tirto.id - Agama, suku, daerah dan migrasi sebagai faktor demografi pemilih memiliki pengaruh dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada, termasuk Pilkada DKI Jakarta.
“Faktor demografi memegang peran penting dalam pilkada DKI. Hanya saja, faktor demografi tersebut tidak cukup untuk memenangkan pilkada,” ujar dosen Komunikasi Fisipol UGM Kuskridho Ambardi saat menjadi pembicara seminar “Analisis Demografis Pilkada di Indonesia”, Kamis (9/2/2017).
Menurutnya, kampanye berbasis agama dan suku dapat meningkatkan dukungan. Namun, hal itu tidak dapat meningkatkan perolehan suara secara signifikan.
“Kampanye berbasis agama dan suku memang bisa menaikkan dukungan, tetapi tidak bisa mendongkrak perolehan suara hingga 50 persen. Cara ini diprediksikan hanya dapat meningkatkan suara maksimal 10 persen,” urainya.
Dodi mengatakan agama dan suku menjadi isu yang banyak dan sering digunakan tiga pasangan calon gubernur dalam kampanye pilkada DKI.
Sebaliknya sosial ekonomi menjadi isu yang jarang digunakan dalam kampanye. Kelas sosial bukan menjadi isu yang diminati para kandidat.
“Tidak ada yang mengusung isu ini, padahal kelompok buruh di Jakarta jumlahnya sangat besar. Kandidat jarang yang bicara politik kelas dan berusaha mengajak kelas buruh untuk mendukung mereka,” tuturnya.
Sementara di luar Pulau Jawa, isu kesukuan atau etnis merupakan faktor demografi yang paling banyak ditonjolkan dalam Pilkada.
Fenomena ini, disebutkan Dodi berbeda dengan yang terjadi di tingkat nasional. Faktor demografi ternyata tidak berpengaruh dalam pemilihan presiden atau Pilpres.
“Faktor demografi memang berpengaruh terhadap Pilkada, tetapi tidak di tingkat nasional,” terangnya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri