tirto.id - Universitas Pancasila sedang menjadi sorotan publik karena dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah seorang rektor berinisial ETH kepada bawahannya. Bagaimana fakta kasus dugaan pelecehan seksual rektor Universitas Pancasila?
Kasus dugaan pelecehan seksual di Universitas Pancasila pertama kali mencuat ke publik usai dua orang korban melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.
Korban pertama, berinisial RZ, membuat laporan ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Korban kedua, berinisial DF memasukkan laporan ke Bareskrim Polri. Laporan itu tercatat dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI.
Menurut keterangan kuasa hukum korban, Amanda Mantovani, Polda telah memproses laporan dengan memanggil 4 orang saksi.
Sementara, ETH hari ini, Senin, 26 Februari 2024 akan datang ke Polda untuk menjalani proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Kalau di Polda prosesnya sudah dengan pemanggilan sudah ada 4 saksi yang diklarifikasi. Kalau terlapor besok Senin dia hadir di Polda untuk BAP," ujar Amanda kepada Tirto.
Pemanggilan terhadap ETH itu dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi.
"Benar, ditangani Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi dikutip Antara, Jakarta.
Tanggapan Universitas Pancasila
Pengurus Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada pihak kepolisian.
"Yayasan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah, percaya bahwa kepolisian akan bekerja secara profesional sesuai tupoksinya," kata Sekretaris YPPUP, Yoga Satrio, kepada Tirto, Minggu (25/2/2024).
Yoga juga menjelaskan, terduga pelaku ETH yang saat ini telah berusia 72 tahun itu, akan pensiun pada 14 Maret 2024 dari jabatannya sebagai rektor.
Sehubungan dengan adanya kasus ini, kata Yoga, pihak Yayasan akan segera mengambil keputusan berkaitan dengan kasus pelecehan seksual yang dihadapi ETH dan statusnya sebagai rektor.
Tanggapan senada juga disampaikan oleh Kabiro Humas Universitas Pancasila, Putri Langka, yang mengatakan, pihaknya akan menghormati proses hukum yang berjalan.
"Selain itu kami juga menghormati pihak-pihak yang terlibat lainnya, baik pelapor maupun terlapor. Kami selalu berpegang pada prinsip 'praduga tak bersalah' sampai pada putusan hukum ditetapkan," katanya Putri dikutip Antara.
Putri mengimbau semua pihak untuk mendukung proses hukum yang sedang berjalan. Dia juga menjelaskan, pihaknya akan selalu berkomitmen untuk kooperatif dalam menjaga hal terbaik untuk institusi.
Dia juga mengatakan, pihaknya akan segera melakukan rapat pleno guna menindaklanjuti laporan tersebut.
"Untuk saat ini saya hanya bisa menyampaikan bahwa yayasan dalam waktu dekat akan melaksanakan rapat pleno untuk membahas kasus tersebut termasuk hal-hal yang berkaitan dengan posisi rektor," ucapnya.
Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Terjadi pada Tahun 2023
Menurut keterangan kuasa hukum korban, Amanda Manthovani, dugaan pelecehan seksual terjadi satu tahun yang lalu, tepatnya pada Februari 2023 di ruang kerja rektor.
Korban berinisial RZ, yang merupakan karyawan di perguruan tinggi itu diberi tugas oleh ETH, saat mengerjakan tugas, ETH menghampiri RZ dan melakukan tindakan pelecehan seksual.
Kejadian buruk itu membuat RZ mengalami trauma. Tidak sampai di situ, setelah kejadian, RZ langsung dimutasi ke tempat kerja lain.
Hal serupa juga dialami oleh karyawan honorer berinisial DF. Namun, setelah mengalami tindakan yang tidak senonoh dari ETH, DF memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Amanda menuturkan, kasus ini sudah dilaporkan oleh korban kepada pihak yayasan. Korban meminta kebijakan dan penyelesaian pelecehan seksual yang dilakukan rektor perguruan tinggi itu.
Tetapi, selang beberapa minggu, laporan itu tidak ditanggapi oleh pihak yayasan, padahal korban sudah meminta kejelasan terkait laporan mereka.
Amanda bilang, yayasan seperti tutup mata atas kejadian itu. Oleh karena itu, korban akhirnya memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
"Seakan akan dari pihak yayasan melakukan pembiaran. Artinya karena memang tidak ada jawaban atau respons dari yayasan, maka kedua korban memutuskan membuat laporan [ke polisi]," kata Amanda kepada Tirto.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra