Menuju konten utama

Faktor Global & Proyeksi Pesimistis BI Dinilai Picu Rupiah Melemah

Pemerintah mengklaim pelemahan rupiah dipengaruhi faktor global. Tapi, proyeksi pertumbuhan yang pesimistis dari BI dinilai juga membuat rupiah tertekan.

Faktor Global & Proyeksi Pesimistis BI Dinilai Picu Rupiah Melemah
(Ilustrasi nilai tukar rupiah) Seorang karyawan menghitung tumpukan uang dolar Amerika Serikat di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (19/7/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Nilai tukar rupiah masih terus melemah. Menguatkan kembali kurs rupiah terhadap dolar AS saat ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.

Pada hari ini, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta ditutup melemah 53 poin menjadi Rp14.495 per dolar AS. Adapun posisi nilai tukar rupiah pada penutupan sebelumnya tercatat senilai Rp14.442 per dolar AS.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kurs rupiah bergejolak sebab sedang ada ketidakpastian ekonomi global. Namun, dia masih optimistis nilai tukar rupiah akan menguat kembali.

Oleh sebab itu, Darmin menampik anggapan bahwa kurs rupiah senilai di atas Rp14 ribu per dolar AS adalah level keseimbangan baru.

"Segala sesuatu itu (kurs rupiah) masih bisa naik dulu atau turun lagi, itu masih bergerak begitu. Jadi, jangan terlalu dianggap itu (posisi kurs rupiah) sudah keseimbangan baru," kata Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta pada Jumat (20/7/2018).

Menurut Darmin, kurs rupiah melemah karena dipengaruhi oleh dampak kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) yang agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Hal itu memberikan sentimen negatif terhadap kurs beberapa negara lainnya, khususnya negara berkembang, termasuk Indonesia.

Karena itu, kata dia, keputusan soal bauran kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dan kebijakan fiskal pemerintah pun harus mempertimbangkan tendensi kebijakan pemerintahan AS.

"Ini hubungannya dengan kebijakan-kebijakan semua itu lho," ucap Darmin.

Kebijakan fiskal pemerintah untuk menahan dampak gejolak ekonomi global selama ini ialah dengan pengendalian impor. Sementara kebijakan moneter BI salah satunya dengan menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR).

Pada tahun ini, BI tercatat sudah beberapa kali merespons pelemahan rupiah dengan menaikkan suku bunga acuan untuk menarik aliran modal masuk dan menahan modal keluar. BI 7-DRRR tercatat sudah naik 100 bps selama paruh pertama tahun 2018.

Pada 18 Mei 2018, BI 7-DRRR dinaikkan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 4,50 persen. Lalu, pada 31 Mei 2018, suku bunga acuan BI kembali naik sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen.

Pada 29 Juni 2018, BI 7-DRRR naik lagi sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen. Tapi, pada 19 Juli 2018, BI memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya tetap 5,25 persen.

Indef Nilai Proyeksi Pesimistis BI Ikut Menekan Rupiah

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai pelemahan rupiah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Bhima berpendapat pernyataan Bank Indonesia, yang merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 5,1 persen, juga bisa membuat kurs rupiah semakin melemah.

"Sentimen langsung berubah [jadi] pesimis," ujar Bhima di Jakarta pada hari ini.

Menurut Bhima, BI biasanya berupaya menjaga ekspektasi pasar dengan mengeluarkan pernyataan optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Kamis kemarin justru sebaliknya.

"BI yang masih menahan bunga acuan di 5,25 persen juga menjadi isyarat utak-atik kebijakan moneter ada batasnya. Padahal ruang pengetatan moneter masih ada setidaknya satu kali lagi," kata dia.

Dia memperkirakan BI memutuskan mempertahankan BI 7-DRRR di posisi 5,25 persen karena sedang menunggu fenomena "super dolar" memuncak di pertengahan semester II tahun 2018. Saat itu, kata Bhima, ada kemungkinan BI 7-DRRR mungkin dinaikan lagi hingga 25 bps.

Baca juga artikel terkait NILAI TUKAR RUPIAH atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom