tirto.id - Facebook akan melanjutkan pemblokiran terhadap konten berisi ujaran kebencian dengan melarang mempromosikan atau mendukung mendukung nasionalis dan separatis kulit putih.
Diwartakan Associated Press, Facebook sebelumnya mengizinkan konten tersebut meskipun larangan tentang supremasi kulit putih telah digalakkan.
Pada hari Rabu (27/3/2019) Facebook menyatakan pihaknya tidak memblokir materi tentang nasionalisme dan separaisme kulit putih karena materi semacam itu berhubungan berhubungan dengan ekspresi yang lebih umum mengenai konsep nasionalisme dan separatisme, seperti American Pride dan Separatisme Basque yang masih diizinkan.
Kritik terhadap Facebook datang dari kelompok hak sipil dan akademis yang menyebut pandangan Facebook tentang nasionalisme dan separatisme kulit putih 'salah kaprah'. Facebook akhirnya memutuskan untuk memblokir konten tersebut usai berbulan-bulan melakukan diskusi.
“Ini adalah isu lama bersamaan dengan negara [AS] yang berusaha menangani kasus kebencian dan meningkatkan upaya pemberantasan terhadap supremasi kulit putih,” kata Kristen Clarke, presiden dan eksekutif direktur Komite Pengacara untuk Hak Asasi Sipil, sebuah kelompok advokasi berbasis di Washington.
“Kita perlu sektor teknologi melakukan bagiannya dalam rangka memerangi ini semua,” imbuhnya.
Di platform Facebook, orang-orang yang mencari kata yang memiliki asosiasi dengan supremasi kulit putih akan diarahkan ke kelompok-kelompok pembenci, seperti Life After Hate, sebuah organisasi yang didirikan oleh mantan ekstrimis yang menyebarkan intervensi, edukasi, dukungan kelompok.
Facebook, sebagaimana diwartakan Bloomberg, juga menyadari bahwa platform tersebut perlu mengidentifikasi dan membekuk situs-situs kebencian.
Dengan bantuan machine learning dan bantuan kecerdasan buatan, perusahaan ini menyatakan, “kami tahu kami punya banyak PR,” dan akan mulai menerapkan kebijakan baru mulai minggu depan.
Facebook sudah membangun sistem pemindai konten yang selama ini terus dikembangkan dan bekerja berdasarkan reaksi hingga kebiasaan pengguna atau publik secara umum setelah adanya suatu kejadian, seperti kejadian penembakan massa di Selandia Baru lalu.
Ketika laman, melaporkan adanya permasalahan, baik dari pengguna maupun sistem, Facebook akan mengirim 15 ribu konten ke seluruh dunia, yang mengizinkan pemblokiran konten tersebut dengan alasan konten berisi kekerasan.
Atas langkah Facebook tersebut, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Arden mengapresiasi Facebook.
Upaya ini diharapkan juga dilakukan oleh Twitter, Youtube milik Google, dan Amazon untuk melawan pertumbuhan ideologi supremasi kulit putih.
Twitter memang sudah melakukan pelarangan terhadap gambar dan ujaran kebencian, dan pernah di kritik karena menghapus beberapa supremasi dan ekstrimisme kulit putih namun tetap mengizinkan unsur lain, seperti mengizinkan Richard Spencer, kepala kelompok nasionalis kulit putih dan Jason Kessler, organisator demo “Unite the Right” di Charlottesville untuk mempertahankan akun mereka.
Editor: Yantina Debora