agar semuanya bisa aman terkendali dengan baik, keselamatan terjaga dengan baik dan semua juga hidup dengan aman," kata Moeldoko.
Tiada Ormas di Atas Negara
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengatakan bila jajarannya menangkap atau memproses hukum kelompok, ormas atau individu, lantaran negara ini butuh keteraturan. “Kita [negara] butuh ketertiban sosial, adalah tugas kapolda untuk menjamin ketertiban dan keteraturan sosial tersebut. Supaya masyarakat bukan hanya merasa aman, tapi juga nyaman,” kata dia di Polda Metro Jaya, Jumat (11/12).
Suatu kelompok yang menempatkan diri di atas negara, apalagi kelompok itu melakukan tindak pidana seperti ujaran kebencian, penghasutan, menebarkan berita bohong secara berulang dan bertahun-tahun, maka bisa ditindak oleh polisi.
Perbuatan ormas itu ia anggap dapat merobek kebhinekaan karena menggunakan identitas sosial seperti suku atau agama. “Jadi, saya harus melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap model seperti ini. Tak ada ‘gigi mundur’, ini harus kami selesaikan.”
Alasan penindakan lainnya agar iklim investasi bisa hidup, pembangunan ekonomi butuh kepastian hukum, keteraturan, dan ketertiban, yang imbasnya bisa mendatangkan investasi.
“Di kerumunan, sampai saat ini kalau tidak salah kisaran 580 ribu [orang meninggal karena COVID-19] seluruh Indonesia. Di DKI itu 148 ribu [orang]. Jumlah yang meninggal di angka 1,3 persen, berarti di DKI yang meninggal kumulatif sampai hari ini 1.500-an orang. Ini jumlah yang besar,” jelas Fadil.
Dia mengutip Mendagri Tito Karnavian yang mengucapkan ‘terus membiarkan kerumunan, artinya membiarkan saling membunuh.’ Fadil kembali mengingatkan, polisi bertindak kepada para pelanggar protokol kesehatan karena risiko besar penularan COVID-19. Siapa pun yang menyebabkan kerumunan, tegas Fadli, sehingga berbuntut menjadi penularan virus Corona maka polisi turun tangan.
Pada Jumat kemarin, Rizieq ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat. Ia akhirnya menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada Sabtu (12/12/2020) setelah sempat mangkir dari pemeriksaan dua kali.
Rizieq dijerat Pasal 216 KUHP terkait dengan sengaja tidak menurut perintah atau permintaan petugas. Selain itu, ia dikenai juga Pasal 160 KUHP terkait penghasutan supaya melakukan perbuatan pidana sehingga terjadi kedaruratan kesehatan di masyarakat.
Penulis: Andrian Pratama Taher & Adi Briantika
Editor: Maya Saputri